Istriku Melamar Calon Istri Untukku

By Lucy Monday, September 30, 2019
Sejak kecil sampai tumbuh dewasa aku hidup di lingkungan keluarga berada. Orang tuaku memiliki harta yang berlimpah. Aku dan adik-adikku dimanja dengan materi. Aku pria yang biasa-biasa saja kulitku agak gelap, meski belum bisa dibilang hitam. Meski aku tidak putih, tetapi tubuhku proporsional, muka bersih tanpa jerawat. Tinggiku rata-rata saja sekitar 175 cm.
Satu hal yang mungkin kurang diperhatikan dari kedua orang tuaku. Kami anak-anaknya kurang diperhatikan pendidikannya. Aku lebih suka kelayapan bersama-sama teman dan berganti-ganti pacar. Sejak SMP aku sudah mengenal hubungan sex. Mungkin karena tubuhku bongsor, sehingga aku tampil lebih dewasa dari umurku. Seingatku, aku melepas perjakaanku di kelas 2 SMP, aku dibujuk atau tepatnya digoda terus oleh salah satu saudara perempuanku. Dia lebih tua 5 tahun dan hubungan family sebagai kakak sepupu. Waktu itu dia tinggal di rumah menumpang untuk melanjutkan kuliah. Anaknya lumayan cantik dan bahenol.
Di umur yang masih sangat muda, aku tentu belum berani agresif, Winny demikian nama kakak sepupuku yang terus berusaha mendekatiku dan akhirnya kami sampai melakukan hubungan badan. Semua dia yang mengajarkan, aku seperti kerbau dicucuk hidungnya menuruti ajakan nikmatnya.
Orang tua kami berpandangan modern dan bebas, sehingga mereka mengabaikan saja, meski tahu aku sering tidur sekamar dengan Winny.
Pengalaman ku bersama Winny yang membawa diriku menjadi ahli dalam pergulatan tubuh, membuat aku menjadi lebih berani dan aktif terhadap cewek-cewek di sekitarku. Kuakui Winny memiliki nafsu yang besar, dan seingatku sejak pertama hubungan dengan ku dia sudah lihai mempermainkan penisku. Mungkin dia sudah tidak virgin lagi pada waktu itu.
Dia pula yang mengajariku berbagai trik dan tips untuk memuaskan pasangan wanita. Darinya aku tahu bahwa wanita memiliki puncak kepuasan yang disebut orgasme. Bahkan dia menuntunku sampai dia mencapai orgasme yang paling puncak yaitu orgasme G Spot.
Di usia 15 tahun aku sudah sangat paham cara memuaskan wanita. Karena badanku yang bongsor, maka onderdilku juga tegap dan lumayan panjang. Untuk ukuran orang Indonesia penisku yang 17 cm termasuk gede dan lingkarnya gemuk, sehingga tampilannya sangat proporsional.
Winny mengajariku, sehingga dia pun ketagihan pada kemampuanku. Dia bahkan berterus terang, berhubungan dengan pacarnya yang kemudian menjadi suaminya, kurang memuaskan. Sehingga jika dia habis main dengan pacarnya di luar, pulangnya dia minta jatah untuk aku puaskan. Dia bertahan, bahkan sampai menuju perkawinan karena keluarga cowoknya kaya dan katanya cowoknya sangat pengertian.
Kehidupanku yang malang melintang menindih berbagai macam cewek, dari mulai abg sampai tante-tante.
Sejak umurku 15 tahun aku sudah memiliki mobil sendiri, dan uang jajan yang diatas rata-rata teman sebayaku. Urusan sekolah akhirnya aku abaikan sehingga aku drop out di kelas 3 SMA. Aku tidak peduli, karena uangku berlimpah, dan kawanku banyak.
Cerita kemewahan berakhir pelan-pelan sejak ayahku meninggal. Praktis keluarga kami tidak lagi memiliki penghasilan. Ibuku yang sakit-sakitan setahun kemudian juga mengikuti ayahku menuju alam baka.
