Riska, The Angelic Breeder

By Lucy Sunday, August 4, 2019
Dalam pelajaran Biologi SMP diajarkan karakteristik atau ciri-ciri dari makhluk hidup. Seingatku diantaranya adalah bernafas, bergerak, membutuhkan nutrisi, beradaptasi, berkembangbiak, dll. Dalam bab reproduksi dijelaskan bagaimana asal mula terbentuknya individu baru dengan cara seksual dan aseksual. Hewan dan manusia adalah makhluk hidup yang melakukan seksual reproduksi, tumbuhan pun melakukannya pada bunga dengan benang sari (jantan) dan putik (betina). Aku sangat tertarik pada pelajaran ini karena saat bab alat reproduksi manusia dijelaskan anatomi bagian bagian organ intim pria dan wanita serta fungsinya. Dari sana aku tahu bahwa lubang kencing dan sperma pria memiliki saluran yang berbeda. Aku tahu mengapa tiap bulan, wanita dewasa mengalami haid dan apa dampak yang dibawanya yaitu kulit mengencang dan bercahaya dan dada serta pinggul yang menonjol, suara berubah dari suara anak-anak menjadi suara wanita yang feminim dan tumbuhnya rambut di ketiak dan jembut di sekitar vagina bahkan anus. Untuk menghentikan haid, sel telur seorang wanita mesti dibuahi dengan sperma hingga tumbuh zigot yang merupakan calon anak. Selain itu wanita yang telah berumur lanjut akan alami menopause, berhenti haid dan kulitpun mulai mengkerut. Dari hasil belajarku di tempat lain (internet, radio, tv dan buku), aku ketahui juga seiring tumbuhnya janin di rahim, kelenjar menyusui wanita di dada akan aktif dengan memperbesar ukuran payudara si wanita secara alami hingga akhirnya dari puting wanita itu bisa keluar ASI untuk dikonsumsi sang dede bayi.



Pengalaman seksku pertama adalah di tahun 1999 lalu ketika usiaku 12 tahun dan masih duduk di kelas 1 SMP, aku adalah seorang siswi bernama Riska biasa dipanggil Icha, pindahan dari daerah ke SMP di kotaku. Tubuhku termasuk bongsor saat itu berparas ayu dan chubby, dengan payudara yang lebih besar dibandingkan gadis lain di sekolahan baruku dan kulit putih bersih dan rambut panjang bergelombang, aku menarik hati Toni Tompel, seorang anak "jeger / preman" di SMP baruku. Kelasnya bersebelahan dengan kelasku, dan dia selalu mendekatiku. Aku tertarik padanya karena kepemimpinannya pada teman-temannya di kelas itu walaupun secara fisik wajahnya standar. Toni berusia lebih tua dibandingkan anak kelas 1 SMP kebanyakan, hanya postur tubuhnya saja yang pendek sehingga sebaya dengan kami yang baru berusia 11-12 tahun. Setelah kami berpacaran, suatu sore saat jam istirahat sekolah jam 3 (kami masuk jam 12 dan pulang jam 5, upacara setiap hari Sabtu sore penurunan bendera) aku diajak Toni ke ruang Aula di belakang kelas kami. Aku dan Toni hanya berdua di dalam, teman-temannya dimintainya menjaga agar murid lain tidak masuk, herannya saat itu guru bahkan penjaga sekolahpun tidak ada yang mengetahui ruang Aula SMP dipakai aku dan Toni berdua.

Di ruang aula, aku dibawanya ke matras di pinggir tembok dekat pintu, aku hendak menangis saat dengan brutal Toni meremasi payudaraku dan kemudian menelanjangiku membuka kancing kemeja seragamku dan memelorotkan rok pendek dan celana dalamku. Namun Toni berhasil mengancamku agar jangan berisik.
"Tenang aja sayang... Toni cinta kamu kok..." bujuknya.
Di atas matras aula itulah aku pertama kali memperlihatkan vaginaku yang baru mulai ditumbuhi bulu pada seorang pria. Rokku sudah turun di betisku sementara mulut Toni menciumi mulutku sambil sesekali mencaplok puting payudaraku yang baru tumbuh. Aku tidak bisa memungkiri kenikmatan bercampur geli yang kurasakan saat itu terlebih lagi rasa tegang karena kami melakukakannya di aula sekolah.

Toni merayuku mengatakan aku akan menikmati cumbuannya, celana pendeknya diturunkan dan dengan agak memaksa penisnya yang berukuran lumayan dalam usianya saat itu dengan jembut lebih lebat dibandingkan milikku masuk ke lubang vaginaku yang masih tersegel perawan. Dengan agak susah dan aku yang juga penasaran mengangkangkan kakiku membuka vagina mungilku merasakan sakit nyeri saat kepala penis Toni beserta batangnya masuk menembus hymenku dan mengocok vaginaku dengan beberapa genjotan diiringi lenguhan tertahan.
"Sakit yang.... Perih" ringisku
Tampak darah menempel di pahaku dan selangkangan Toni saat ku tengok peraduan kelamin kami, aku pun menangis saat itu menahan perih. Selain perih, memang kurasakan geli yang menggelitik nikmat bersamaan dengan kocokan penis Toni di vaginaku hingga akhirnya Toni menumpahkan sperma belianya ke vagina mudaku yang terkoyak. Untuk beberapa saat aku masih menangis di atas matras, aku menutupi wajahku dengan sapu tangan milikku, vaginaku terasa perih saat itu. Toni menciumku dan memakai celananya kembali. Aku berusaha bangkit berhenti menangis dan mengelap darah serta sperma di selangkanganku dengan tisu lalu mengantongi tisu noda darah itu di saku rokku. Setelah merapikan pakaian dan berhenti menangis akhirnya aku dan Toni keluar ruang aula disambut teman-temannya.

Ternyata kejadian sore itu menyebar diantara murid sampai akhirnya aku, Toni dan teman-temannya dipanggil guru BP-BK (konseling). Kami dicecar pertanyaan dan orangtua kami diminta datang ke sekolah. Besoknya orangtua kami datang, ortuku marah besar padaku namun masih menyekolahkanku di SMP itu, sejak itu di SMP aku selalu mengenakan rok panjang biru dan kemeja putih panjang serta kerudung menutupi kepalaku. Namun tetap saja, hal itu tidak membuat aku kapok pacaran walaupun putus dengan Toni yang saat itu tidak naik kelas 2 dan pindah ke SMP swasta.

Di antara murid lain di sekolahan itu, banyak yang menganggap aku tidak melakukan seks di aula sore hari itu dengan Toni Tompel. Itu karena aku mengaku begitu pada mereka, kami di dalam hanya sebatas ciuman saja. Hingga aku lulus SMP, aku dan pacar-pacarku setelah Toni Tompel tidak pernah melakukan hubungan seks lagi.

Namun sejak pertama bersetubuh, nafsu seksku jadi besar dan aku melepaskannya dengan menggesekkan vaginaku pada bantal guling di kamarku sehingga aku ngompol nikmat. Aku bebas melakukannya karena di dalam kamar, aku selalu mengunci pintu dan melepas celana ku hingga tak bercelana dalam lagi. Biasanya sebelum tidur setelah buang air, aku akan mengunci kamarku dan naik ke atas ranjang tanpa bercelana lagi. Aku tindihi bantal gulingku dan menggerak-gerakkan pinggulku di atas bantal guling itu maju mundur hingga berputar-putar merangsang vaginaku dan klitoris yang ada disana hingga aku merasakan nikmat dari syaraf di daerah kemaluanku dan terlelah untuk tidur.

