Browsing "Older Posts"

Sampai di sini saja perjumpaan kita, wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,” suara merdu ummahat berkacamata yang tetap tampak manis di umurnya yang kian senja itu mengmasiri sebuah program kuliah subuh di salah satu stasiun radio swasta. Sembari tersenyum kepada operator sound di hadapannya, ia pun melepas headset yang membelit bagian atas dari jilbab kuningnya. Sembari membetulkan sedikit posisi kacamata minusnya, wanita setengah baya yang usia 49 tahun itu pun menggapit tas tangan kulit dengan tangan kanannya dan kemudian berjalan menuju pintu keluar. Sebelum keluar, sang operator sempat memajukan tangannya untuk mengajak ustadzah itu bersalaman. Ustadzah itu pun menyambut tangan sang operator tanpa menyentuhnya sedikitpun sambil tetap menundukkan pandangan dan bergumam, “Assalamualaikum.” Tapi hal itu sudah cukup membuat sang operator menelan ludahnya karena terpana akan keindahan gundukan kembar di dada sang ustadzah yang sekilas tercetak di jubahnya ketika ia menunduk.


Baru saja keluar ruang siaran, sang ustadzah berkacamata itu langsung disambut oleh seorang laki-laki berjanggut tipis yang berumur sekitar 27 tahun. Tubuhnya begitu kekar dan tegap dibalut baju koko hijau muda, peci putih, dan celana panjang hitam dari bahan kain. Hidungnya yang mancung dan tulang pipinya yang kokoh memperkuat aura keshalihan dan kelelakiannya yang pasti menarik setiap wanita yang melihatnya termasuk ummahat berjilbab panjang di hadapannya yang tengah berdesir sedikit darahnya berhadapan dengan ikhwan yang jelas lebih tampan, lebih tegap, dan lebih muda dari suminya kini. “Assalamualaikum, Nyi,” ujar lelaki itu membuka suara.

“Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh, apa kabar mas Tatang?” Jawab sang ustadzah yang baru selesai siaran itu.

“Alhamdulillah ana bi khoir, Nyi. Saya baik-baik saja. Bagaimana tadi siarannya?” Lelaki tampan yang ternyata bernama Tatang itu sengaja atau tidak kian mendekat ke tubuh mungil lawan bicaranya yang tampak begitu alim dan lembut itu.

Jantung sang ustadzah itu berdetak lebih kencang dari keadaan normal menyadari gerakan ikhwan tersebut, wajahnya kian tertunduk, walau tanpa bisa dipungkiri, ketampanan dan aura kejantanan yang terpampang jelas di wajah Tatang membuatnya tak bisa menahan diri untuk mencuri-curi pandang pada Tatang, “Aa…aall…alhamdulillah, lancar-lancar saja masi.” Ia pun sampai tergagap-gagap karenanya.

“Krriiiing….krriiiing….,” sebuah bunyi dari handphone di kantong sang ustadzah pun menetralisiri situasi yang hampir tak terkendali itu, sampai-sampai sang ustadzah itu pun menghela nafas panjang saking leganya. Ia merasa Allah telah menyelamatkannya dari hawa nafsu yang hampir tak bisa ditahannya itu. Ia bergeser dan sedikit berpaling ke sebelah kanan,”sebentar ya, mas.”

“Iya, Tafadhol. Silahkan, Nyaii.”

“Assalamualaikum,” ujar sang ustadzah memberi salam pada lewan bicaranya di telepon yang telah amat dikenalnya.

“Waalaikumsalam, Ibu. Habis siaran ya? Kapan kamu kembali ke Bandung?” Tanya seorang lelaki dengan logat sunda-nya yang khas di ujung telepon.

“Hmm…kayaknya baru malam ini, A. Nanti mau ke rumah Ummu Abdillah dulu di Radio Dalam. Memang ada apa A? Kapan pulang?” Jawab ustadzah tersebut dengan suara yang sedikit dilembut-lembutkan karena lawan bicaranya itu adalah sang suami tercinta. Namun itu sudah cukup membuat Tatang yang tanpa ia sadari terus memandangi wajah putih sendunya yang beitu mempesona sedikit bergetar imannya. Sebagai lelaki, Tatang pun tak bisa bohong bahwa ummahat di hadapannya masih terlihat menarik walau telah memiliki beberapa orang anak.

“Nggak ada apa-apa kok, tapi kayaknya Aa sama Rini bakal lebih lama di sini. Masih banyak yang harus diselesaikan. Jadi tolong jaga anak-anak ya, nggak apa-apa kan, teteh?” Lelaki yang dipanggil Aa tadi menjelaskan.

Walau hatinya sedikit perih, namun ia memaksakan diri untuk menjawab pertanyaan itu sekenanya, “Owh, nggak apa-apa kok, A. Ratni nggak apa-apa di sini. Biar Ratni yang urus anak-anak. Ya sudah, A, lagi buru buru, assalamualaikum.” Ustadzah yang ternyata bernama Ratni itu langsung menutup telepon tanpa basa-basi lagi.

Ya, ustadzah yang baru saja siaran itu adalah Teh Ratni, istri pertama seorang Kiyai yang alim dan begitu cantik. Saat ini, Sang Suami tengah berada di Surabaya bersama Rini, istri kedua-nya, guna suatu urusan dakwah. Dan baru saja suaminya itu menelepon karena urusan itu menuntut tambahan waktu. Walau ia sudah berusaha untuk ikhlas, namun Teh Ratni hanyalah seorang wanita biasa yang punya rasa cemburu dan butuh perhatian. Sudah satu bulan Suaminya berada di Surabaya bersama Rini, madunya itu. Dan selama sebulan pula Ibu Ratni terlarut dalam kesendirian. Tak hanya fisiknya yang lelah, batinnya pun lelah, rindu belaian mesra sang suami yang dicintainya.

Seperti tahu benar hal itu, Tatang kembali menggeserkan tubuhnya mendekati Teh Ratni. Dengan penuh aura kelelakian, ia pun membisiki telinga kiri Bu Ratni,” Nyai keliatan capek, istirahat saja dulu di ruangan saya, sebentar saja.”

Bagaikan tersihir, Bu Ratni pun menganggukkan kepalanya dengan anggun. Ummahat yang begitu indah dipandang inipun menggoyang-goyangkan bongkahan pantatnya yang tercetak jelas di bagian belakang jubah putihnya mengikuti Tatang. Goyangan yang sedikit erotis dan menggairahkan itu sudah pasti mampu menggugah iman setiap lelaki yang memandangnya. Walau telah beberapa kali melahirkan anak lewat vaginanya yang mungil nan imut, tubuh Nyai Ratni tetap terlihat seksi dan menggairahkan. Ia adalah sosok perempuan sunda yang mampu menjaga bentuk tubuhnya walau telah termakan usia. Walau telah berusaha menutup diri dengan jubah dan jilbab panjang berwarna kuning, tonjolan payudara Nyai Ratni yang alim dan shalihah ini dapat kita lihat jelas, begitu montok dan berisi, mengundang setiap insan untuk meremas-remasnya. Apalagi pagi ini ia memakai jubah yang lebih ketat dari biasanya.

Begitu melihat Tatang memasuki sebuah ruangan, Nyai Ratni pun berhenti sejenak. Sesaat ia membaca papan nama di depan ruangan tersebut, “Tatang Zaidi, Kepala Divisi Da’wah dan Syari’at Islam.” Dengan perasaan tenang, karena yakin Tatang yang baru dikenalnya di stasiun radio ini sejak sebulan yang lalu itu adalah seorang ikhwan yang baik-baik, Nyai Ratni pun memasuki ruangan yang hanya berukuran 6 x 4 meter itu. Tanpa disuruh, Nyai Ratni langsung duduk di sofa yang berada di dekat pintu. Seperti kata Tatang tadi, Nyai Ratni memang sedang lelah. Tak hanya lelah fisik, tapi juga lelah batinnya.

“Nyai Ratni Mau minum apa?” tanya Tatang berbasa-basi sambil berjalan menuju dispenser. “Teh manis, mau?”