Aku mendapat warisan yang lumayan, karena harta orang tuaku hanya dibagi berdua dengan adikku.
Kelihatannya milyaran rupiah dan harta property yang demikian banyak kumiliki cukup untuk menunjang hidupku. Namun nyatanya itu semua hanya bertahan 5 tahun.
Di akhir kehidupan mewahku, aku menjual mobilku dan kost di tempat yang tidak terlalu mahal. Dari kendaraan sport mewah di masa lalu, kini aku pasrah memiliki motor bebek yang kubeli dari teman dengan harga miring.
Mungkin karena tampilanku yang agak macholah maka aku tidak dijauhi para wanita. Teman-temanku dulu malah sering mengajakku berburu cewek. Aku yang diumpan agar cewek tertarik. Kelihaianku mengolah kata dan penampilanku yang simpatik, sulit ditolak oleh cewek mana pun yang kami dekati.
Aku memiliki teman-teman yang sama hobinya, yaitu ngewek kemana-mana. Kami bertiga bahkan sering menggarap seorang cewek. Semua biaya yang menanggung adalah Doni, karena dialah yang paling berduit.
Diantara sekitar 5 orang cewek yang sering kami jadikan obyek party sex, ada yang paling menggairahkan, dia adalah Winda. Bodynya paling bagus, mainnya paling oke, dan wajahnya cakep. Dia paling gampang diajak kerjasama, sampai sampai anus dan vaginanya kami pakai bersamaan, dia sih oke-oke saja.
Kelihatannya dia naksir aku. Itu kuketahui, dia sering diam-diam mengajakku kencan dan kami menyewa motel, dia yang membiayainya. Wajar saja, tampangku paling oke diantara teman-teman dan kemampuan sex ku juga diatas mereka semua.
Malapetaka atau anugerah, aku tidak tahu. Tapi yang jelas, Winda hamil dan dia menuduhku sebagai orang yang menghamilinya. Aku sudah berusaha berkilah, tapi Winda tetap bersikeras menuduhku yang menghamilinya. Dia dan keluarganya meminta aku bertanggung jawab. Aku tidak sampai hati membeberkan kebiasaan kami yang sering party dengan Winda kepada orang tuanya..
Singkat cerita akhirnya aku menikah dengan Winda di usia kehamilannya 4 bulan. Keluarganya cukup berada, sehingga sebagai hadiah perkawinan, kami mendapat rumah kecil agak di pinggir kota lengkap dengan isinya. Anakku kemudian lahir laki-laki dan ternyata ada kemiripannya dengan ku. Agak tenang juga hatiku, karena meyakini bahwa darah dagingku lah yang ada di Dimas demikian nama anakku.
Meski sudah memiliki anak, aku belum memiliki pekerjaan tetap. Pendapatanku hanya tergantung dari menjadi pialang orang mencari tanah atau rumah atau mobil. Syukurlah, Winda adalah wanita yang tangkas. Apa saja dikerjakan mulai menjual baju, tas atau apa saja. Hasilnya lumayan juga buat menunjang kehidupan kami sehari-hari. Pendapatanku tidak menentu, kadang-kadang dapat duit banyak, tapi lama kemudian tidak pegang duit sama sekali.
Pergaulan Winda yang luas dengan ibu-ibu menyebabkan rumah kami sering didatangi pelanggan Winda. Ada saja yang diobyekkan Winda , sehingga bisnisnya tidak pernah putus. Diantara ibu-ibu pelanggannya ada saja yang sering melirikku dengan pandangan penuh arti. Aku paham dengan pandangan seperti itu, tetapi karena mereka adalah relasi istriku, maka aku tidak berani macam-macam.
Suatu malam Winda menggamitku di tempat tidur. “ Pah aku mau ngomong serius, tapi papa janji jangan marah ya kalau tidak setuju,” katanya.