Kemudian aku masuk SMK aku sudah tidak berkerudung seperti saat aku di SMP lagi. Pada saat kelas 2 SMK, aku dipacari temanku bernama Herdi, dan suatu hari ketika kami ikut berwisata dengan kakaknya dengan mobil sedang berada di parkiran mobil yang sepi saat itu, Herdi memaksaku bersetubuh, aku yang saat itu dengannya duduk di kursi belakang mobil hanya memakai kaos dan celana pendek berbahan kaos agak tebal ketat. Dia mempelorotkan celana pendek dan CDku sambii mengeluarkan penisnya dari celananya. Itu adalah batang penis kedua yang pernah kulihat sehabis milik Toni Tompel. Ukurannya sedikit membuatku ngeri, karena Herdi adalah atlet basket fisiknya pun prima. Vaginaku sudah basah saat diraba oleh tangannya. Bibir vaginaku memang agak menjuntai tapi jembutku yang cukup rimbun menghalangi pemandangan itu. Klitorisku yang mengembang diusap lembut tangan Herdi membuat aku kelonjotan geli. Kukira dia hendak mengoral lubang vaginaku karena ku disuruhnya menungging di atas jok mobil, ternyata badan Herdi agak berdiri dan jarinya mengarah pada lubang anusku yang masih rapat. Tanpa jijik dia mencolok jarinya disana dan membasahinya dengan lendir dari vaginaku ditambah ludahnya. Aku mulai tersadar anusku akan dipaksa menerima penis besarnya, aku takut sekaligus excited dibuatnya. Benar dugaanku, Herdi menuntun kepala penisnya ke lubang pengeluaranku dan mendorongnya perlahan.

Lubang anusku dipaksanya membuka dijejali kepala hingga sebagian batang penisnya. Herdi mendesah keenakkan, sementara aku merasakan nyeri hampir sama dengan saat Toni memperawaniku di aula SMPku dulu. Herdi mengocok penisnya didalam sana beberapa kali walau hanya sebagian yang bisa masuk, bongkahan pantatku ditepukinya dan diremasinya kencang kencang, hingga kocokan penis Herdi disana semakin kencang dan dia berejakulasi di liang pantatku.

Aku bingung, marah dan kesal padanya karena memperlakukanku seperti itu namun Herdi membujukku dan menenangkan hatiku. Dia menciumi mulutku dengan kasih sayang sesudahnya, dan membersihkan noda yang telah kami buat di situ dengan tisu. Hingga beberapa bulan kami berpacaran kami tidak pernah melakukan aktifitas seks apapun.

Di kelasku saat itu kelas 3 SMK, jumlah wanita hanya empat sementara laki-lakinya ada empat puluh. Maklum saja aku bersekolah di sekolah kejuruan teknik. Walaupun sedikit, namun aku dan siswi lain disini menurutku bertampang lumayan walaupun ada satu teman ceweku itu berkulit gelap tapi keempat perempuan di kelasku cantik dengan dimodali bentuk tubuh yang tengah mekar. Keempat siswi di kelasku tidak berkerudung, tapi beberapa siswi di kelas lain berkerudung. Seragam para siswi SMK ini tidak sama dengan SMA lain, selain rok, kami juga memiliki celana panjang abu-abu. Setiap siswi diharuskan berambut pendek. Yang paling seksi menurutku adalah seragam olahraga kami yang ketat, sangat menonjolkan pinggul dan payudara kami yang sudah berkembang di usia itu, 17 tahun. Setiap memakainya, aku merasa pede memamerkan perkembangan tubuh ku ke setiap orang. Di bidang olahraga ini, para murid perempuan hanya jadi penggembira, lari paling belakang, tidak ikut permainan futsal, bola, basket ataupun cheers karena hanya sedikit.

Sebagai wanita di kelas yang mayoritas pria, aku sangat merasa dimanjakan karena pekerjaanku dalam pelajaran sering dibantu teman-temanku. Bahkan pulang pergi sekolah, aku diantar membonceng motor matic teman sekelasku, Imam. Dia adalah teman SMPku juga, sekaligus teman sekomplek yang berasal dari daerah Sumatra dengan paras wajah yang tegas dan kulit kuning langsat, kami sudah sangat dekat sebagai teman bermain. Dia punya pacar anak SMA yang lebih feminin dariku, aku pernah dikenalkannya dia berkulit putih, rambut panjang bergelombang dengan memakai rok seragam pendek dan saat itu dia menggunakan jaket dan tas warna pink, hapenya pun pink. Karena tahu rumahku dan Imam sekompleks dan juga sekelas di sekolah, dia tidak masalah aku dibonceng pacarnya.

Pacarku sendiri adalah kakak kelasku bernama Deden yang kini bekerja di salah satu perusahaan di kota kami sebagai operator. Kulitnya hitam dengan postur tubuh tidak terlalu tinggi anmun kekar. Dia dulu termasuk anak nakal di sekolahan. Selama berpacaran denganku beberapa bulan ini, aku dibawanya ke tempat-tempat wisata di daerahku selain ke tempat keramaian. Aku kembali merasakan hangatnya sperma mengisi lubang rahimku dengan Deden di saat kami berlibur di pemandian air panas dan sore itu kami berbagi kamar bilas dan disanalah aku digarap sambil berdiri. Aku menikmati permainan seks Deden karena dia berlaku lembut dalam menjamah badanku, aku diperlakukannya seperti seorang putri.

Dirumahku pun, selama berpacaran dengannya saat aku duduk di kelas 3 SMK, Deden rajin menggagahiku di kamarku beberapa kali. Kamipun melakukan seks dengan foreplay beragam, oral sex satu sama lain, 69, handjob, frechkiss, habis vaginaku dikobeli jari jari tangan Deden yang kasar lalu diakhiri dengan penis hitamnya ejakulasi di dalam rahimku. Selain berlaku lembut dalam menggagahiku, kadang Deden juga berlaku brutal dengan memukuli pantatku sampai merah atau menggenjot mukaku dengan brutal saat kuoral, aku selalu protes jika diperlakukan begitu. Ketika itu aku telah hampir lulus SMK. Sedangkan selama itu aku tidak khawatir akan hamil, karena aku cermat dalam mengatur jadwal ML dengan kalender kesuburanku. Hanya saja karena pikiranku sibuk dengan ujian SMK dan SPMB, di bulan-bulan terakhir masa sekolahku aku tidak terlalu memperdulikan siklus kesuburanku saat bermain cinta dengan Deden di ranjang. Rumahku memang sepi terutama di jam kerja, karena kedua orang tuaku pegawai kantoran.