“Boleh, mas. Gulanya sedikit saja ya,” ujar Nyai Ratni sambil meletakkan tas tangannya di atas meja kaca di depannya. Ia tak merasa canggung sedikitpun. Walaupun ia hanya berdua saja dengan seorang lelaki yang notabene bukan mahromnya di ruangan itu, namun pintu ruangan itu dibiarkan terbuka oleh Tatang. Ia pun semakin yakin bahwa Tatang tak akan berbuat macam-macam pada dirinya.

Tatang segera pergi ke dapur mengambil minuman segar agar tamu istimewanya ini tak menunggu terlalu lama, Tatang langsung saja membawakan cangkir putih berisikan teh manis itu dan meletakkannya di depan ummahat berparas manis nan berbodi indah itu. “Silahkan teh manisnya, Nyi.”

“Iya, syukron ya mas. Terima Kasih,” ujar Bu Ratni. Ia langsung meraih pegangan cangkir yang dihidangkan di hadapannya itu sembari menyeruput perlahan teh manis yang begitu nikmat itu dengan bibirnya yang mungil dan berwarna merah muda. Sedikit demi sedikit, Ibu Ratni menghabiskan teh manis yang terasa begitu lezat di permukaan lidahnya itu. Ia rasakan tubuhnya terasa panas seketika dan sedikit bergetar, namun ia membiarkannya. Mungkin hanya sedikit efek hangat dari teh manis ini, pikir Bu Ratni.

“Ada apa, Nyi. Kok kelihatannya gelisah begitu?” Bu Ratni mulai menyadari kalau ini bukan sekedar efek hangat dari teh manis biasa. Tatang pasti telah mencampurkan sesuatu ke dalam minumannya tadi. Kurang ajar sekali ikhwan ini, pikirnya. Tubuhnya mulai berkeringat. Sekujur tubuhnya terasa lemas dan kelopak matanya begitu berat. Dengan mata setengah menutup, ia menggaruk-garuk kecil pundak kirinya dengan tangan kanannya yang lentik karena terasa sedikit gatal. Untuk mengurangi rasa kantuk yang menerpa, Bu Ratni mencoba mengalihkan pandangan pada jam yang ada pada dinding di belakangnya., namun usahanya itu tidak membuahkan hasil.

“Tidak, tidak apa-apa kok mas Tatang,” Tatang yang jauh lebih muda itu kini menyadari bahwa istri pertama Ustadz Haji Maulana itu telah masuk dalam jebakannya dan sebentar lai akan memasrahkan tubuh molek nan sintal miliknya untuk digagahi Tatang dengan penuh keikhlasan. Tatang pun semakin tak sabar dan segera mengambil tempat di sebelah kiri Nyai Ratni. Ia genggam tangan kiri Bu Ratni yang halus dengan tangan kanannya yang cukup kasar. Sementara itu tangan kirinya mulai melakukan serangan fajar dengan mengelus-elus pipi sebelah kanan Bu Ratni yang lembut bukan main dan penuh aroma kewanitaan. Ia hadapkan wajah ummahat manis berjilbab yang tengah berjuang melawan sensasi aneh yang disebabkan teh manis ajaib buatan Tatang tadi agar menghadap ke wajahnya. Ditatapnya mata yang tengah berpendar di balik kaca mata itu dengan penuh kemesraan.

“mas…..Tatang. Jangan ya, kita kan bukan mahrom. Lagipula nanti kalau ketahuan orang bagaimana?” Tatang tak menganggap itu sebagai penolakan. Bu Ratni tak sedikitpun menarik telapak tangan kirinya yang tengah diremas-remas penuh nafsu oleh tangan kanan Tatang, lagipula Bu Ratni mengucapkannya dengan sedikit berbisik, penuh kelembutan dan keteduhan bagai berbicara pada suaminya sendiri. Dan ketika Tatang menarik lembut kepalanya agar wajah mereka mendekat, Bu Ratni pun tak berpaling atau berontak sedikitpun. Ia mulai menikmati sensasi seksual yang begitu nikmat menggerayangi tubuhnya. Apalagi sudah sekitar 2 minggu suaminya tak sekali pun menyentuhnya. Sebelum Aa berangkat ke Surabaya, ia sedang dalam keadaan haidh sehingga tak bisa digauli. Baru kemarin darah haidhnya berhenti. Dengan kata lain, saat ini Bu Ratni sedang dalam masa subur sehingga membuat birahinya begitu meledak-ledak.

“Tenang saja, Bu. Tatang nggak akan nyakitin Nyai. Tatang cuma mau ngasih Nyai kenikmatan yang nggak akan pernah lupa. Lagipula, nggak akan ada yang melihat kita di sini.” Kini bibir dua insan yang bukan mahrom ini hanya berjarak sekitar 2 cm. Ratni pun telah memejamkan matanya sebagai tanda kepasrahan dirinya akan apa yang bakal terjadi setelah ini. Walaupun telah beristri dan mempunyai 2 orang anak, Tatang tak pernah menghilangkan sosok ummahat bertubuh bahenol asal sunda yang sering mengisi imajinasi liarnya ketika bermasturbasi. Kini, langsung di hadapannya, telah terdiam seorang ummahat berjilbab kuning dan berjubah putih idamannya itu sedangkan ia sendiri memakai baju koko hijau muda lengkap dengan peci putihnya sebagai tanda kealiman dan keshalihan keduanya. Namun kini sang maswat dengan nakalnya telah memejamkan mata dan sang ikhwan pun tengah asyik meremas-remsa tangan sang maswat dengan syahwat membara. Tanpa terasa keduanya telah berada di tepi jurang perzinahan.

Melihat Nyai Ratni yang tak memberikan sedikitpun perlawanan dan malah telah begitu pasrah pada keperkasaan dirinya, Tatang pu mengambil inisiatif.Sedikit demi sedikit ia menarik wajah Nyai Ratni ke wajahnya dan…hmmm…hhmmmch…..hhmmmmpff…bibir seksi nan indah seorang Nyai Ratni telah bersarang di bibirTatang. Tatang pun tak tinggal diam, dibelahnya sedikit demi sedikitbibir ummahat yang juga merupakan ustadzah terkenal itu dengan mendorong lidahnya yang kasar dan hangat. Tanpa kesulitan berarti, di mana Nyai Ratni pun telah begitu terangsang oleh tatapan birahi Tatang dan gairahnya sendiri yang sedang berada di puncak, lidah Ahmda telah mampu menembus rongga mulut Ratni yang alim itu. Tak lama kemudian, kedua anak Adam yang terkenal dengan keshalihannya itu telah saling hisap bibir pasangannya diiringi pergulatan lidah di dalamnya yang begitu seru dan basah. Entah karena reflek atau memang disengaja, tangan Nyai Ratni ganti merangkul Tatang hingga keduanya larut dalam pusaran syahwat yang begitu menggairahkan.

Sebagai catatan, selama berbagai aktivitas itu terjadi, pintu ruangan Tatang, tempat semua kemesuman itu terjadi, sama sekali tidak tertutup. Pintu itu terbuka lebar, sehingga orang-orang yang berjalan dekat ruangan itu pasti bisa melihat segalanya. Karena itu, Tatang berusaha membuat suara sesedikit mungkin. Namun untungnya, ruangan Tatang berada di ujung sebelah barat kantor radio tersebut, sedikit terpisah dengan ruangan kantor yang lain. Sehingga suara dari ruangan Tatang tak akan bisa terdengar dari luar atau bahkan tertelan hiruk-pikuk kesibukan kantor di pagi hari. Ditambah lagi ruangan Tatang juga dilapisi dengan peredam suara karena ia sering mengedit siaran radio di ruangan tersebut.