“Ngomong aja kok pakai janji segala, aku janji deh nggak bakalan marah, lagian mau ngomong apa sih,” tanya ku penasaran.
“Gini lho, papa tau enggak ibu Mira, janda yang sering beli barang-barangku. Dia kelihatannya tertarik ama papa. Aku iseng aja sebenarnya nawari, mau enggak jalan ama suami ku, Eh dia ternyata menanggapi serius. Dia malah mau kasi aku duit besar kalau dia bisa jalan sama papa,” kata Winda.
Jantungku berdetak kencang, karena terkejut, tetapi aku pendam sebisa mungkin agar nggak terlihat istriku. “Terus,” tanyaku.
“Ya itulah, papa mau nggak jalan sama dia, “ tanya istriku serius sambil meremas-remas batangku yang sudah makin keras.
“Lha mama gimana, apa nggak keberatan,” tanyaku pura-pura bloon.
“Nggak apa apa sih, yang penting papa mau, apalagi dia mau kasih duit gede, katanya,” kata istriku sambil mengelus-elus dadaku.
“Bener nih ma, nggak apa apa mama,”
“Ye orang gua yang nawarin, kok, ya nggak lah,” katanya.
Akhirnya kami berdua menyepakati untuk aku bersedia jalan sama Bu Mira.
Sekitar jam 11, ketika aku sedang santai di rumah dan istriku sudah jalan berbisnis, telepon masuk ke HP ku. “ Pa bu Mira sudah siap dia menunggu di hotel Cemerlang kamar 405, papa bisa enggak sampai di sana sekitar jam 12,” kata istriku dengan suara agak tergopoh-gopoh.
Hotel Cemerlang tidak jauh dari tempat tinggalku, sekitar 15 menit dengan sepeda motor, bisalah sampai di sana. Aku segera mandi dan mengenakan baju kaos ketat di padu dengan jeans. Penampilanku di usia 28 tahun terlihat kekar.
Kuketuk kamar 405 tepat jam 12 siang. Jantungku agak berdebar-debar. Bu Mira usianya sekitar 35 tahun, wajahnya ayu, dan tampilannya memang seperti ibu-ibu tajir. Dia mondar-mandir selalu nyetir sendiri Toyota Altis hitam. Aku sudah kenal dengan dia, tetapi tidak terlalu akrab,karena memang dia kolega istriku.
Tidak lama kemudian pintu terbuka, dan muncul wajah manis Bu Mira yang manis, “Eh dik, masuk-masuk, katanya menyilakan. Semerbak parfum menyergap penciumanku . Suasananya agak kaku, aku harus mengambil inisiatif untuk mencairkan suasana. Kuulurkan tanganku dan dengan gerakan yang tidak diduga kutarik badannya sehingga aku langsung mencium pipi kiri dan kanannya. Kesan akrab kuusahakan menghancurkan kecanggungan. Mulanya Bu Mira agak terkejut, tetapi dia melemaskan badannya dan pasrah ke dalam pelukanku lalu merelakan kedua pipinya yang wangi untuk ku kecup. Dengan merangkul pundaknya aku membimbingnya duduk di tempat tidur.
Bu Mira wajahnya memerah, mugkin dia masih malu. “ Bu santai aja, kita kan sudah dewasa, dan pertemuan kita kan sudah disepakati, jadi nggak usah merasa canggung,” kataku.
Dia menatapku sejenak lalu mencubit, pahaku, “ Ah mas Dicky ini bisa aja, biar gimana saya kan perempuan, “ katanya masih dengan roman muka malu.
“Mau minum apa mbak,” aku menawarkan minuman sambil berdiri menuju lemari pendingin di bawah televisi kamar hotel. “Eh enggak usah dik, eh aqua aja lah, yang digelas .Aku mengambil segelas kecil aqua dan aku sendiri, mengambil sekaleng bir. Aku memilih minum bir bukan mau sok-sok ke barat-baratan, tetapi aroma bir membuat bau mulut jadi agak menggairahkan. Siapa tahu aku nanti mengecup bibirnya, mulutku baunya jadi sensual.