Hingga suatu hari, ketika aku membonceng motor matic Imam untuk pergi ke kampus PTN pagi-pagi untuk mengikuti SPMB, Aku saat itu memakai dress dengan belahan depan agak terbuka, saat ku menunduk orang bisa melihat belahan dadaku. Saat itu tanpa kusadari ada bekas cupangan Deden di dekat leherku, dan Imam memperhatikannya.
"Wiih, cha, habis tempur yah kamu... Itu ada oleh-oleh deket leher"
"Mana... Enggak kok ini cuma bekas gatel aja" Jawabku tengsin sambil ngaca di spion kanan motornya. Tanpa kusengaja belahan dadaku langsung ditatap oleh mata Imam, kudengar dia menelan ludah sangat jelas dan buru-buru aku menjauh dari sana.
"Masa Imam nafsu sih ke aku... Kan udah dapet dari pacar kamu..."
"Beda ah, ingin ngerasain punya anak SMK, hehehehe"

Aku tidak menanggapinya, tapi dalam perjalanan di atas motor itu, tidak seperti biasanya aku lebih memeluk pinggang Imam sambil agak menekankan dadaku ke punggungnya. Aku sebenarnya sempat naksir sama Imam saat di SMP, dia adalah murid yang pintar dan berprestasi di cabang Taekwondo. Yang aku suka darinya adalah sikapnya yang ceria, dan wajahnya yang relatif tampan dengan tubuh agak gempal dan rambut keriting. Saat kelas 2 SMP dia jadi juara se-kota kami namun di kejuaraan selanjutnya tangannya cedera patah tulang dan harus absen ikut kejuaraan lagi. Aku minder padanya karena skandal ruang aulaku dengan Toni, sehingga aku agak menjaga jarak dengannya saat itu.

Setelah mengurusi persyaratan ujian seleksi dan pulang, kami berhenti dulu di tempat jajan sekalian berteduh dari hujan yang datang tiba-tiba. Bajuku agak basah sehingga membuatku kedinginan, jaket yang kukenakan basah sebagian.
Di tempat itu kami ngobrol tentang teman-teman seangkatan yang telah bekerja dan beberapa telah menikah. Kami juga sedikit menyinggung keadaan pacar-pacar kami. Dia tengah galau pacarnya akan pergi melanjutkan kuliah di luar kota, tapi Imam sendiri berencana kuliah di kota kami. Dia mengungkapkan sangat mencintai pacarnya yang sekarang namun pacarnya sepertinya gak akan bisa menjalin LDR. Aku tidak terlalu mempermasalahkan, karena fikiranku sendiri melayang pada Deden pacarku yang berencana melamarku setelah kululus SMK. Bagiku, Imam hanyalah pacar impian dan hanya teman biasa saja. Entah apa pandangan Imam padaku.

Setelah tiba di rumahku pukul 3 sore, ternyata rumahku sepi. Ayah ibuku tengah menengok kakakku yang telah berkeluarga dan tinggal di bagian lain dari kota kami. Imam kuajak masuk sebentar sambil basa-basi. Aku melepas jaketku dan mengambilkannya minum, dengan tanpa sengaja payudaraku kembali menjadi santapan mata Imam di kursi tamu.

Dia kuminta ke kamarku untuk mengopikan file foto kelas kami dari flashdisknya ke komputerku. Sampai di kamarku, agak rikuh Imam bertingkah karena ternyata ada beberapa barang milik Deden di kamarku seperti parfum, kaos, rokok, dan buku-buku bekas sekolahnya dulu. Aku menawari Imam nonton film di komputerku itu, Imam mengiyakannya. kami duduk di karpet yang tergelar sambil menonton film India. Tanpa sadar, aku dirangkul oleh Imam sambil menggesek-gesek dan meremas tangannya ke lenganku saat menonton. Aku jadi tidak konsen lagi pada film dan menatap Imam bingung. Tanpa kuduga, mulut Imam menyosor mulutku dan kami berciuman untuk sesaat dengan syahdu seiring alunan suara dari film di komputer.

Perasaanku sangat bahagia karena dicium Imam, dan aku yakin percumbuan ini akan bermuara pada kenikmatan yang lebih besar. Sambil kuraba wajahnya, ciuman kami mengganas diiringi desahan nafsu kami berdua. Perlahan baju kami dipreteli satu-satu sehingga polos utuh. Agak malu aku saat Imam melihat jembutku yang tebal, dengan syahdu kukulum penis Imam yang sudah mengeluarkan precum, kuhisap helmnya hingga Imam merasakan ngilu dan geli. Sementara Imam meremas kedua toketku dan mengatakan milik pacarnya tida sebesar milikku. Aku ingin membuktikan permainan ranjangku lebih hebat dibandingkan pacarnya yang 'sok princess' itu.

Setelah mengoral penis Imam untuk beberapa saat, kakiku kukangkangkan. Aku ingin melihat inisiatif Imam, ternyata dia langsung mengarahkan penisnya kesitu sambil menciumi payudaraku. Satu jarinya dia simpan di mulutku dan kuhisap saat penisnya berhasil bersarang di liang vaginaku. Dia menggenjot penisnya dengan semangat sambil menghisapi payudaraku hingga kami orgasme. Menindihi badanku sambil menggenjotkan kelamin kami, Imam akhirnya menumpahkan spermanya di vaginaku, sementara aku orgasme beberapa kali saat digenjot olehnya.

Setelah penisnya dicabut, dia berterimakasih padaku telah mengizinkannya keluar di dalam mengisi vaginaku, satu hal yang selalu ditolak oleh pacarnya. Ketika kami melihat monitor komputor ternyata film sudah selesai sejak beberapa menit yang lalu dan ternyata durasi persetubuhan kami cukup panjang. Aku salut pada stamina Imam yang dapat bertahan selama itu.

Sebelum pulang kerumahnya, Imam kuminta untuk kuoral sex penisnya. Kupandangi dengan seksama penisnya dalam genggamanku, ukurannya agak lebih panjang dari milik Deden dengan totol totol disekitar leher penis cukup banyak bentuk batangnya tebal dengan otot. Kuciumi helm penis Imam lalu setelah berusaha dengan rahang, lidah dan sedotanku penisnya tidak juga takluk-takluk. Karena berabe bila kutinggalkan menegang begitu, akhirnya kami kembali bersetubuh. Di ronde kedua ini, Imam berkali-kali merubah gaya main dari doggie, WOT, berdiri, monyet manjat pohon, konvensional, dan akhirnya dia ejakulasi saat kakiku diangkatnya dijepit badan kami berdua. Badanku sudah sangat lelah dilanda serentetan orgasme hebat namun kenikmatan yang kudapat sangat luar biasa. Imam akhirnya benar-benar pulang setelah jam 7 malam.

Setelah aku lulus SMK pada 2004, ternyata aku tidak lulus ujian SPMB sedangkan Imam dan pacarnya diterima. Deden yang telah bekerja kemudian memberanikan diri memboyongku ke jenjang perkawinan. Sementara itu sebelum memberitahu Imam bahwa aku dilamar nikah oleh Deden, senior kami. Disaat Deden sedang mendapat shift bekerja, aku meminta Imam mendatangi rumahku, kami bercumbu laiknya suami istri di kamar.