‘Masya Allah….”, guman Tatang. Dalam hati Tatang sangat kagum dengan ulah ustazah ini. Tanpa disangka sama sekali oleh Tatang, Nyai Ratni bergerak begitu aktif. Tampaknya Nyai Ratni telah begitu kuat menahan gairah seksualnya selama ini sehingga terasa bagaikan bom waktu yang menggemparkan ketika akan dilepaskan. Bibir dan lidah ustadzah kondang yang pernah dinobatkan sebagai ibu teladan itu silih berganti memagut, memberi kenikmatan erotik pada bibir lelaki beristri di hadapannya. Tampak keduanya tak lagi mengingat status dan kedudukan diri mereka masing-masing. Keduanya telah hanyut dalam gelombang syahwat yang menenggelamkan hasrat mereka berdua dalam lautan birahi kebinalan. Tatang yang merasa lebih berpengalaman membalas dengan tenang pagutan ummahat berjubah putih itu, dijulurkannya lidahnya bagai anjing kelaparan agar segera dihisap oleh ummahat di hadapannya itu,”hmmmm…hmmmm….hhmmppph….hhhmmmmpppf.”

“Duuh, Teteh. Kontol Tatang jadi tegang neh. Tetek Nyai merangsang banget, bikin horny. Boleh gak Tatang pegang, sedikit saja?” Tatang mulai menunjukkan niatnya secara terang-terangan. Ia mencoba memancing libido yang selalu tersimpan rapat-rapat dalam diri seorang ibu shalihah yang tengah memagut liar bibirnya itu.

Entah setan apa yang tengah beraksi, atau memang dorongan seksual ini begitu kuat. Nafas Nyai Ratni mulai tak beraturan dan jantungnya pun berdetak lebih kencang dari kecepatan normal. asa kantuk yang tadi menderanya, berubah menjadi keinginan untuk memasrahkan diri secara total kepada lelaki muda yang begitu tampan di depannya. Dengan lembut dan sedikit bergetar, ia ucapkan dengan pasti, “Iya Mas….Pegang aja tetek Nyai Ratni, lakukan sesuka kamu…”

Mendengar kata-kata penuh penyerahan diri seutuhnya dari seorang ustadzah yang mulai mendesah-desah tak karuan itu, tubuh Tatang pun semakin panas. Tangan kirinya mulai menyelusup masuk ke balik jilbab panjang Nyai Ratni. Ia meraba-raba peyudara suci nan terawat milik ustadzah cantik itu secara perlahan. Ia ingin membuat Ratni merasakan sendiri getaran syahwat yang menggebu-gebu setelah bagian sensitifnya ini jatuh ke tangan Tatang. Benarlah, sesaat kemudian, desahan-desahan pelan diselingi erangan binal meluncur di antara bibir sang isteri Ustadz itu, “ssshh…akkhhhh….maasssshhh…mas Tatang, enak masssshh….!!”

“Iya ku sayang, Tatang tahu. Pintunya Tatang tutup dulu ya, biar kita tambah bebas.” Ratni tak langsung menjawab, bibirnya kelu dan hanya kembali memagut bibir Tatang untuk meredakan gairahnya. Namun sebuah cubitan nakal di tangan kanan Tatang-lah yang kemudian menjadi lampu hijau bagi Tatang. Ia pun melepaskan kulumannya pada bibir Nyai Ratni yang nampak sedikit kecewa karenanya.

Dengan jantannya, Tatang pun merebahnkan ustadzah yang sudah horny itu di atas sofa. Ukuran sofa yang kecil memaksa kaki Nyai Ratni tidak bisa selonjor dengan penuh namun sedikit naik karena tertopang pegangan sofa di seberang. Dalam keadaan tubuh ‘siap entot’ itu, Tatang meninggalkan ummahat seksi itu sesaat. Ia berjalan ke arah pintu ruangan dan menutup serta menguncinya. “Cklik…” bunyi itu seraya menandakan telah terkuncinya iman kedua insan yang sebenarnya telah mempunyai pasangan masing-masing ini, dan tinggallah nafsu syaithan yang menjadi hakim di ruangan itu.

Tatang pun kembali mendatangi sang bidadari surga pujaan hatinya yang telah terkapar menahan birahi di atas sofa. Subhanallah, gumamnya dalam hati. Tanpa dinyana pula, bidadari berjilbab itu mendesah dengan binalnya, “Mas Tatang, sini dong!” Nyai Ratni yang manis itu telah membuka jalan bagi imaji liar Tatang dengan desahan lembut menggemaskan yang pasti merangsang birahi setiap pria yang mendengarnya. Tatang langsung melepas kancing baju kokonya dari atas ke bawah satu per satu. Sesaat kemudian, tubuh tegap laksana anggota TNI itu telah terpampang jelas di depan Nyai Ratni yang tengah membuncah nafsunya hingga memaksa ummahat itu menelan dalam-dalam ludahnya, “Mas Tatang…tubuh kamu seksi banget. Nyai Ratni jadi nggak tahan…”

Komentar binal seorang ustadzah terkenal itu membuat syahwat Tatang menggelegak. Ia langsung berlutut di sisi kaki Nyai Ratni yang penuh kepasrahan hati menelantangkan tubuh sintal khas sundanya si atas sofa. Tatang lepaskan sepatu hitam yang melekat di kaki isteri Ustadz besar itu, dan mengendus-endus bau kaki yang menyengat nan menggairahkan di kaos kaki Ratni. Ia tanggalkan kaos kaki berwarna krem itu dan langsung mencaplok jemari kaki Ratni yang lentik dengan mulutnya.

Nyai Ratni sampai terkaget-kaget dibuatnya. Tak pernah sekalipun suaminya yang shalih itu memanjakan birahinya seperti ini. Suaminya hanya menganggap bersenggama adalah cukup dengan memasukkan kontol ke dalam memek wanita, dan setelah itu selesai. Mungkin ulama besar seperti beliau menganggap foreplay atau pemanasan seksual seperti ini hanya membuang-buang waktu belaka. Padahal Teh Ratni dan Teh Rini pun hanya wanita biasa yang butuh sensasi-sensasi baru dalam kehidupan seksual mereka. Uups, Teh Rini? ya, Teh Rini pun begitu haus akan rangsangan-rangsangan nakal seperti ini. Insya Allah nanti saya akan ceritakan kisahnya.

Dan saat ini, seorang ikhwan yang telah mempunyai isteri dan anak, bertubuh tegap, macho, dan berwajah rupawan sedang berlutut di bawah kaki Nyai Ratni dan menjilat-jilat serta menghisap-hisap jari-jemarinya yang indah. Hal itu seolah menghapuskan rasa dahaga Nyai Ratni akan aktivitas seksual yang sedikit di luar kebiasaan. Tanpa terasa, vagina suci miliknya telah berdenyut-denyut kecil dan terlontar desahan dan erangan penuh luapan syahwat dari bibir indahnya, “Ssaaa…aakkkhhhh…Mas Tatang, enak sekali kulumanmu….,”

Nyai Ratni pun bertekad akan menundukkan diri sehina mungkin di depan lelaki yang telah bangkitkan gairah masa mudanya yang haus akan seks.

Tanpa terasa, Tatang telah mengangkangi tubuh mungil istri idaman itu di atas sofa. Ia telah menyingkapkan jubah putih Nyai Ratni hingga pinggang. Kini paha mulus dan berisi serta betis yang membujur indah yang selalu dijaga dari pandangan orang itu telah terekspos bebas dan telah dibanjiri air liur bekas jilatan Tatang. Ya, Tatang telah selesai menyapu bersih sepasang paha dan betis indah seorang Nyai Ratni, isteri Ustadz Haji yang selama ini hanya ada dalam lamunan joroknya dan menghisap sejumlah besar air maninya yang habis ketika bermasturbasi menkhayalkan bersetubuh dengan maswat itu.

“Nyai kepanasan ya? Tatang lepas aja ya jubahnya…” Nyai Ratni tidak segera menjawab. Ia hanya memejamkan matanya sambil berdehem ringan yang langsung diartikan Tatang sebagai izin. Dalam hati wanita sholehah itu tersadar akan dosa dan zina yag ia lakukan.

Bagaikan terkejut, seolahia diingatkan akan dosa zina ini. Sesaat ia diam dan beristighfar.