“Gimana mbak bisnisnya, lancar,” tanyaku memecah keheningan sejenak. Bu Mira, seorang bisnis woman yang cekatan. Dia memiliki sebuah apotik dan satu minimarket. “ Yah biasa aja dik, ada naik turunnya,” katanya mencoba merendah.
“Mbak tiap hari sibuk dong ngontrol nya,” kataku sekenanya.
“ Ya itulah, kadang-kadang jalan macet yang bikin kesel, jadi rasanya badan cepet cape,” katanya. Tanpa menunggu komando kuraih kedua pundaknya lalu aku lancarkan pijatan ringan. Siapa pun akan merasa nyaman jika pundaknya dipijat, asal jangan terlalu keras. Merasa pundaknya aku pijat dia mengubah duduknya sehingga posisinya membelakangiku. Aku terus melancarkan pijatan sampai ke punggungnya. Mbak Mira terlihat menikmati pijatanku sampai dia menggeliat-geliat. “Eh ternyata Mas Dicky pintar juga mijat,” pujinya.
“Kalau mbak mau saya pijetin deh seluruh tubuhnya,” kataku menawarkan.
“Mau dong, enak kok pijetannya nggak sakit,” katanya.
Aku lalu menyarankan agar dirinya mengganti baju dengan kimono yang tersedia di lemari hotel. Mbak Mira bangkit meraih kimono lalu masuk ke kamar mandi. Aku melepas celana jeansku , sehingga tinggal celana boxer dengan kaus ketat.
“Mbak tidur telungkup deh, biar bagian belakangnya dulu yang aku pijat,” kataku memberi arahan.
Mbak Mira tidur telungkup sambil menjaga kimononya agar tidak tersingkap. Inilah perempuan. Meski tujuannya dia mau memakaiku, tetapi rasa malunya tidak bisa dia hilangkan. Aku maklum, memang begitulah perempuan, pembawaannya di awal selalu munafik.
Setelah berbaring telungkup aku memperbaiki posisi kimononya agar menutup tubuhnya maksimal. Dia membantu dengan mengangkat sebagian tubuhnya sehingga kimononya bisa lebih banyak menutup bagian bawahnya. Kedua tangannya menjulur kebawah.
Aku mulai memijat bagian telapak kakinya sambil menyesuaikan tekanan pijatan yang dia rasa nikmat. Mbak Mira tubuhnya ternyata mampu menerima pijatan yang agak keras. Kedua kakinya aku garap sampai batas lutut. Badannya mulai melemas dan pasrah oleh olah pijatku. Namun karena tidak ada cream maka pijatanku kurang maksimal.
Aku meraih tube cream body lotion yang memang tersedia di kamar hotel lalu kubalurkan ke bagian betisnya. Mbak Mira menggeliat-geliat menikmati pijatanku antara nikmat dan sedikit rasa sakit. Dari tekanan pijatanku terasa di beberapa tempat uratnya mengeras. Itu menandakan pimiliknya jarang dipijat dan terlalu banyak jalan.
Ketika kutanyakan hal itu, dibenarkan mbak Mira. “ enggak nyangka lho kalau dik Dicky pintar mijet, tahu gitu saya udah dari dulu minta dipijat dik Dicky,” ujarnya. Pijatanku mulai naik ke bagian paha, dengan menelusupkan tanganku dibawah kimononya. Aku menjaga tak sampai dekat dengan selangkangannya.
Setelah kedua kaki aku berpindah ke bagian tangan . Pertama tangan kanan dahulu lalu tangan kiri. Tidak ada yang ku-usilin dari memijat bagian tangan itu. Setelah keduanya aku mengatur agar tangannya ditekuk keatas seperti posisi orang angkat tangan menyerah. Aku mulai menggarap pundak, punggung lalu pinggang. Berhubung masih tertutup kimono maka pijatanku hanya menekan-nekan saja. “Mbak punggungnya mau diurut pakai cream? “ tanyaku.