"Selamat ya Imam, kamu diterima di Teknik Mesin Universitas Abc... Aku mau kita ngerayain ini"
"Makasih cha... Oh iya sekalian aku juga bawa minuman buat ngerayainnya" Sambil mengeluarkan botol cocktail dari tasnya. Imam lalu memeluk tubuhku dan menciumiku. Ooh rasanya sangat bahagia bisa dipeluk dan dicium semesra ini olehnya, sang cowok impianku.
"Aku kayanya bakal putus cha, sama pacarku.. Dia sekarang udah nyuekkin aku" Imam curhat
"Imam... Aku juga mau ngasih tau kamu hal penting, sebenarnya aku udah dilamar a Deden, ortuku juga setuju pernikahan kami, makanya sekarang aku mau buat pesta perpisahan sama kamu..." sambungku dengan mata berkaca-kaca dan juga perasaan haru.
Ku tatap mata Imam dengan waswas, kudapati dari memandang matanya dalam-dalam Imam merasa terluka dengan kenyataan ini, adakah dia juga mencintai aku. Ku sangkakan awalnya Imam hanya menganggap hubungan kami friends with benefits, teman yang bisa diajak main diatas ranjang. Adakah selama ini diam-diam dia juga mengharapkan aku menjadi pendamping hidupnya. Akupun mulai menangis sebelum kami meminum cocktail yang dibawanya.

Efek dari minuman itu terasa kemudian, badanku menghangat dan pikiranku ringan. Kami saling mencumbu di atas kasur di kamarku. Kuciumi mulut Imam dengan buas sambil menelanjangi badannya yang berisi. Dia pun menelanjangi diriku hingga telanjang bulat. Vaginaku disantapnya dengan mengarahkan mukanya ke lubang vaginaku, kurasakan kliorisku geli menggeseki hidungnya.
Imam bangkit dan mengambil sesuatu dari tas yang ia bawa, ternyata pisau cukur beserta foam cukur, dia membawaku duduk di karpet dengan mengangkang dan melapisi jembutku dengan foam lalu mulai mencukur dengan alat cukurnya. Rambut dan foam yang tercukur dia wadahi dengan koran sampai vaginaku benar-benar bersih tanpa rambut, aku ditunggingkannya dan jembut dekat anusku pun dicukurnya hingga bersih.
"Suka gak cha, casing baru memek kamu?"
"Ah...Imam, malu tau kaya punya bocah..."
Imam membersihkan koran dan sisa cukur jembutku, lalu membuangnya. Vagina botakku dibasahinya dengan tisu basah sebelum disodoki dengan penisnya yang mengeras. Beberapa menit lamanya Imam menggenjot, aku mencapai orgasmeku dan mendorong penis Imam keluar. Kami break untuk beberapa saat dengan minum dan penis Imampun perlahan mengkerut.
Aku bawakan foam dan pisau cukur tadi ke Imam dan ingin balas dendam menggunduli penisnya. Setelah diberi foam cukur, jembut di penisnya kucukur gundul juga lalu kubersihkan dengan air. Setelah itu aku mengoral penis Imam hingga dia kelojotan dan memegangi kepalaku menekan-nekan selangkangannya ke mukaku. Babak olah rasa yang tadi terpotong break, kami lanjutkan kembali. Dengan menduduki batang penis Imam yang duduk di ranjangku aku menggenjotkan vaginaku pada penisnya hingga Imam berejakulasi di rahimku. Kami berciuman layaknya kekasih yang saling merindu karena mesti berpisah.

Persenggamaanku kali ini dengan Imam kurasakan lebih singkat dibandingkan persenggamaanku dengannya sebelumnya, barangkali dia tengah kurang fit sehingga cepat keluar. Wajahnya memang agak memucat, apalagi setelah tahu aku dilamar. Kami menikmati perpisahan kami dengan saling berciuman sekali lagi, sore harinya aku mengajak Imam dengan motornya mengelilingi kota jalan-jalan. Kami menghabiskan waktu dengan melihat sunset dari daerah perbukitan di kota kami dan bercengkrama di warung di atas bukit seperti laiknya pasangan kekasih lain yang ada di sana.

Deden, pacar asliku tidak mencurigai hubunganku dan Imam. Setaunya kami cuma teman sekelas yang tinggal sekompleks. Ketika kami bercumbu di kamarku, agak kaget dia mendapati penampilan baru vaginaku yang botak tanpa jembut. Di sedotinya lubang kawinku serta klitoris sampai mengeluarkan juice nikmat orgasmeku. Aku membalasnya dengan mengoral penisnya, jembut di sekitar batangnya basah karena ludahku dan sebagian bulunya menusuk-nusuk lubang hidungku. Setelah cukup berforeplay, aku mengangkangi penisnya yang sudah menegang dan menunjuk ke atas dengan congak. Penis Deden meskipun berkulit hitam namun ukurannya standar, tidak jauh berbeda dengan penis milik Imam. Dari permainan lembutnya aku mendapatkan orgasme kembali dan ketika Deden akan ejakulasi aku berbalik hingga ditindihnya. Mulutku diciuminya bersamaan dengan mengalirnya cairan sperma Deden memenuhi lubang rahimku yang kini gundul tak berbulu.


Beberapa minggu kemudian aku resmi melaksanakan pernikahan dengan pacarku Deden yang kupacari hampir setahun. Pernikahanku dilaksanakan sederhana dengan mengundang hanya keuarga kedua mempelai. Deden ngebet menikahiku karena tuntutan orangtuanya yang menganggap pekerjaan Deden cukup mapan sehingga sudah waktunya menikah. Ortukupun menganggap pernikahan adalah hal yang cocok buatku daripada gonta-ganti pacar melulu. Setelah menikah, aku dan Deden tinggal di rumah mertuaku, bersama ortu Deden disana tinggal juga kakak wanitanya yang masih telah menjanda bernama Awit.

Kakak iparku adalah seorang guru di sebuah sekolah swasta, berpostur tinggi langsing berkerudung dengan aset payudara dan pinggul yang berisi walaupun kulit gelap namun manis dan menarik. Dibalik kerudungnya, rambutnya ikal bergelombang sebahu. Suaminya meninggal karena suatu kecelakaan lalu lintas bersama teman kantornya sepulang memancing di sebuah danau. Teh Awit belum menikah lagi walaupun usianya masih 33 tahun sementara itu setahuku sekarang dia mempacari lelaki muda tetangga Deden bernama Yogi berusia 28 tahun dan bekerja sebagai PNS di instansi pemerintah.

Beberapa bulan setelah pernikahan aku mendapat telat bulan yang pertama. Kami sekeluarga sangat bahagia, aku menyiapkan diri mengandung jabang bayi, dengan mencari tahu tips tips hamil sehat. Di bulan-bulan awal kehamilanku setiap kali aku dan Deden bersetubuh, aku minta untuk lebih lembut dan tidak ejakulasi di dalam rahimku. Hingga perutku membesar di bulan-bulan kehamilan tua, Deden masih rajin mengocoki vaginaku dengan penisnya dengan posisi yang aman seperti aku duduk atau terlentang dengan mengangkang, ataupun doggie dan MOT yang intinya genjotan kami berkurang kebrutalannya.

Kudapati payudaraku yang memang besar, semakin membesar saja seiring kehamilanku. Deden mempraktekkan pijatan pijatan pada payudaraku guna meringankan ketegangan ototku dan memperlancar ASI nantinya. Hingga beberapa bulan setelah perkawinan kami, lahirlah anak kami perempuan yang dinamai Irma Deniswari. Kulitnya putih sepertiku dan juga cantik kelak seperti bundanya.

Selama hamil, kegiatanku otomatis hanya diam di rumah sementara Bapak dan Ibu mertuaku menjaga kios yang mereka miliki di pasar, Teh Awit rutin berangkat pagi pulang sore, sementara suamiku berangkat kerja sesuai shift pekerjaannya. Pada hari-hari tertentu Yogi datang mengapeli teh Awit, biasanya mereka berpacaran di ruang tamu mengobrol sambil nonton teve.

