Nilai Persahabatan Nina dan Lisa

By Lucy Friday, August 2, 2019
Mata Nina terbuka perlahan, kepalanya terasa pusing. Nina mencoba bangkit untuk duduk namun ia tertahan. Sebuah borgol terpasang di pergelangan tangan kirinya tersambung ke tiang tempat tidur kayu tebal, dan tangan kananya diborgol ke ... Nina berkedip cepat dan mengelengkan kepalanya untuk memulihkan kesadarannya, Nina mulai menyadari bahwa yang berbaring disampingnya adalah sahabat baiknya, Lisa. Nina berusaha mencoba mengingat-ingat. Mereka ... di sebuah pesta? Itu benar ... pesta, minum dan bersenang-senang, …….lalu apa? Nina melihat ke sekeliling ruangan dengan liar, mencoba mencari tahu di mana mereka berada.



"Lis! LISA! Bangun Lis Bangun!" Nina mengeliat-liat mengguncang sahabatnynya dengan panik. Nina meyadari bahwa pergelangan tangan kanan Lisa diborgol ke tiang ranjang yang berlawanan, dan masing-masing pergelangan kaki mereka diikat di tengah. Siapa yang melakukan ini ???

"Lisa, aku mohon." Nina mulai terisak-isak lembut, memohon pada sahabatnya untuk bangun

Nina berusaha sebaik mungkin untuk tetap tenang.

"Lis bangun. Bangun ... BANGUN!"

Nina agak sedikit lega ketika menyadari setidaknya mereka masih mengenakan pakaian mereka. Nina merasakan air mata mengalir di pipinya. Nina mengeluarkan napas lega saat Lisa mulai bergerak,

"Apa ... apa yang terjadi?" erang Lisa lirih.

Seperti Nina, Lisa juga butuh waktu beberapa detik untik sadar dan terkejut saat ia melihat ada borgol menahannya ke tempat tidur dan pergelangan tangan terbaiknya.

"Ya Tuhan, dimana kita Nin? Apa yang terjadi? Nina? Apa yang terjadi?"

"Aku gak tahu Lis." Nina menggigil keras, menahan air matanya, takut memikirkan bagaimana mereka sampai disana dan apa yang akan terkadi pada dirinya dan sahabat baiknya.

"Aku juga baru saja terbangun, seperti ini, aku bahkan tidak ingat apa yang terjadi tadi malam. Apakah kita dibius? Apa hal terakhir yang Kamu ingat?" tanya Nina

"Uhm, aku ..." Lisa mencoba mengingat dan menjawab, namum terhenti

Suara langkah kaki yang terdengar mendekat. Kedua gadis itu saling pandang, penuh ketakuta, keduanya secara naluriah berusaha bergerak mundur ke bagian atas ranjang, mengecilkan dan membuat diri mereka sekecil mungkin, seolah-olah mereka berharap bisa bersembunyi dari siapa pun yang akan datang.

Terdengar suara kunci pintu, diikuti oleh suara berderit yang deras saat pintu kayu terbuka.

"Jadi kalian sudah bangun ya?,. Bagus."

Kedua sahabat yang ketakutan itu saling pandang, masing-masing mencari untuk mendapatkan petunjuk pengenalan, tentang siapa orang ini.

"Siapa Kamu dan apa yang Kamu inginkan?" kata Nina berusaha sebaik mungkin untuk terdengar kuat dan teguh, meski ketakutan itu membuatnya gemetar tak terkendali.

Sosok lelaki misterius itu seolah sengaja berjalan pelan mendekati sisi tempat tidur, dekat tempat Nina berbaring., Dengan keberanian Nina menatapnya dengan mata penuh kebencian. Dia mengulurkan tangan dan membelai rambut Nina yang panjang. Nina menyentakkan kepalanya menjauh dari sentuhannya.

Senyum sadis tersungging di wajah si lelaki misterius itu

"Siapa aku tidak penting. Apa yang aku inginkan, ….nah, mari kita lihat apakah Kalian dua pelacur kecil bisa menebak."

Dia kemudian mulai menanggalkan pakaian.

Lisa mulai histeris saat melihat pakaian orang asing itu mulai jatuh ke lantai demi sepotong. Rasa takut yang berubah menjadi kepanikan. Lisa berteriak dan berusaha menarik keras borgol yang mengunci pergelangan tangan dan pergelangan kakinya.

"TOLONG!!! …..TOLONG!!! …..TOLONG!!!" Teriakan Lisa terus berlanjut.