“Boleh,” katanya.
Lalu pelan-pelan aku menarik kebawah kimononya dan membantu melepas ikatan di bagian depan. Terpaparlah punggung yang putih mulus dan di kedua sisinya menyembul daging buah dada yang kegencet badan. Mbak Mira ternyata sudah melepas BHnya. Aku mengurut punggungnya dengan cream dan sesekali menyentuh daging buah dadanya di sisi kiri dan kanan.
Dari punggung pijatanku turun terus sampai ke bongkahan pantatnya yang montok. Tanganku sengaja kumasukkan ke bawah celana dalamnya dan mengepal serta mengurut daging montok di kedua gundukan pantatnya. Bagian ini akan memberi efek rangsangan. Oleh karena itu dengan alasan mengurut pantatnya dia diam saja ketika celana dalamnya agak aku pelorotkan Aku meminta izin melepas kimononya dan dia mengangguk saja. Mbak Mira kondisinya sudah setengah telanjang tinggal celana dalam yang agak melorot sedikit. Dari belahan pantat aku memijat ke bawah ke bagian pangkal pahanya. Gerakan pijatan itu aku atur agar tidak mengesankan aku cari-cari kesempatan menjamah bagian terlarangnya. Sesekali tanganku meluncur sampai menyentuh belahan vaginanya. Mbak Mira terdengar mendesis tanpa dia sadari. Bagian itu sengaja aku perlama agar terus meningkatkan rangsangan. Ketika rangsangan sudah semakin meninggi aku melihat pantatnya berjungkat-jungkat ketika jariku menyentuh belahan vaginanya.
Aku menyiapkan tiga helai handuk yang terlipat panjang, sebelum memintanya berbalik menjadi telentang. Ketika dia telentang dengan sigap aku menutup bagian kemaluannya, bagian susunya dan helai handuk yang kecil menutup kedua matanya.
Aku kembali memijat dari bawah dari bagian kaki terus dengan cepat naik ke bagian pahanya. Ketika meminta izin melepas celana dalamnya, mbak Mira sama sekali tidak keberatan. Meski tidak bercelana dalam lagi tetapi kemaluannya masih tertutup handuk.
Giliran berikutnya adalah memijat dadanya. Mulanya aku tidak menyentuh bongkahan buah dadanya yang montok. Namun kemudian dia pasrah saja ketika penutup dadanya aku buka dan kedua bongkahan susunya aku pijat dan sesekali memelintir puting susu. Nafasnya mulai memburu. Aku terus turun ke perut dan bagian dadanya sudah tidak berpenutup lagi. Bongkahan susunya yang montok bergetar jika badannya menggeliat. Aku memijat ringan di bagian perutnya yang lembut lalu turun kebawah dan bagian selangkangan. Dengan gerakan sambil memijat, penutup bagian bawahnya akhirnya terbuka . Terpampanglah segitiga kemaluan dengan jembut yang lumayan lebat. Pemiliknya sudah tidak peduli. Aku memijat sisi kemaluannya di bagian kiri dan bagian kanan . Mbak Mira makin menggelinjang-gelinjang. Pelan-pelan jariku kuselipkan di lipatan kemaluan. Terasa berlendir basah di lipatan itu. Mbak Mira berjingkat-jingkat ketika jariku kugesekkan ke belahan memeknya.
Dia pasrah saja ketika kedua kakinya kulebarkan. Terpampang belahan merah muda memeknya dengan pinggiran berbulu jembut lebat. Dengan gerakan pelan, kepalaku kudekatkan ke memeknya dan juluran lidahku langsung menyentuh ujung clitorisnya. Mbak Mira mengeluh dan merintih akibat serangan lidahku ke clitorisnya. Aku terus menyerang clitorisnya dengan jilatan mautku, sampai dia mencapai orgasme.