“Astaghfirullah…Astaghfirullah… ia memohon ampun atas dosa ini. Hanya sedetikia tersadar dari dosa ini.
Karena desakan syahwat yang melanda dirinya tak mampu dilawannya. Ia tak sanggup menahan amuk birahi yang melanda. Ia pun kembali larut dalam perzinaan yang nikmat dan syahdu.

Dalam sekejap, jubah putih ummahat itu telah tergeletak di atas lantai meninggalkan pemiliknya tanpa busana, hanya jilbab kuning, bra putih dan celana dalam putih berenda yang tersisa menutupi tubuh indah Nyai Ratni. “Nyai, tubuh Nyai indah banget, putih, mulus, beda banget sama punya isteri saya. Memek Nyai juga pasti lebih indah dan lebih legit!”

“mas…Tatang, malu neh. Jilbabnya gak dilepas sekalian?” Nyai Ratni mulai membuka mata dan membalas perkataan-perkataan cabul Tatang.

“Nggak usah, Nyai. Tatang lebih suka Nyai pakai jilbab itu. Lebih cantik dan lebih anggun. Jadi lebih semangat buat merasakan manisnya tubuh ustadzah kayak Nyai.”

“Panggil aku Nyai saja ya Tatang. Mau kan”

“Iya deh, Nyaii sayang. Kamu kok binal banget sih. maswat binal kayak kamu tuh cocoknya dientot tiap hari sama kontol gede ku. Ya, masirnya sang ustazah itupun kehilangan sifat-sifatnya yang santun dan alim. maswat sunda itu telah menjelma sebagai maswat binal dan sundal (bukan sunda lagi).

Ruangan sempit itu, juga busana muslimah Nyai Rini yang telah berserakan di lantai semua telah terjadi. Seolah busana muslimah yang sehari-hari dipakai sang ustazah itu menjadi saksi atas perzinaan pemiliknya. Begitu juga jilbab yang masih dipakai Nyai Ratni, seakan menjadi saksi bisu atas perbuatan dosa ini.

Mau lihat kontol Tatang gak? Banyak bulunya lho…” Kata-kata cabul Tatang membuat Nyai Ratni tambah terangsang. Ia tak memperdulikan lagi bahwa Tatang adalah suami orang.

“Mas Tatang….Mau dunk. Kasih lihat kontol kamu sama Nyai dong.”

“Apa Nyai? Tatang nggak denger. Coba ulangi lagi?” Tatang pun memancing rasa penasaran ummahat yang sudah setengah telanjang itu dengan menyodorkan daun telinga sebelah kanannya. Syahwat Nyai Ratni pun makin berkobar melihat tingkah Tatang yang seperti mempermainkan dirinya.

Dengan birahi terbakar dan siap meledak, Nyai Ratni meraih telinga Tatang san berbisik lembut, “Tatang sayang….kasih liat dong kontol kamu sama Nyai. Nanti Nyai kasih liat memek Nyai deh, mau ga? Nyai Ratni merasa begitu terhina dengan tindakannya sendiri. Ia merasa harga dirinya telah tercabik-cabik di depan ikhwan perkasa ini. Ia langsung terkapar lemah sedangkan Tatang malah makin bersemangat mendengar bisikan luapan syahwat ustadzah alim yang telah menunjukkan kebinalannya itu telah ikhlas sepenuh hati merelakan bagian paling sensitif dan paling suci miliknya untuk dijamah Tatang.

“Iya deh Nyai Sayang. Ini Tatang buka kejantanan Tatang, habis Nyai maksa teruz sih” Tanpa butuh waktu lama, Tatang, sang suami shalih yang merupakan kepala divisi dakwah di stasiun radio tersebut, telah menelanjangi dirinya sendiri. Ia hadapkan kontolnya yang telah menegang dan mengangguk-angguk seksi itu pada wajah ummahat shalihah di depannya. Ia sorongkan seonggok daging berurat yang berdiameter 5 cm dan panjang yang lebih dari 20 cm serta berkepala kemerahan bekas sunat itu pada bibir Nyai Ratni.

Tatang tersenyum melihat Nyai Ratni yang terkagum-kagum melihat batang kemaluannnya. Ustazah cantik itu menelan ludah, sementara kontol Tatang menganggguk-angguk tepat di dekat wajah sang ustazah. Nyai Ratni menjulurkan tangan menggapai batang perkasa itu…. dan….Tatang mendesis sshhhh………
Nyai, bolehkah aku menyentuh memek Nyai ?
Tangan Tatang turun ke bawah meraih bawah perut Nyai Ratni, turun lagi, dan mengusap-usap gundukan daging yang terletak di bawah perut sang ustazah.

“Ya Allah….. Nyai Ratni……empuk sekali memek Nyai…”
Nyai Ratni yang masih mengenakan jilbab itu memejamkan mata menikmati usapan-usapan lembut di kemaluannya.

Cukup lama tangan Tatang bermain-main di kemaluan Nyai Ratni. Tangan Tatang yang telah terlatih begitu lembut mengusap-usap daging empuk aurat milik sang ustazah. Dibelai-belai, dan diremas secara ritmis nan lembut, membuat Nyai Ratni tak mampu lagi bertahan.

Pertahanannya runtuh total. Iman nya pun jebol.
Kesetiaan yang selama ini menjadi pagar dirinyapun tak lagi diingatnya.
Seratus persen Nyai Ratni telah berniat menuntaskan perzinaan terlarang ini.

Di ruangan yang sempit itu, seorang muslimah suci telah melepaskan jubah putih sehingga
telanjang di hadapan seorang lelaki yang bukan suaminya. Hanya jilbab yang masih tersisa di kepalanya.
Dan sang lelaki bernama Tatang itu terus membangkitkan birahi sang ustazah, terus mengusap dan membelai-belai daging empuk di bawah perut Nyai Ratni. Tangannya masuk ke dalam celana putih berenda milik sang ustazah. Dengan kelima jari yang seolah bekerja secara kompak, jari-jari itu menggelitik setiap inci daging montok itu. Sementara si Nyai cantik berjilbab itu merintih-rintih menahan nikmat.

maswat Sunda(l) itu telah menjadi maswat binal yang haus akan sex, dan sang maswat cantikjelita itu telah bertekad untuk menuntaskan perzinaan yang syahdu ini.

“Oh Nyai Ratni… oh Nyai.., memek kamu indah banget Nyai?” Tatang membisik

“Mas Tatang…oughh……..”, hanya desis lirih yang keluar dari mulut sang Ustazah cantik itu.
“Nyai Ratni… bolehkah kontolku mengentoti memekmu Nyai?”
“Ouhh…apa mas Tatang?”, nafsu birahi membuat Nyai Ratni tak begitu jelas mendengar kata-kata Tatang.
“Bolehkah kontolku mengentoti memek, Nyai?”, Tatang mengulang kalimatnya.
"Oh, iya mas Tatang, segera entoti aku...oh...mas entot memekku...oh entoti memekku .."

Dan jilbab suci sang ustazah , menjadi saksi atas perzinaan itu. Begitu pula dengan busana muslimah yang berserakan di lantai yang sedari tadi lepas dari tubuhnya. Andaikan saja jubah putih yang tergolek dilantai itu punya mata dan telinga, pasti bisa ikut menikmati persenggamaan dan perzinaan yang sedang dan akan dilakukan oleh pemiliknya.


Nyai Ratni yang telah dimabuk birahi itu begitu penasaran akan sebatang kontol yang mengangguk-angguk penuh nafsu di hadapannya. Ia pun mulai mengelus-elus kontol yang telah begitu tegang itu dengan tangannya yang lembut. Entah sadar atau tidak, tangan kanan Nyai Ratni bergerak dari depan ke belakang berkali-kali dengan tempo sedang. Ini membuat semacam kocokan yang makin membangkitkan gairah Tatang yang sudah telanjang bulat.