Hingga pada suatu malam Minggu, suamiku sedang shift malam sementara aku baru saja kembali dari rumah orangtuaku setelah diminta ibuku untuk membantu memasak selametan. Aku pulang ke rumah mertuaku pukul 8 malam dan masuk kedalam rumah dengan kunci duplikat yang kupegang, tanpa sengaja aku dapati teh Awit dan Yogi sedang mengayuh asmara di kamar teh Awit sebelah kamarku dan suami. Saat itu posisi pintu kamar teh Awit setengah terbuka dan Yogi tidur telentang di ranjang bertelanjang sedangkan teh Awit menaiki badannya menunggangi penis Yogi dengan menaik turunkan kelaminnya menggenjot sambil buah dadanya diremasi Yogi.

Aku agak heran, mereka berani melakukannya padahal jam 9 nanti kedua mertuaku akan pulang dari kiosnya. Aku berlagak tidak melihat keduanya dan berlalu ke kamar mandi untuk pipis namun kutangkap sekilas Yogi tersenyum melihat wajahku dari ranjang. Setelah selesai pipis dan berganti pakaian santai, aku ke ruang tamu menyetel teve, sementara pintu kamar teh Awit sudah tertutup rapat. Teh Awit menyusul ke ruang tamu lalu berbincang ringan denganku, Yogi menyusul kemudian dengan tersenyum. Pakaian Yogi dan teh Awit sama-sama rapih, rupanya mereka masih akan pergi keluar malam-malam begitu.

Suatu hari, ditengah hamil tua di kamar mandi kuperhatikan bahwa jembutku sudah mulai menebal menutupi area vaginaku, aku mengetahuinya lewat kaca yang ada di kamar mandi yang berukuran sebadan. Hari itu, hari Sabtu sehingga teh Awit dan Yogi libur bekerja, sementara Deden masih bekerja. Selesai mandi aku melap tubuhku dengan handuk dan melilitkannya ke tubuhku. Biasanya aku tidak keluar kamar mandi dengan berhanduk saja, namun kali ini aku sedang ingin nakal di depan Yogi. Benar dugaanku, Yogi tersenyum dan kupikir dia terpesona melihat tubuhku yang membulat hamil tua basah habis mandi dengan rambut sebahu dan kulit tubuh yang putih bersih. Yogi sedang membuat kopi di dapur
"Abis mandi nih cha, bentar lagi lahiran nih udah gede gitu perutnya" katanya berbasa basi.
"Iya nih a Yogi, sekitar tanggal 22 nanti"
"Mudah-mudahan normal, selamet yah cha lahirannya, Deden harus rajin ya cha udah deket gini"
"Siaga, diamah a... Icha pengen apa juga langsung diturutin... Mangga ah a Yogi" sambilku lalu berlalu

Ternyata Yogi tidak seagresif yang kuharapkan, sementara aku kecewa karena niat nakalku mentok, hehe. Akhirnya aku menjalani proses kelahiran di rumah sakit terdekat secara normal dan selamat. Orangtua Deden dan ortuku sangat bahagia dengan kelahiran cucu mereka. Setelah pasca melahirkan, aku mulai belajar mengurusi anakku dengan bantuan Ibu mertua. Aku memberinya ASI eksklusif dan perawatan bayi secara tradisional dengan popok cuci, dll. Kehidupanku terasa lebih berarti dengan kehadiran Irma. Selain itu teh Awit di usianya yang 33 namun belum sempat melahirkan karena beberapakali keguguran juga turut bahagia dengan kehadiran Irma, anak adiknya. Dia sangat senang menggendong mengasuhnya seolah-olah Irma adalah anak sendiri.

Selama menyusui, sifat nakalku terbit kembali karena kadang aku harus menyusui di depan Bapak mertua dan juga Yogi. Pakaianku berubah kini, menjadi kaos-kaos longgar, atau kemeja berkancing sehingga memudahkan mengeluarkan payudaraku untuk memberi ASI. Reaksi Yogilah yang paling kutunggu, benar saja dia salah tingkah mendapati putingku dengan aerola yang besar dikemuti Irma. Sementara aku cuek.

Perselingkuhanku dengan Yogi terjadi juga saat teh Awit masih bekerja dan hanya aku sendiri yang berada di rumah mengurusi Irma. Deden suamiku ada di kamar sebenarnya, dia sedang tidur karena baru pulang shift malam bekerja. Ketika itu Irma sedang tidur dan Yogi datang katanya cuman untuk maen menunggu teh Awit pulang, di kamar mandi ketika aku hendak mandi Yogi ikut masuk dan menciumi mulutku sampai ku tak bisa berteriak. Susuku diremasinya begitu juga dengan pantatku.
"Cha, a Yogi ga tahan pengen ngerasain Icha, Icha jangan ngelawan yah"
Aku sih didalam hati sisi nakalku justru gembira berhasil menggaet Yogi dan vaginaku mulai basah. Yogi menelanjangi dirinya hingga polos lalu celanaku dipelorotinya hingga vaginaku terpampang dan dia menciuminya. Kubuka baju atasanku sendiri dan menggantungnya. Kedua pahaku menjempit kepalanya sambil berpegang pada tembok, usil kukencingi wajahnya sementara Yogi masih dibawah sana diam saja hanya meremasi pantatku. Setelah itu dia bangkit dan menciumi mulutku, aku harus merasakan kesatnya urin sendiri yang menempel di bibir Yogi. Penisnya kukocok dengan tangan hingga berdiri. Pindah dari mulutku, mulutnya kini mencaplok payudaraku yang kanan dan dia menghisap ASIku keluar. Penisnya kutuntun ke arah vaginaku dan bless, aku disetubuhinya sambil berdiri. Mulutku menggigit bahunya agar tidak berisik keluar saat orgasme kuraih. Sementara saat Yogi berejakulasi di dalam rahimku, tanganku menutup mulutnya agar tidak terlalu berisik. Aku keluar kamar mandi duluan dan hanya membersihkan tubuhku seadanya menunda niat untuk mandi, ternyata situasi masih aman.

Suatu malam, Deden pulang dari kantornya dengan bau minuman keras di mulutnya. Dia bersikap sangat kasar padaku dan anak kami yang masih bayi. Aku digarapnya dengan buas di kamar kami malam-malam, sementara Irma menangis mendapat perlakuan kasar ayahnya. Teh Awit datang mengasuh Irma dengan menggendongnya, sementara di ranjang tubuh bagian bawahku yang telanjang digenjoti oleh Deden dengan buas. Agak merah mukaku megetahui kegiatan kami disaksikan teh Awit, namun Deden tidak peduli sementara kakaknya membawa Irma menjauhi kami. Baru tahu aku mengenai kebrutalan suamiku seperti ini, walaupun genjotan yang bertenaganya membuatku kelojotan juga namun karena pengaruh alkohol gerakannya sering tidak terkontrol. Setelah penis Deden klimaks dan mengecil di lobang kawinku, dia memelukku dan tertidur lelap. Sementara aku memberesi pakaian ku yang acak-acakan dan menjemput Irma diluar, ternyata Irma sudah ditudurkan kakak iparku di ranjangnya.
"Teh, liat tuh si aa ke saya meni malu-maluin... ih... Riska malu sama Bapa sama Ibunya Aa..."
"Maafin Deden ya Riska... Dia emang punya kebiasaan buruk gitu suka minum..." mata Teh Awit berkaca-kaca.
"Biasanya sama temen-temennya di pos ronda, sambil nonton dangdutan, kadang sambil nonton bola."