Penutup matanya dia buka, matanya terlihat sayu. “ Dik permainanmu halus sekali, saya puas sekali. Sudah lama sekali saya tidak pernah mencapai kepuasan seperti ini,” pujinya.
“Kalau mbak mau bekerjasama aku bisa mengantar mbak ke tingkat kepuasan yang lebih tinggi,” kataku.
“Ah masak sih ada kenikmatan yang lebih dari ini,” tanyanya dengan wajah tidak percaya.
”Mari kita coba mbak, yang penting mbak pasrah dan menikmati apa yang dirasakan,” kataku.
Dia menutup mata, lalu kedua jari ku, jari tengah dan jari manis ku colokkan masuk ke dalam lubang vaginanya yang sudah licin oleh pelumas vagina. Pelan-pelan kucolok keluar masuk sambil mencari pusat titik kenikmatan di dalam vagina yang dikenal dengan Gspot. Mulanya mbak Mira diam saja. Tidak lama kemudian dia mulai bersuara, merintih, mendesis. Gerakan tanganku tidak lagi mencolok keluar masuk, tetapi menekan-nekan keatas langit-langit dinding vaginanya sampai badannya agak terangkat karena gerakanku yang kasar. Dia makin merintih dan suaranya makin berisik lalu berteriak-teriak nikmat. “ Aduh-adduh aku nggak tahan, aduh rasanya kebelet pipis, dik aku nggak tahan dik aaaahhhhhhh” bersamaan dengan itu menyemprotlah cairan seni mengenai tubuhku. Untung kausku sudah kulepas, sehingga semburan kencingnya mengenai seluruh tubuhku termasuk sebagian masuk ke mulutku. Aku sudah tahu risiko itu dan aku suka oleh semprotan itu.
“Dik maaf banget ya dik aku nggak bisa nahan, abis nikmatnya udah nggak kebendung banget, emang bener dik rasanya luar biasa dan lebih nikmat dari yang tadi aku rasakan. Seumur-umur baru sekali ini aku ngrasain, kata Mbak Mira.
Rasanya badanku lemes banget dan ngantuk, kata mbak Mira.
Aku tidak mempedulikan apa yang dia ocehkan, kecuali langsung menyergap mulutnya lalu aku lumat dalam dalam. Mbak Mira membalas dengan penuh gairah. Puas memagut bibirnya aku turun memilin kedua putingnya dengan jepitan mulutku. Sambil begitu aku melepas celanaku sehingga batangku yang sudah mengeras langsung menempel ke paha mbak Mira. Dia berusaha meraih kontolku tetapi tangannya tidak sampai. Kunaikkan badanku dan mengarahkan penisku ke mulut vaginanya. Dia ikutan meraih kontolku dan menggenggamnya. “ Ih besar bener senjatamu dik, “ katanya sambil membantu mengarahkan ujung penisku memasuki vaginanya.
Aku harus bersabar menekan penisku, karena lubang vaginanya belum terbiasa menerima benda asing yang cukup tegap. Pelan-pelan vaginanya menyeruak dan pemiliknya berkali-kali berteriak ooh oooohh oooh.
Aku memompanya perlahan-lahan dan makin lama makin cepat, Sambil mencari posisi yang menggesek Gspotnya. Pada posisi tekanan maksimal di gspotnya dia mulai gila berteriak mencengkeram sprei dan kepalanya menggeleng-geleng liar. Tidak sampai 5 menit dia sudah mencapai klimaks tertingginya lagi. Aku beristirahat sejenak. Lalu aku genjot lagi dia merintih sambil mengeluh badannya lemas sekali dan lelah, tapi karena nikmat dia masih mau lagi dan kembali dia mencapai orgasmenya dalam jeda hanya 2 menit. Aku menkonfirmasi, apakah mau disudahi apa diteruskan. “ Terusin aja dik sampai kamu keluar aku mau merasakan semburan hangat pejuhmu di dalam,” katanya.