Demi merasakan kocokan lembut ummahat berkacamata itu, Tatang semakin ditenggelamkan oleh birahinya sendiri. Ia letakkan lututnya di atas sofa dan memajukan penisnya yang begitu bergejolak sehingga menyentuh bibir merah muda ustadzah shalihah itu. JIlbab kuning panjang Nyai Ratni terlihat sedikit basah akibat keringat yang mulai mengucur sehingga menampakkan dengan jelas body indahnya pada Tatang. “Ayo dong, Nyai sayang….Masukin kontol Tatang ke dalam mulut indah Nyai. Tatang boleh kan ngentotin mulut Nyai? Akkhhh… Ayo Nyai, gedean mana sih kontol Tatang sama punya suami Nyai?” Gesekan-gesekan pergelangan tangan Nyai Ratni di bulu kemaluan Tatang yang hitam, keriting, dan lebat itu membuat Tatang gemetar bukan kepalang.

“Iya sayang…masukin aja kontol kamu ke mulut Nyai, Nyaii pengen banget ngemut kontol kamu. Habisnya punya kamu jauh lebih besar dan lebih panjang daripada punya suami Nyai.”

“Duh, kamu kok ngomongnya begitu sih Nyai….Kamu ustadzah dan ummahat tapi omongannya kayak pelacur. Kontol aku kan bau banget.” Tatang semakin puas menghina isteri pertama Ustadz kondang yang dipuja banyak orang itu. Kata-kata kotor terus keluar dari bibir Tatang sementara tangannya memegangi kepala Nyai Ratni yang terbungkus jilbab bagai memegangi kepala PSk pinggir jalan.

“Nggak apa-apa Tatang sayang…Nyai suka kok kontol bau!” tanpa pikir panjang lagi, Nyai Ratni langsng memasukkan kontol Tatang yang besar bukan main dengan gerombolan urat di batangannya yang telah membiru ke dalam mulutnya. Ia telan bulat-bulat kontol yang telah berlendir di ujungnya itu, menunjukkan betapa terangsangnya pemiliknya.

“Terus Nyai…OOhhh, ternyata kamu doyan sama kontol gede ya?” Tatang terus mendesah dan mengerang menikmati mulut dan lidah ummahat sekelas Nyai Ratni yang sedang memanjakan kemaluannya. Sementara itu Nyai Ratni pun tak bisa berbuat apa-apa saking asyiknya ia mengulum kejantanan pria shalih di hadapannya. “OOhh, Nyai sayang…begini yoh rasanya ngentot mulut Nyai.”

“Begitu panasnya permainan kedua insan ini, di mana Nyai Ratni tampak begitu lihai mengoral penis Tatang sampai Tatang terheran-heran karenanya. 10 menit kemudian, Tatang merasa gejolak nafsu di kontolnya sudah tak tertahankan lagi. “Nyai lonteku…..mana janjimu tadi, katanya mau kasih liat memek kamu!”

Seperti robot yang selalu menurut apa kata tuannya, Nyai Ratni langsung memelorotkan celana dalamnya yang ternyata telah dibanjiri cairan cintanya akibat rangsangan-rangsangan yang dilancarkan Tatang betubi-tubi. Tak lupa ia tanggalkan pula bra putihnya hingga bagian-bagian paling vital dan sensitif itu tersingkap sudah. “Tatang sayang, Nyai udah telanjang neh…..Entotin Nyai ya, Nyai lagi horny banget neh…”

Mendengar pengakuan jujur itu, darah Tatang langsung menggelegak. Berarti pagi ini ia akan menikmati manisnya kemaluan seorang isteri yang begitu alim ini lengkap dengan butir-butir ovum yang hangat, baru saja matang, dan pastinya siap untuk dibuahi beteteh-beteteh sperma yang begitu kental miliknya.

“Nyai, kamu mau aku hamilin…?” Bisik Tatang lembut di telinga Nyai Ratni.

Nyai Ratni pun menjawab tak kalah lembutnya, “Mau sayang…..entotin Nyai sampai sampai puas kagak bakaln hamil.” Tatang langsung mengambil posisi mengangkangi pinggul sang Nyai pujaannya. Ia singkap sedikit bulu kemaluan ummahat yang cukup lebat itu karena belum sempat dicukurnya. Dibelahnya sedikit demi sedikit memek suci nan harum itu hingga ia melihat dengan jelas lapisan merah muda dengan butiran sebesar kacang menggantung di atasnya. “Akkhh…Tatang, cepet masukin kontol kamu. Entotin aja Nyai sepuasmu…”

Seperti tak ingin cepat mengmasiri kenikmatan ini begitu saja, Tatang hanya mamarkir kepala kontolnya yang menggunung itu di sela-sela rerumputan hitam yang menutupi gundukan bukit menggemaskan milik seorang ustadzah terkenal itu. Sebagai gantinya, ia merapatkan dadanya ke payudara Nyai Ratni dan menggesek-gesekkannya. Tak lupa payudara montok dan kencang itu walau tak begitu besar ia remas-remas sambil sesekali memelintir putingnya yang kecoklatan.

“Aakkkhhhh….Tatang sayang” Nyai Ratni serasa menenggak anggur merah ketika diperlakukan seperti itu. Ia telah mabuk dalam kubangan nafsu kebinatangan yang terlarang akibat birahinya sendiri. Tatang, yang sekalipun shalih dan bertubuh tegap, namun tetap saja sebenarnya ia tak boleh menikmati manis dan harum tubuh dan alat seksual ummahat itu. Namun kini, Tatang tengah menumpahkan birahi jalangnya pada tubuh indah nan seksi ummahat itu. Gilanya lagi, Nyai Ratni bukannya berontak atau menghindar, namun ia malah mengizinkan bahkan memaksa Tatang untuk berbuat cabul pada dirinya. Bahkan gesekan-gesekan kontol Tatang pada bibir vaginanya membuatnya begitu tersiksa. Bagai kesetanan, Nyai Ratni langsung memeluk tubuh Tatang yang mulai basah akan keringat erat-erat dan mencakar-cakari punggung ikhwan perkasa itu, “Sialan kamu Tatang….cepet masuki kontol kamu ke memek aku. Entotinsayaaaaaaannnggg…..!”

“Duh, kok omongan Nyai kayak pelacur gini sih. Kamu kan ummahat shalihah, jilbab kamu aja panjang banget gini.”

“Iya aku pelacur sayang….aku perek jalang, aku budak seks kamu. Cepet yang…..ayo ngentot sama Nyaii, genjoti memek Nyai keras-keras…”

Tak mau membiarkan bidadari berkacamata itu lebih tersiksa lagi, Tatang pun menurunkan pinggulnya perlahan. Tanpa harus diperintah lagi, kepala kontol yang cukup besar itu mulai beraksi membelah vagina yang telah melahirkan beberapa orang anak itu. “Nyai…memek Nyai kok anget banget sih. BEda sama punya isteri Tatang….Tatang suka banget memek Nyai, OOOOhhhh…telen kontol Tatang dong pake memek Nyai.”

Entah kenapa Tatang kembali memanggil Nyai Ratni dengan sebutan Nyai. Mungkin menurutnya, kata ‘Nyai’ terdengar lebih erotis daripada kata ‘Ratni’. Dan itu terbukti, Nyai Ratni yang semula sedikit pasif, kini aktif kembali. Dengan kelamin yang sudah berkedut-kedut tak karuan, dan daraf sensualnya yang terus berkontraksi, Nyai Ratni mulai menghisap-hisap kontol Tatang yang berusaha menyeruak ke dalam rongga vagina yang sebenarnya haram buatnya.Nyai Ratni pun kembali mendesah-desah binal seolah memberi semangat pada Tatang untuk segera menyetubuhinya. Setelah beberapa saat mengempot-negmpot kepala dan batang kontol Tatang, Nyai Ratni pun dapat merasakan kejantanan yang lebih besar daripada yang biasa ia layani sebelimnya itu menerobos masuk ke dalam organ vitalnya.

“Akkhhh…Nyai….Tatang masuk, Nyai. Bismillahir Rahmannir Rahiiiiiiiiiiiimmmmmm.” KOntol Tatang pun langsung amblas dalam hangatnya rongga kelamin Nyai Ratni. “Nyai ikhlas kan saya entot?”