Namun lelaki misterius itu tetap tenang, malah justru hanya tersenyum-senyum geli.

"Nah, sudah puas teriak? Dia menyeringai lebar sambil melangkah ke tempat tidur menuju Lisa yang sudah lelah, ketakutan dan merintih.

"Tolong jangan lakukan ini padaku."

Lisa menggelengkan kepalanya bolak-balik dengan keras.

"Tolong, tolong jangan, tolong, aku akan memberikan apapun yang lamu inginkan, jangan lakukan ini ..." Suaranya tertahan di tenggorokannya sambil terkesiap saat tangan lelaki itu meraih, meraba payudaranya dan kemudian meluncur ke sisi tubuhnya ke pinggulnya.

Tubuh Lisa bergetar dan mengguncang sentuhan kasar orang asing itu, gemetar dan tersentak seolah jijik oleh kontak itu.

Nina hanya bisa menyaksikan dengan ngeri saat kedua tangan lelaki itu berkeliaran di tubuh sahabatnya

Lelaki itu mulai dengan perlahan merobek baju atasan Lisa, hingga memperlihatlan bra renda biru muda yang menutupi payudara sahabatnya

Lisa semakin tegang dan dan mulai menjerit lagi saat tangan lelaki itu menyentuh celananya, membuka kancingnya dan kemudian membukanya, retsletingnya.

"TIDAK, BERHENTI, BERHENTI JANGAN! JANGAN LAKUKAN I! TOLONG!"

Dia terus menarik memelorotkan celana jeans Lisa celana sampai pergelangan kaki. Celana dalam biru kini terpapar.

Satu tangan meluncur turun di antara kedua Paha mulus Lisa, menyentuhnya, menekan mengusap-usap ujung segitiga celana dalam Lisa, sementara tubuh Lisa menggeliat menggelepar, berusaha mencoba menghindar dengan sia-sia.

Nina memejamkan mata dan menelan ludah dengan susah payah, memaksa kata-kata keluar dari mulutnya.

"Tunggu!"


Pria itu menghentikan aksinya, dia mendongak menatap Nina, terkejut dengan permintaan keras dan percaya diri yang Nina buat.

"Tolong jangan menyakitinya, a aku saja, kamu bisa melakukan apapun yang kamu mau padaku." Kata Nina

Dia menelengkan kepalanya, benar-benar terkesan dengan keberanian Nina. Tangannya meninggalkan tubuh Lisa, setidaknya untuk sementara.

Lisa menatap sahabatnya, sebuah desahan lega yang tidak disengaja keluar dari mulutnya.

"Aku bisa melakukan apapun yang aku mau padamu? Kenapa aku juga tidak memperkosa teman cengengmu ini? Mengapa aku tidak melakukan apapun yang aku mau dari kalian berdua?"

Kedua gadis cantik bersahabat itu itu melakukan kontak mata lagi, keduanya tahu jawabannya,

"Tolong jangan sentuh dia, biar aku saja" Nina memohon lagi.

"Kenapa? Katakan kenapa!, sekarang! atau aku akan langsung menikmati memperkosa teman cengeng kamu ini sekarang juga …tapi tenag saja ka,u banti juga pasti akan dapat giliran kok."

"Baiklah, tolong hentikan!" Nina terisak dan memejam meremas matanya mencoba menguatkan diri.

"Jangan ganggu dia karena…., karena, dia masih perawan." seru Nina

Seringai kembali muncul di wajah lelaki itu saat dia mendengar jawaban dari Nina.

"Ah, jadi kau yang perek, dan dia yang suci, begitu?"

Nina sangat kesal atas tuduhan hinaan itu.

"Terserah, anggap saja begitu…tapi jangan sentuh dia" Nina lirih gemetar

"Dan bagaimana denganmu?" Mata lelaki itu kembali ke Lisa, menuntut tanggapan darinya.

"Kamu baik-baik saja dan setuhu dengan usul ini? Kamu hanya akan berbaring di sana dan membiarkan teman kamu mengorbankan dirinya untuk menyelamatkan keperawanan kamu? Apa kamu tidak akan mengatakan apapun untuk mencoba menyelamatkan teman kamu juga?"

Lisa bingung melirik Nina mencari jawaban. Dia tidak ingin sahabatnya diperkosa, tapi Lisa jelas tak mau pria itu merenggut perawannya ...