Aku hanya bisa pasrah menerima kenyataan suamiku peminum berat. Selama setahun berpacaran, gelagat bahwa dia adalah peminum berat tidak kutemukan, aku hanya tahu saat di sekolah dulu temannya memang para berandal di SMK kami. Hari-hari selanjutnya rutinitasku adalah rutinitas seorang Ibu rumah tangga, mengurus suami dan anak. Flirting pada Yogi juga masih kulakukan namun tidak segila saat di kamar mandi. Paling Yogi cuma membelai payudaraku atau meremasi pantatku saat kami cuma berdua. Hingga akhirnya Yogi menikahi teh Awit dan sama seperti aku dan suamiku, mereka tinggal di rumah mertuaku.

Hingga bencana itu datanglah, ketika kantor a Deden liburan, dia mabuk-mabukan dengan temannya hingga harus dirawat di rumah sakit sampai akhirnya harus meninggalkan istri dan anaknya dari kehidupan dunia. Untungnya, dia mengikuti asuransi jiwa sehingga aku dapat bertahan hidup untuk beberapa saat dari dana itu. Sementara aku untuk sementara aku masih tinggal di rumah mertuaku mengurusi anakku karena tidak bekerja di usiaku yang baru 18 tahun. Selain teh Awit, ibu mertuaku juga sangat menyayangi Irma. Di usianya yang sudah setahun lebih, ASIku sudah tidak lancar keluar. Terpaksa Irma minum susu pengganti ASI.

Orangtuaku memintaku kembali mengikuti SPMB agar aku kuliah, kali ini pilihan prodiku bukan lagi teknik melainkan bahasa. Dan ternyata kali ini aku berhasil lolos seleksi, selama mengurusi awal kuliahku aku pulang ke rumahku dan rumah mertuaku untuk menitipkan Irma pada teh Awit, bahkan Teh Awit membawa Irma ke tempat dia mengajar. Sebenarnya aku merasa tidak enak dengan pengorbanan kakak iparku, namun rasa cintanya pada anakku tidak bisa kucegah hingga aku yang merana karena dipisahkan dari anak sendiri namun kegiatan kuliah membantuku mengatasi hal itu. Pulang ke rumah membuat aku teringat pada masa berpacaran dengan mendiang suamiku dan juga dengan Imam. Namun setiap di rumah aku tak lagi pernah menjumpai Imam, kampusku dan kampusnya memang berbeda daerah namun toh kami tinggal berdekatan di komplek ini. Jujur aku sangat merindukan permainan ranjang Imam yang hebat.

Setelah setahun lebih aku melahirkan, bentuk badan ku kembali ideal perlahan-lahan. Di kampus, Penampilanku tidak berbeda dengan mahasiswi lain dan teman sekelasku padahal aku sudah berstatus janda. Mahasiswa yang mendekatiku akan menyangkakan aku masih gadis. Aku menanggapi mereka dengan santai, teman-temanku di kelas menyenangiku karena selain parasku yang cantik aku juga lebih dewasa dan berusaha untuk supel bergaul dengan setiap orang.

Sambil menunggu break pelajaran kampus, biasanya teman-teman kelasku pulang ke kosannya sementara sebagian lagi merapat ke perpustakaan, masjid atau markas organisasi kampus. Selama beberapa bulan di kampus, aku mendapat beberapa teman dekat dalam gankku, salah satunya adalah Nita, biasanya kami menunggu break di kosannya. Kosan Nita termasuk kosan mahal, dengan fasilitas lengkap dan luas ruangan cukup besar. Nita orangnya mungil, tingginya 155 cm dengan postur mungil itu buah dadanya cukup terbentuk dan pinggulnya pun cukup besar.
"Cha, lu masih singel nih?" tanyanya padaku sambil tiduran di ranjang di kosannya. Sementara aku nonton teve di dekatnya acara gosip.
"Iya nih Nit... Gue ngejomblo sekitar 6 bulan... lu sendiri gimana, pacar lu anak mana?"
"Pacar gue anak kampus sebelah jurusan olahraga"
"Enak dong lu, ada yang ngelonin"
"Hehehe, iya juga sih makanya lu cepetan sana cari pacar biar bisa ada yang kelonin"

Anak kampusku tidak ada yang mengetahui statusku sebagai janda, karena di KTPku pun statusku masih: Belum Kawin. Nita kemudian mandi sebelum berangkat kembali ke kampus untuk kelas kami selanjutnya. Di kampus kami berpapasan dengan anak jurusan olahraga yang menegur Nita, kami berkenalan, dia adalah temannya pacar Nita, bernama Rizki katanya pacar Nita lagi melatih anak sekolahan berenang di kolam renang. Aku untuk sesaat tertarik pada Rizki karena posturnya mirip dengan Imam, hanya saja agak kurusan.

Sepulang kuliah, di rumah sosok Imam yang kurindukan tidak juga kutemui bahkan dia pun tidak membalas saat ku SMSi. Sementara itu di malam hari setelah berkenalan dengan Rizki, aku mendapat sms darinya. Padahal tadi kami tidak bertukar nomor, ternyata Nita yang membocorkan nomorku. Lewat sms itu, kami berPDKT. Dan bagiku hal itu adalah selingan dari tugas kampusku yang lumayan menyita pikiran. Hingga, aku sudah hampir terlupa sama sekali bahwa aku punya Irma, anakku yang tinggal di rumah neneknya bersama tante dan oom nya. Teh Awit mengetahui aku kuliah, dengan sungguh-sungguh memohon padaku agar membiarkan Irma diasuh olehnya. Aku iba juga karena umurnya yang sudah tigapuluh sekian dan beberapa kali keguguran pasti harapan teh Awit memiliki anak sudah sangat besar. Aku luluh dan berharap Irma bisa jadi pancingan untuk pasangan teh Awit dan Yogi mempunyai buah hati sendiri. Sebagai tanda terima kasih atas kebesaran hatiku membiarkan Irma dirawat mereka, bahkan Yogi membantuku dalam biaya kuliah dan memberikanku uang saku yang lumayan, meskipun aku menolaknya namun mereka memaksaku menerimanya. Sebenarnya aku pun tidak memakai seluruh uang asuransi mendiang suamiku, karena sebagian sudah kutitipkan pada mertuaku.

Dalam smsnya, Rizki mengajakku berenang di kolam renang hotel dekat kampus. Aku mengajak Nita dan dia menerimanya, dia akan menggunakan bikini one-piece katanya dalam sms. Di hari-H kebetulan hari itu bukan weekend, sehingga pengunjung kolam hanya sedikit. Aku tidak memakai bikini namun celana pendek ketat setengah paha dan kaos ketat warna hitam. Dibaliknya kupakai sport bra, agar putingku tidak terlalu terekspos. Beberapa pria disana memperhatikan tubuh ku dan Nita, dibandingkan pakaian Nita pakaianku memang agak tertutup namun bentuk tubuhku kuyakin lebih berisi dan sensual dibanding Nita. Sambil berenang, kami sekalian double date karena kami berpasangan dan saling bermesraan di kolam. Rizki dengan pede beberapakali merangkul pinggangku dan memeluk badanku di air, sempat juga dia menekankan penisnya ke pantatku dalam air. Kulihat Nita dan pacarnya juga sama-sama bermesraan saling rangkul membuat yang melihat ikut panas. Sehabis berenang dan bermain air di kolam kami menikmati makanan di restoran hotel tersebut dengan mengenakan gaun handuk perut kamipun terisi.