Dia merintih-rintih sambil berkata, “ aku lemes banget dik tapi enak banget ah--aaah” katanya sambil terus menggoyangkan tubuhnya. Untuk mencapai klimaksku,aku berkonsentrasi penuh. Akhirnya gelambang orgasmeku datang dan batangku ku benamkan dalam-dalam sampai akhirnya menyeburlah cairan dari ujung penisku. Kelihatannya semburan itu membawa kenikmatan tersendiri bagi Mbak Mira, sehingga dia pun menjerit orgasme. Aku merasakan sekujur liang vaginanya berdenyut-denyut.
Aku benamkan sampai batangku agak mengecil. Ketika kutarik lepas penisku dari lubang kenikmatan, Mbak Mira sudah tertidur pulas. Dia terlentang telanjang dalam tidur yang dalam. Aku bangkit ke kamar mandi sambil menenteng handuk yang tadi ku gunakan untuk menutup sebagian tubu Mbak Mira. Setelah membersihkan bekas-bekas lender di sekitar kemaluanku, aku membasahi handuk kecil dengan air hangat. Handuk lembab dengan rasa hangat itu aku gunakan untuk membersihkan sekujur kemaluan Mbak Mira.
Aku masih tetap bugil tidur di samping Mbak Mira dan berdua dalam keadaan bugil tertutup selimut tebal. Mungkin dia merasa kehadiranku di sebelahnya sehingga dia tak lama kemudian mengubah posisinya, miring memelukku. Kepalanya dia letakkan di dadaku.
Aku pun terlarut dan ikut tertidur. Mungkin sekitar sejam kami tidur, Mbak Mira yang terbangun dahulu. Dia duduk dan meraih jam tangan di meja kecil sebelah tempat tidur. “ Aduh nggak terasa waktunya kok cepet bener ya, “ katanya.
“Kenapa mbak, santai aja lah,” kataku.
“Maunya sih gitu, malah pengen tambah lagi, tapi aku ada janji ama investor, gimana yaaaa,” dia bergumam sendiri.
Diraihnya HP nya lalu dia berbicara di HP, dari materi pembicaraannya dia seperti berkomunikasi dengan investor yang dia maksud. Mbak Mira kelihatannya minta menunda pertemuannya menjadi keesokan harinya. Mungkin disetujui oleh lawan bicaranya, sehingga di akhir pembicaraan dia mengatakan ‘ Oke pak terima kasih sampai besok,”.
Selesai pembicaraan itu . Mbak Mira langsung menelungkup di atas tubuhku dan menciumi wajahku sampai dadaku dan akhirnya dia menyingkap selimut. Dia menggenggam penisku. Di jilati ujungnya .Penisku masih terkulai, tetapi sudah setengah terisi. Dia menyantap p[enisku dengan lahap, dijilati seluruh batangnya sampai bagian kantung zakar, lalu berusaha melahap batangku. Tidak sampai setengah mulutnya sudah kepenuhan.
Diperlakukan begitu, batangku makin mengeras sampai akhirnya tegak. Mbak Mira mengambil inisiatif mengangkangiku sambil membimbing batangku memasuki tubuhnya. Dia kemudian bergerak liar sampai akhirnya terjerembab di atas dadaku karena oprgasmenya.
Di akhir pertemuan Mbak Mira berkali-kali memujiku sebagai orang yang pandai melayani wanita, bahkan dia terus terang mengatakan iri melihat keberuntungan istriku memperoleh ku. Sebungkus amplop yang kelihatannya cukup tebal diserahkan kepadaku.
Dengan halus aku tolak. “ Mbak kasih Winda saja mbak, jangan ke saya.”
“ Nanti bagian Winda ada lagi, ini terima saja, untuk ongkos,” katanya.
Aku dengan halus tetap menolak dan menyarankan agar diberikan ke istriku saja.
Akhirnya kami berpisah dan Mbak Mira mengatakan masih menginginkanku lagi. “Dik jangan kapok ya sama saya, aku masih penasaran,” katanya.