"Aku ... aku tidak ingin kamu menyakiti kami ... tt ... tolong ..." sura Lisa gemetar

"Oh, tapi aku sudah berusaha keras dan menempuh resiko besar untuk bisa menyekap kalian berdua. Aku gak mau jadi sia-sia, aku akan bersenang-senang mendapatkan kenikmatan gadis cantik, dan aku berencana untuk mendapatkan dari kalian berdua. Tapi aku tidak menduga akan ada situasi kecil ini. Ini cukup menggelitikku. Jadi, katakan padaku, apakah kamu lebih suka bahwa aku menikmati memperkosa teman baik kamu ini sendiri saja, tanpa mengikut sertakan kamu?"

"Apa? T .... Tidak ...Bb…bukan"

"Baiklah kalau begitu."

"Tt ... tunggu!"

Beberapa saat berlalu.

"Aku menunggu." desak si lelaki

Nina berpaling ke sahabatnya dan berbicara pelan. "Tidak apa-apa ...Lis, …. tidak apa-apa, …..sungguh."

"DIAM Jika kamu mengucapkan kata lagi, aku akan memperkosa teman perawan kecil kamu ini sekarang, Kamu mengerti?" bentak si lelaki

Nina merintih dan mengangguk.

"Jadi? APAKAH ... KAMU ... INGIN ... aku memperkosa teman baik kamu saja dan bukan Kamu?"

Tubuh Lisa malin gemetar dan dia berusaha menghentikan tangisnya.

"T ... tolong ..."

"JAWAB!, atau aku akan kehilangan kesabaranku dan hanya memperkosa kamu."

"Baiklah baiklah!" Lisa terisak dan memejamkan mata sekuat yang dia bisa.

"Iya ."

"Ya, aku ingin mendengar Kamu mengatakannya."

Lisa menggelengkan kepalanya, matanya masih teoejam rapat.

"Tidak ... tolong ... aku tidak bisa, tolong jangan buat aku ..."

"Baik."

Jari lelaki itu menyelinap di antara cup bra biru Lisa dan menariknya, merobeknya menjadi dua dan memperlihatkan buah dada Lisa yang tidaklah besar namun padat kencag dan membentuk bukit indah sempurna

"AHHHH! TIDAK! Baiklah, oke, oke ... aku ingin kamu memperkosa temanku bukan aku." Jerit Lisa panik

Air mata membanjirinya sekarang dan Lisa mulai terisak-isak nyaring saat mendengar kata-katanya dari mulutnya sendiri, dia menoleh ke dinding, tidak mampu melihat kepada Nina, sahabat baiknya.

Lelaki itu tersenyum, ujung jarinya membelai tubuh indah Lisa yang telanjang dan menggigil,

"Baik, sekarang ceritakan kenapa."

"Apa?"

"Katakan mengapa Kamu ingin aku memperkosa teman Kamu dan bukan Kamu."

"Ka .ka.. karena aku masih perawan."

"Dan teman baikmu ini?"

"Aa... apa? Dia ... dia .... tidak."

"Jadi Kamu mengatakan bahwa teman kamu adalah pelacur karena tidak perawan, jadi aku boleh memperkosanya bukan Kamu."

"APA? TIDAK!"

"Tidak, apakah Kamu yakin? Kalau begitu, aku rasa tidak ada cukup alasan bagi aku untuk tidak memperkosa kamu."

"Tunggu tunggu tunggu ... oke." Lisa menarik napas panjang beberapa kali dan menelan ludah, menatap sahabatnya. Nina mengangguk pada Lisa

Lelaki itu menampar wajah Nina dengan keras.

"AKU MEMBERITAHU KAMU TIDAK BERBICARA Jangan berpikir itu berarti mengangguk memberi kode itu boleh."

Nina merintih dan menoleh ke arah dinding, tubuhnya sedikit tersentak saat memaksa dirinya menahan air mata.

Dia kembali menatap Lisa. "Katakan itu Sekarang."

"Baiklah ... baiklah, aku ... aku mau ..." Lisa merasa perutnya menegang, Lisa menahan napas sejenak seolah berusaha untuk tidak muntah, dan kemudian memaksa kata-kata keluar.

"Aku ingin Kamu memperkosa teman aku, bukan aku karena .... karena ... aku masih perawan dan ... dia ... dia ... dia pelacur."

Lisa memejamkan mata erat-erat dan tubuhnya melambung lembut di ranjang saat dia terisak-isak tanpa suara.