Di kamar bilas aku dan Nita mandi bersama, kami berbagi shampoo dan sabun disana kulihat bentuk tubuh Nita saat bugil, di dekat pusarnya ada tattoo dengan gambar tulisan beraksara Cina namun tertutup saat dia memakai bikini. Dalam hati, aku naksir dengan tatoo yang dimilikinya. Vagina Nita tampak masih rapat dibanding milikku yang berbibir menjuntai dan agak mekar. Jembut kami sama-sama lebat namun bentuk payudara kami jelas berbeda cup. Milikku 36 D sedangkan Nita 32 A, aerolaku besar kecoklatan sedangkan puting Nita masih berwarna coklat muda dengan bentuk yang lucu pentilnya agak tertarik masuk. Setelah itu kami berganti pakaian.

Rizki mengajak kami berempat melanjutkan di kosan Nita, aku sudah mengerti kemana arah kami selanjutnya. Sebelumnya aku berhenti di toko swalayan mengambil beberapa snack, roko, kondom, dan minuman ringan lalu membayarnya. Sementara pacar Nita sudah menyiapkan beberapa botol bir untuk kami nikmati. Di kosan Nita, kami benar-benar menggila. Aku dan Nita menggoda pasangan kami dengan striptease dan lap dance. Setelah sebelumnya menenggak minuman beralkohol, tindakan yang ku lakukan makin nekat dengan meloroti celana Rizki dan mengulumi penisnya yang tegang.

Batang penis Rizki ternyata cukup tebal, helmnya sedikit lebih besar dari batangnya. Dengan panjang penis ukuran rata-rata. Kulumat penisnya dengan semangat hingga akhirnya Rizki memintaku berhenti karena tidak tahan menahan geli dan ngilu. Dia mengoboki vaginaku dibalik cd pink yang masih menempel di tubuhku. Sambil menciumi dan menggigit kecil pentilku, sensasi menyusui Irma perlahan melintas juga kejadian saat menyusui Yogi yang membuatku mendesah keenakan, lendir dari vaginaku semakin keluar. Aku semakin menurunkan CD pinkku hingga terlepas dan kuangkat tubuhku hingga wajah Rizki kini terbekap selangkanganku. Ku dapati mulut dan tangan Rizki pasif menghadapi vaginaku yang membanjir, kupegang saja kepalanya dan menggenjotkan kemaluanku disana seperti dulu aku masih ABG hobi menggesel-geselkan vaginaku pada bantal guling kali ini pada muka seorang pria yang belum lama kukenal di kampus bernama Rizki.

Akhirnya tangan Rizki mulai aktif meremasi bongkahan pantatku sambil menyusupkan jarinya ke lubang anusku menambah sensasi birahi yang ku terima. Aku melepas kepala Rizki setelah orgasmeku sudah berada di ujung jalan, kasihan anak orang pikirku. Kami lalu berciuman mesra berdiri dengan saling merangkul kepala masing-masing. Rizki menggerak-gerakkan penisnya yang menegang langsung ke arah vaginaku tanpa bantuan tangan. Sensasinya sungguh nikmat karena vaginaku terasa dicongkeli batangnya yang keras sementara bibir kami berbelit dan tangannya memegang kepalaku. Pinggulku meliuk memancing dan mengarahkan batang Rizki untuk masuk, satu tanganku yang akhirnya memegang dan menuntun masuk penis Rizki ke dalam. Setelah Rizki mulai mengocok, aku tersadar kondom belum terpasang namun aku cuek tidak pedulikan.

Rizki tampaknya menikmati kemutan vaginaku pada penisnya, dia melenguh dan mendesis kenikmatan seiring setiap genjotannya yang berirama dan keras. Aku pun serupa dengannya, apalagi tak lama kemudian aku dijemput dewi orgasme dari lubang kawinku dan tubuhku menggigil untuk sesaat. Kurasakan jepitan vaginaku semakin mengencang seiring orgasme hebat yang melanda. Tentu saja sensasi ini sudah lama kurindukan karena sudah hampir 6 bulan sejak kematian Deden suamiku dan terakhir aku mendapatkan orgasme dari bersetubuh dengannya.

Aku tidak tahan dengan menggeram dan meraung tertahan saat dijemput badai orgasme. Sementara setelah agak reda, genjotan Rizki semakin kencang dan aku hanya mengibangi semampuku. Akhirnya Rizki ejakulasi juga dan buru-buru kulepas dan ku arahkan pada mulutku. Aku masih sempat menerima beberapa tembakan maninya pada rongga mulutku, rasa yang juga sangat kurindukan. Sebagian lagi sperma Rizki bersarang di lubang vaginaku dan membasahi bagian badanku yang lain.

Aku memeluk Rizki sambil berbaring di kasur dan menciuminya mesra aku melakukannya seperti layaknya aku melakukannya untuk Imam.
"Terimakasih ya,,, Icha puas banget maen sama kamu... Stamina kamu bagus, Icha sampe nyampe enak banget tadi... Muacchhh..."
"Sama-sama Icha... Kita resmi pacaran yah mulai saat ini..."
"Iya sayang... Icha sayang kamu..."

Nita dan pacarnya juga sama-sama telah selesai mengayuh biduk asmara, tubuhku dan Rizki yang telanjang ditutupinya dengan selimut dan akupun tertidur.

Tengah malam, sekitar pukul 1 pagi pacar Nita yang bernama Rangga menggerepe badanku yang masih telanjang dibalik selimut. Payudaraku diremasnya dengan keras sampai aku agak merasa kesakitan. Aku bangkit dan melotot pada Rangga menunjukkan marahku karena diganggu saat tidur. Kulihat Nita sudah berpakaian dan tengah terlelap tidur memeluk guling, sementara dibelakangnya Rizki memeluk badan Nita yang mungil di sebelah badanku. Rangga sendiri masih mengenakan CD dan dia jongkok menghadapku yang masih terbaring telanjang. Kusikat juga deh nih anak, pikirku dalam hati. Di pinggir kasur ada beberapa kondom bekas pertempuran Rangga dan Nita. Masih kuat nih anak maen denganku, pikirku. Rangga adalah anak ibukota yang bertampang agak Chinese sehingga dengan rambut panjang yang lurus, tampilannya mirip orang Korea / Jepun. Sama seperti Rizki, Rangga juga anak olahraga... barangkali suatu hari nanti dia akan menjadi pelatih tenis atau jadi wasit sepak bola pikirku.