Nyai Ratni langsung menggeletar ketika merasakan sebatang penis dengan kehangatan dan ukuran yang jauh berbeda dari milik suaminya tercinta, memenuhi rongga memeknya. Rasa kenikmatan itu terus menjalar ke seluruh tubuh, apalagi ketika Tatang menarik kontol yang begitu ia banggakan itu disertai hentakan keras menekan dinding kemaluan suci itu setelahnya, hingga si empunya sampai menggelinjang dan mengangkat dadanya tinggi-tinggi. “Nyai ikhlas kok yang……Nyai ikhlas dientot sama kamu” Tatang mulai melakukan kocokan erotis pada vagina mungil Nyai Ratni itu berkali-kali hingga Nyai Ratni tak mampu membuka matanya saking nikmatnya genjotan Tatang. Apalagi tak henti-hentinya Tatang meremas-remas peyudaranya dan melumat bibirnya yang merah muda. “OOOhhh…ampun Tatang. Ennnaaakkkk bangeeeettt…..entoti Nyai truz sayaaaannngg….” Ummahat itu begitu histeris ketika Tatang meningkatkan tempo genjotannya. Untungnya, teriakan binal ummahat yang begitu keras itu langsung diredam Tatang dengan bibirnya agar tak terdengar keluar.

Ternyata urat-urat di batang kontol Tatang telah benar-benar membuat Nyai Ratni menjadi gila. Ia pun turut menaik turunkan pinggul dan pantatnya yang montok seirama dengan goyangan erotis Tatang. Keduanya telah sama-sama bercucuran keringat saat Nyai Ratni melingkarkan kakinya di pinggul Tatang sehingga ikhwan itu semakin mudah melesakkan kontol hitam legam nan besar miliknya ke dalam kemaluan menggemaskan milik ustadzah yang telah begitu binal itu, “OOOhhh….ooohh….yes….Nyai gila, memeknya unstadzah legit banget euy….Tatang doyan ngentotin Nyai…”

Setelah sekitar 30 menit digagahi oleh Tatang dengan liarnya, gelora birahi Nyai Ratni hampir sampai di puncak kenikmatan untuk kesekian kalinya. Ia mulai meracau dan berteriak-teraik tak karuan, nafasnya sudah begitu memburu demi menatap kemaluannya yang cantik itu dipompa tanpa ampun oleh ikhwan yang tak henti-hentinya menghembuskan nafasnya yang panas dan penuh gairah ke wajah Nyai Ratni. “OOhhh…Tatang. Nyai mau keluar lagi neh…..semprot memek Nyai pake peju kamu dong yang anget n lengket…..ampuni Nyai Tatang……”

Tatang pun menambah intensitas genjotannya pada vagina yang masih begitu sempit dan hangat itu ia rasakan. Ia merasa nafsu iblisnya telah hampir sampai di batas maksimal. Dan begitu Tatang merasakan derasnya gelombang yang menjalari batang kemaluannya……ia pun mendekap tubuh sang ummahat idaman dan melesakkan kontolnya sedalam mungkin.

“Aaaaaaaaakkkkkkkkkkhhhhhhhhhh……rasain Nyai peju Tatang, Dasar Nyai pelacur jalang……..”

“Crrrrroooooootttt…..cccrrrooooottt…” Semburan lava panas nan lengket itu pun menghentak-hentak menghantam dinding memek Nyai Ratni sehingga mebuat benteng birahi ustadzah berjilbab panjang itu hancur lebur. Ia balas memeluk Tatang dan mencakar-cakari apa saja yang ia bisa raih dari tubuh Tatang. Tubuhnya berkelojotan dan menggelinjang bagai seekor anjing betina yang sedang disemprot air mani si jantan. Dan masirnya….Nyai Ratni pun melepaskan cairan cintanya yang paling suci dan paling penuh dengan ovum hingga ia terkulia lemas tak bertenaga.

Seiring dengan terlepasnya cairan cinta keduanya, Tatang pun langsung roboh di atas tubuh Nyai Ratni. Dengan penis yang masih bersarang di memek Nyai Ratni seraya menyemprotkan kedutan kedutan kecil penghabisan, Tatang pun menciumi wajah Nyai Ratni sebagai ucapan terima kasih. Ia merasa sedikit bersalah karena telah merusak kehormatan dan kesucian seorang Nyai Ratni yang tampak menggulirkan setetes air mata dari sudut matanya. Semsntara itu, pasangan zinanya itu kini telah tak sadarkan diri setelah dipuaskan sepuas-puasnya oleh kuda binal berkontol panjang itu. Segaris senyum tersungging di bibirnya menyiratkan perasaan hatinya yang begitu bahagia.Keduanya pun terus berpelukan bagai tak mau dipisahkan hingga adzan zhuhur membangunkan keduanya.

Nyai Ratni

By Lucy → Wednesday, June 24, 2020
Ini cerita pribadi yang sudah saya pendam selama 4 tahun. Waktu itu usia saya masih 19 tahunan. Setelah mengenal cerita-cerita mesum di internet saya tertarik untuk berbagi kisah juga. Meski saya meragukan keaslian cerita di internet tersebut, hasrat berbagi kisah saya yang nyata ini tak bisa saya tahan. Entah kenapa saya juga tak mengerti.


Saat itu saya masih berada dibangku Sekolah Menengah Atas, tepatnya dikelas 2 SMA. Pengalaman saya tentang seks saat itu masih nihil. Meski cukup sering menonton video porno, namun untuk urusan berhubungan dengan wanita saya akui saya masih canggung jika mendekati lawan jenis. Tak seperti teman SMA yang lainnya saya cukup tertutup untuk masalah seks, video porno dan hal sensitif lainnya termasuk masturbasi. Jika teman saya blak-blakan pernah melakukan masturbasi, berbeda dengan saya yang cenderung tidak mau mengakui pernah melakukannya. Jujur saja, meski cukup tertutup, libido saya cukup tinggi soal seks. Jika menonton video porno tangan saya sudah gatal untuk mengocok penis saya hingga orgasme. Alhasil jika libido sedang memuncak, saya bisa melakukan masturbasi 7 kali dalam seminggu atau 3 kali dalam sehari.

Begitulah kehidupan seks pribadi saya. Meski belum pernah melakukannya dengan lawan jenis, saya cukup senang meski hanya dengan masturbasi. Mungkin karena saya cukup pemalu untuk mendekati wanita dan tidak begitu berani untuk bercerita tentang kehidupan pribadi saya yang satu ini. Hingga suatu saat peristiwa yang tak pernah saya lupakan seumur hidup saya itu terjadi.

Kisah ini berawal dari percakapan diruang tamu yang saya dengar. Saat itu ayah saya sedang mengobrol dengan ibu saya dan seseorang yang menelepon ayah saya pada waktu itu. Terdengar dari suara penelepon, sepertinya itu adalah seorang wanita. Hingga selesai mendengarkan, akhirnya saya bisa mendapatkan kesimpulan bahwa yang menelpon tadi adalah bibiku sendiri. Bibiku ini adalah adik dari ayah. Ia menelepon karena tak sedang kebingungan mencari tempat tinggal pasca menceraikan suaminya. Sedikit bercerita, bibi saya ini menikah dengan duda yang usianya terpaut cukup jauh. Saat itu, bibi saya menikah muda dan suaminya berusia 35 tahunan. Mungkin terpaut 10-15 tahunan. Bibiku menceraikannya mungkin karena faktor ekonomi yang menghimpit mereka berdua. Setelah memiliki momongan dan ditambah bangkrutnya usaha sang suami dan hutang yang harus dibayar, kebutuhan sehari-hari mereka menjadi semakin bertambah. Akhirnya bibi saya memutuskan untuk berpisah untuk selama-lamanya. Memang sih, bibi saya ini terkesan matre soal duit. Soalnya setelah resmi bercerai ia digosipkan memiliki hubungan dengan beberapa pengusaha.