"Eh, lu nakal ya Rangga... Mentang-mentang cewe lu ngorok..."
"Cha, gue pengen crott dalem kaya si Rizki dong please... Ngebet pengen ML no cap nih gue, sama Nita ga dikasih..."
"Ya udah, tapi cepetan... Gue masih ngantuk nih!"
Akupun bangkit keluar dari selimut hangat di kamar Nita. Tanpa selimut, badanku merasa kedinginan karena angin yang masuk dari ventilasi kamar Nita. Aku kangkangkan kakiku memamerkan vaginaku yang masih kering pada Rangga, disela celah itu masih terdapat cairan sperma Rizki mengering. Aku minta Foreplay dari Rangga, dan dia mengusap lembut vaginaku sambil jari-jarinya menguyel-uyel area paling sensitif di tubuhku itu. Mulutnya menciumi payudaraku yang besar hingga naik di leher dan mulutku. Setelah cukup foreplay, vaginakupun sudah menghasilkan pelumas kawin. Torpedo Rangga perlahan menyerang dan mengocok vaginaku dan buas. Karena sebelumnya telah bermadu kasih dengan Nita, Rangga menggarap lubang vaginaku dengan tempo yang agak lambat. Ditambah lagi penisnya tidak juga berejakulasi setelah sekian menit mengocok lubang vaginaku. Melihat keadaan begitu, aku ambil inisiatif dengan menindihnya dan dengan tenagaku yang baru pulih setelah beberapa saat tidur kugenjot penisnya dengan selangkanganku. Jepitan vaginaku bergerak mencekik mengulek memutar hingga naik turun dan maju mundur mengocok penis membantu mempercepat Rangga meraih ejakulasi. Dengan gerakanku yang beringas, aku meraih orgasme kembali hingga gerakan liarku berhenti sesaat dan tubuhku bergetar berkelojotan dalam rangkulan sang dewi orgasme. Tak lama kemudian setelah Rangga yang terus mengocok dari bawah bergerak menjemput klimaks, dinding rahimku merasakan sisa-sisa sperma yang dikeluarkan dari kantung zakar pacarnya Nita menyembur hangat. Rangga mendesah sembari meremasi payudaraku yang bergelantung di atasnya.

"Thanks berat ya cha, udah ijinin gue lepas syahwat gue di dalem vagina kamu..."
"Iya deh iya... Sama-sama... Aku juga ngerasain enak kok ngewe kamu, hihihihi" Aku membaringkan tubuhku dan menciumi bibir Rangga sambil memeluknya. Perlahan penis Rangga terlepas dan dia bangkit beralih tidur di sebelah Nita. Aku melanjutkan tidurku yang sempat terpotong kini dengan badan yang lebih lemas lagi usai melepas syahwat Rangga dengan badanku.

Besok harinya pukul 10 pagi aku terbangun, di sebelahku hanya bantal guling. Rizki sudah tidak hadir dalam kamar kosan itu, rupanya dia pulang duluan. Hari itu hari Sabtu, perkuliahan libur sementara dari kamar mandi terdengar suara kucuran air shower serta kikikan Nita yang tengah bercanda disana. Karena pintu kamar mandi tidak ditutup, aku dapat mendengar dengan jelas dan mencium wangi sabun yang mereka pakai. Hanya saja dari tempatku pintu kamar mandi tidak terlihat karena pintunya tidak mengarah pada kasur tempatku kini. Aku bangkit dan gabung mandi dengan Nita dan Rangga. Nita ternyata cuek saja melihatku bergabung dengan dia dan pacarnya mandi. Dia tidak merasa minder sedikitpun dengan ukuran dadanya yang tidak sebesar milikku, dia tetap pede. Sementara reaksi pertama Rangga melihat bodiku bugil berdiri dan bergabung di shower bengong beberapa saat lalu kemudian cuek dan kembali sibuk menyabuni badannya dan badan Nita.
"Cha, tadi Rizki balik duluan katanya mau ngerjain tugas kuliah sama temennya"
"Ooh... Rangga lu gak ngerjain tugas juga kaya si Rizki?"
"Entar siang, gue ngerjainnya di kosan gue bareng temen gue juga"
Kami melanjutkan mandi, Nita sesekali membantu menyabuni badanku sambil tangannya mengusapi pantat dan selangkanganku. Shower dimatikan dan kami mengeringkan badan dengan handuk.

Ku kenakan kembali cd dan bra pink, rok jeans selutut serta kaos dan sweaterku. Rangga turun dan membawakan kami nasi beserta lauk dan sayurnya. Setelah itu kami menghabiskan waktu dengan memperbincangkan masalah kuliah sambil nonoton teve, makan snack dan merokok. Baru pada tengah hari, aku pamit pulang ke rumahku. Rangga mengantarku dari kosan Nita ke jalan raya dengan motornya hingga aku bisa langsung naik angkot ke rumah. Ketika diboncengnya, aku iseng meremasi paha Rangga tanda keakraban kami seusai peristiwa semalam. Sebelumnya kami agak menjaga jarak karena menghargai perasaan Nita, namun ternyata Nita orangnya terbuka dan tidak cemburuan.

Di angkot aku duduk dibelakang supir, sehingga dari pintu angkot orang di jalanan langsung melihat padaku yang memakai rok selutut. Kadangkala saat keusilanku muncul aku duduk membuka kakiku sehingga CD pinkku yang bermotif bunga langsung terlihat dari jalanan. Melakukan hal itu, vaginaku menjadi lembab karena aku terangsang dengan konsep eksibisionis seperti itu.

Hubunganku dengan Rizki bertahan cukup lama, karena aku puas dengan permainan ranjangnya. Sementara itu akhirnya aku bisa bertemu Imam di rumah, saat kami berpapasan. Kuajak dia ngobrol di rumah, dan ternyata benar dugaanku kalau Imam sibuk dengan studinya. Rambutnya tumbuh panjang kribo sementara badannya bertambah gempal. Ketika ku ajak masuk kamarku untuk bernostalgia dia menolakku, dan aku sedikit kecewa karena bagaimanapun Imam adalah pria yang ku rindukan tapi aku bisa menerimanya dan beranggapan mungkin kini Imam sudah lebih religius dan bisa menjaga dirinya dari syahwat.

Hubunganku dengan Nita dan pacarnya juga berjalan mulus. Kami berempat bersama Rizki menjadi sebuah gank yang cukup kompak, kami malah sempat traveling bersama ke luar kota dengan kereta, mobil pribadi Nita, sampai bus umum. Tempat-tempat yang kami tuju biasanya pantai atau kota-kota wisata seperti Jogja dan Batu, Malang. Selain double date, kita juga melakukan tukar pasangan atau swinger. Aku dan Nita meminum pil KB sehingga sperma yang mengisi kami tidak membuahi sel telur. Selama traveling, biasanya kami memesan dua kamar. Rangga dan Rizki memiliki kelebihan sebagai mahasiswa olahraga adalah fisik dan stamina di atas rata-rata sehingga aku dan Nita bisa mencapai multi orgasme yang hebat setiap ML dengan mereka. Selain itu, Rangga juga ternyata menguasai sedikit ilmu pijat dari psikoterapi, hal ini sangat membantu saat anggota gank kami down secara fisik, kelelahan, dengan bantuan Rangga badan bisa fresh kembali.

Aku juga memasang tattoo tepat di bawah udelku di studio tattoo tempat Nita dulu memasang tattoo. Tattooku bertuliskan "Icha" dengan sedikit aksen petir yang menggambarkan aku lulusan SMK dan biasa dipakai lelaki untuk men-charge penisnya dengan sesuatu sejengkal dibawah udel ku.