Setelah berpetualang dengan beberapa pria, dan tinggal kesana kemari, kadang dirumah temannya, kadang dirumah saudaranya, mungkin ia merasa lelah dengan pencarian cintanya yang kandas hingga meminta pertolongan kepada ayah saya. Akhirnya ia di izinkan untuk tinggal bersama kami setelah ada kesepakatan dengan ibu dan anak2nya termasuk saya. Karena saat itu kakak-kakak saya juga sedang sibuk diluar kota untuk kuliah dan yang lainnya memang sudah berkeluarga. Ayah saya juga meminta anaknya yang berusia 7 tahun untuk ikut tinggal bersama kami, tetapi si anak tersebut hanya ingin tinggal bersama ayah kandungnya.

Setelah tinggal bersama, tak ada hal aneh ataupun fikiran kotor yang terlintas dibenak saya. Semuanya berjalan normal-normal saja. Si bibi juga tampak kerasan tinggal bersama kami. Ia tidur bersebelahan dengan kamar saya diruang depan. Hingga akhirnya kejadian itu terjadi. Saat itu, tanggal 23 mei 2010, tepatnya malam hari sekitar pukul 01.00, saya keluar kamar untuk pergi ke toilet yang terletak didapur. Saat hendak kembali ke kamar, saya mendengar bunyi ck,ck,ck,ck,ck seperti air yang dikocok dibarengi dengan desahan lembut seorang wanita. Setelah mencari sumber suara tersebut, ternyata suara tersebut semakin jelas ketika saya menempelkan telinga saya ke celah-celah pintu kamar bibi. Saat itu saya berfikir apa yang dilakukan bibi malam-malam begini? Hingga terbesit dalam hati apakah si bibi sedang masturbasi? Malam itu saya begitu penasaran hingga ingin sekali rasanya untuk membuka kamar bibi atau mendengarkan suara desahannya. Akan tetapi saya masih ragu untuk melakukannya karena takut akan ketahuan. Akhirnya saya memutuskan untuk pergi tidur dan melupakan kejadian tersebut hingga esok pagi.

Paginya saya berpura-pura seperti tak ada kejadian aneh yang terjadi semalam. Si bibi juga tampaknya tak menyadari jika saya sempat mendengarkan desahannya semalam. Hingga saya pergi sekolah dan kembali pulang kerumah. Kebetulan dihari itu ibu dan ayah saya pergi berjualan dan hanya ada si bibi saja yang berada dirumah. Setelah sampai dirumah, ternyata keadaan cukup sepi, pintu depan tidak dikunci hanya pagar luarnya saja uang ditutup. Saya masuk seperti biasanya tanpa mengucapkan salam atau ucapan telah pulang sehingga orang rumah biasanya tidak mengetahui kedatangan saya kerumah. Setelah membuka sepatu, saya langsung menuju kamar saya yang melewati pintu kamar bibi. Ketika hendak memegang gagang pintu, saya kembali mendengar suara desahan dan ricikan air seperti semalam. Pikiran kotor saya saat itu langsung hadir dan membayangkan si bibi tengah masturbasi. Penis saya yang semula anteng didalam celana, seperinya sudah mulai berontak. Namun untuk mengobati rasa pensaran, saya harus berpikir untuk mencari cara atau alasan untuk bisa masuk kedalam kamar bibi saya.

Akhirnya saya memutuskan untuk mengganti pakaian saya terlebih dahulu sembari mencari ide untuk bisa masuk ke kamar bibi. Setelah berfikir beberapa saat akhirnya saya menemukan ide. Saya berpura-pura masuk untuk mencari gunting kuku yang ada di dalam kamar bibi, karena memang sebagian kelengkapan dandan ibu saya ada dikamar bibi saya tersebut. Dengan jantung yang berdebar-debar akhirnya saya beranikan untuk menerbos masuk ke kamar bibi saya tersebut dengan harapan pintunya tidak dikunci. Dengan rasa pensaran dan libido yang sudah cukup tinggi, saya beranikan diri membuka pintu yang ternyata tidak dikunci tersebut. Setelah berhasil membuka pintu saya dikejutkan oleh pose bibi yang sedang mengocok vaginanya dengan posisi menungging dan tangan satunya yang meremas payudaranya. Sontak saja si bibi kaget dan menutupi payudara dan vaginanya yang sudah tampak basah tersebut.

"mm..maaf bi, saya mau cari gunting kuku.." kataku. Setelah mengetahui keadaan si bibi, saya langsung menutup pintu kembali dengan muka tersipu malu. Akhirnya apa yang saya duga ternyata benar, si bibi sedang bermasturbasi. Melihat kejadian tersebut saya segera menuju kamar mandi karena tak tahan juga melihat kejadian itu yang membuat penis saya ingin memuntahkan spermanya.

Setelah selesai dengan "hajat" saya, saya kembali menuju kamar untuk menonton tv dan melupakan kejadian tersebut. Akan tetapi pintu kamar si bibi terlihat terbuka. Saat melintas di depannya, saya melihat bibi tengah menangis tersedu-sedu sehingga rasa tak tega menghampiriku. Saya menghampirinya dan kemudian bertanya, "Bibi kenapa menangis?". Ia masih saja menangis. Kucoba untuk bertanya sekali lagi, "Bi.. yang tadi ngg akan saya ceritain ke ibu sama ke ayah kok. tenang saja.." "Kamu janji?" jawabnya. "Iyaa bi, tenang saja.." timpalku untuk meyakinkannya. Kami berada pada percakapan yang cukup intim hingga akhirnya saya ketahui ternyata si bibi punya nafsu birahi yang cukup besar. Perceraian dengan suaminya juga diakuinya bukan hanya soal ekonomi saja, namun masalah kebutuhan biologisnya. Si suami yang sudah cukup berumur, sudah tak mampu lagi mampu memenuhi kebutuhan batiniyahnya. Pada pertengahan percakapan si bibi berceloteh, "Kamu masih kecil, tapi cukup dewasa juga ya menyikapi hal beginian". "heuheu, luarnya saja yang kecil bi, dalemnya sih gede.." candaku. percakapan sudah mulai santai dan mencair hingga menjurus ke pornografi. Diketahui juga, si bibi juga pernah melakukan hubungan intim dengan salah seorang pacarnya pasca bercerai, namun itupun hanya sekali-kalinya saja. Dan kini, disaat libidonya sedang tinggi-tingginya ia bingung harus bagaimana untuk menyalurkan hasratnya tersebut.

Dengan percakapan yang menjurus ke pornografi, saya akui birahi saya juga mulai naik, apalagi saya masih teringat dengan bokong dan vagina bibi yang basah tersebut. Saya beranikan untuk semakin mendekat ke bibi, berusaha merangkulnya dan akhirnya si bibi memeluk badan saya. Pikiran saya saat itu hanya memikirkan bagaimana saya memulainya untuk bisa menikmati tubuh bibi yang lumayan montok tersebut. Payudaranya juga saya akui cukup besar, mungkin tangan saya sedikit kewalahan untuk bisa meremas payudaranya secara keseluruhan. Setelah birahi mencapai ubun-ubun, saya beranikan untuk mencium keningnya, sambil sesekali memuji keindahan tubuhnya. Si bibi hanya tersenyum saja saya perlakukan seperti itu.Kemudian saya beranjak untuk menciumi pipi, telinga, leher hingga akhirnya kami berciuman begitu romantis. Saya sempat kewalahan mengimbangi ciuman bibi yang sesekali menyedot bibir saya. Mungkin karena libidonya sudah mulai naik kembali. Tak lupa juga ketika sedang asyik berciuman, tangan saya aktip bergerilya meremas kedua gunung kembarnya yang masih dibalut kaos dan branya.

Setelah puas berciuman, si bibi segera membuka kaos dan branya. Saya bisa melihat dengan jelas puting payudaranya yang coklat kehitaman yang kontras dengan warna kulit payudaranya yang putih. Ia menuntun kepala saya untuk mengecup payudaranya dan kemudian saya rebahkan dikasur supaya lebih nyaman. Jujur saja, libido saya saat itu sudah tak terkendali lagi, saya begitu lahap menyedot, mengecup dan menjilat payudara si bibi. Penis saya pun sudah tak tahan membendung spermanya untuk keluar. Beruntung, karena sempat bermasturbasi, saya masih bisa menahan nafsu saya. Maklum, baru kali ini saya bisa melihat seorang wanita begitu pasrah bugil dan saya setubuhi.

"de.. kocok memek bibi ya.." pintanya dengan nada rendah. kuturuti perintah bibi, memeknya sudah begitu becek, sehingga saat saya mengocoknya dengan cepat, suara kocokannya bercampur dengan air lendirnya menimbulkan suara yang sama seperti yang pertama kali saya dengar malam kemarin. karena masih mengenakan celana dan CD, aku meminta bibi untuk membuka semua pakaiannya sehingga saya bisa melihat tubuh bibi dalam keadaan telanjang bulat. Memeknya begitu menarik perhatian saya, bulu-bulu tampak rapi dan tidak begitu lebat persis seperti memek-memek yang ada di film porno jepang. Tak tahan melihatnya, saya langsung lucuti pakaian saya hingga benar-benar telanjang dan langsung menjilati memek si bibi. Melihat penis saya yang sudah tegang dan mengeras si bibi menawarkan untuk mengocok penis saya, namun saya menolaknya karena takut keburu keluar sebelum merasakan memeknya.

Saat menjilati memeknya, bibi hanya mendesah lembut.. "hmmmh..." "mmmhhh..." dan semakin lama memeknya tersebut semakin basah. entah karena air liur saya atau karena cairan orgasme si bibi. karena saat itu saya belum tahu kalau si bibi telah mencapai orgasmenya. Karena sudah tak tahan dengan nafsu birahiku, saya meminta ijin untuk memasukan penis saya kedalam memek si bibi, "saya masukin ya bi?" pintaku. "iya de.. masukin aja.." jawabnya dengan lirih.. Berbekal video porno saya tidak mengalami kendala saat memasukan penis saya ke memek si bibi. Mungkin karena memeknya juga yang telah basah sehingga memudahkan penis saya untuk memasukinya.

Dengan dorongan yang cukup keras, seluruh penis saya telah masuk kedalam memek bibi. Secara perlahan saya goyangkan pinggul saya untuk mengocok memeknya. Ada perasaan enak bercampur sedikit panas dan ngilu pada kepala penis saya. Mungkin karena efek masturbasi tadi. Semakin lama saya semakin mempercepat kocokan penis saya ke memeknya. Hingga akhirnya saya tak tahan lagi untuk menahan aliran sperma yang ingin keluar dari penis saya. "Bi, mau keluar.." kataku dengan sedikit ngos-ngosan. "Keluarin aja de.." katanya dengan setengah desahan. Setelah beberapa detik akhirnya penis saya menyemburkan spermanya kedalam rahim bibi. Kedutannya cukup membuat saya lemas walaupun sperma yang keluar tidak begitu banyak. Saya diamkan beberapa saat, kemudian saya cabut penis saya dari memek si bibi. "makasih ya bi.." kataku sambil mengecup kening si bibi. Kurebahkan tubuhku disampingnya. Meski hanya berlangsung selama 30 menit, namun keringat ditubuhku keluar cukup banyak. Si bibi langsung memelukku sambil berkata, "kamu lumayan juga, bibi ngg nyangka kamu bisa begini". "Tapi aku hanya tahan sebentar bi.." balasku. "Ngg pa pa, yang penting bibi bisa salurin hasrat bibi de, kamu jaga rahasia kita ya.." pintanya.

Semenjak saat itu, saya telah melakukan beberapa kali hubungan seks dengan bibi saya. Dihari itu saja, pada malam harinya, kami melakukan kembali pergumulan tersebut hingga menjelang pagi. Namun sayangnya, saat ini bibi saya telah berada diluar negeri untuk bekerja menjadi TKW di hongkong, ia bekerja di pabrik setelah temannya menawarkan pekerjaan disana. Beberapa hari sebelum keberangkatannya ke Hongkong, kami melakukan hubungan badan sebanyak tiga kali dalam satu malam. Dan setelah berada di hongkong beberapa hari, kabarnya si bibi hamil akibat hubungan intim kami, namun ia memutuskan untuk menggugurkan kandungan demi karirnya yang masih seumur jagung. Ada perasaan bersalah namun adapula perasaan rindu kepada bibi untuk bisa menikmati tubuhnya lagi. Cepatlah pulang bi, aku selalu menunggu kehadiranmu dikamarmu.. Sekian

Nafsu Birahi Si Bibi

By Lucy →
Delapan tahun tanpa kehadiran mama, aku pikir aku mulai terbiasa. Tetapi ayah selalu saja meminta izin dariku untuk menikah lagi, dan dengan terpaksa akupun mengiyakan permintaan ayah itu, karna terbayang juga olehku bagaimana perasaan batin ayah selama delapan tahun ini tanpa mama.


Berbulan bulan berlalu, akhirnya ayah berani membawa calon mama tiriku, namanya mita. Dia agak berisi dan terlihat muda karna memakai baju kantor, dia adalah staff ayah di kantor. Aku memanggilnya tante mita.

Sering kali aku melihat ayah dan tante mita berpelukan sambil menonton tv, terkadang tangan ayah dengan nakal menyentuh payudara tante mita dan mengelus elusnya dengan rasa sayang. Tante mita umurnya 43 tahun, hanya beda setahun dari ibu, tetapi terlihat jelas perbedaannya dengan ibu. Tante mita mempunyai badan yang semok, dengan tinggi 168 dan payudara yang besar bak gunung jika dia memakai baju kantornya. Semenjak ayah sering membawa tante mita ke rumah, aku menjadi sering membayangkan dia jika sedang coli.

Ketika itu hari minggu pagi aku terbangun oleh suara gelas pecah di dapur, dan kulihat ada tante mita sedang membersihkan serpihan kaca.
“awas ka banyak beling..tadi gelas pecah” sambal jongkok mengambil serpihan kaca.

WOW, aku yang setengah mengantuk menjadi focus dengan bulatan besar pantat tante mita yang sedang memakai daster.

“hei…kan ibu udah blg awas kaka..banyak beling ini…tolong ambilkan sapu deh” ujarnya memerintahku.

“ehh iya tante, sebentar kaka ambilkan” bergegaslah aku ke halaman depan mengambil sapu.

Sembari berjalan ke halaman, aku tak kuat membayangkan bulatan empuk yang tadi kulihat, kontolku mulai menegang dibalik celana bola yang kupakai untuk tidur. Sambal berjalan kedalam lagi aku memijit mijit kontol dari luar celana.

“ini tan sapunya..ayah mana ?” Tanyaku

“ayahmu tadi subuh berangkat ke jkt, urusan mendadak. ibu disuruh diem disini nemenin km, masak juga…km mau dimasakin apa ka ? biar nanti ibu bikinkan” kata tante mita sambal menyapu serpihan kaca.

“Hmm dasar jalang..belum nikah saja sudah mau disebut ibu..” gumamku dalam hati.

“aku mau nasi goreng saja tante.” Lalu aku pergi ke kamar mandi.

Rasanya kesal dicampur sange membayangkan tubuh, pantat dan toket calon ibuku sendiri, tetapi rasa nafsu yang menggejolak mengalahkan ke kesalan ku saat itu, langsung saja aku posisi coli seperti biasa tanpa sabun. “Uuhh aahhh sponge kontolku tan..” racauku pelan sembari coli. Lalu aku lanjutkan mandi.

Usai mandi, dengan masih memakai anduk dililitkan seperti rok wanita, aku pergi ke dapur, bermaksud menanyakan nas gorengku. Tetapi aku malah melihat pemandangan lain yang lebih indah. Bongkahan pantat tante mita ketika sedang memasak.

Entah setan apa yang merasuki ku, tiba tiba kupeluk dia dari belakang, ku grepe, dan kuciumi lehernya dari belakang..tante mita berontak, tapi aku semakin brutal..

“duh kaa ngapain, jangan perkosa ibu..” pinta tante mita padaku.

“diam..kau bukan ibuku…kau pelacur ayah..”geramku sembari grepe toket besarnya.

“aah jangan ka, ibu mohon…” suaranya menjadi pelan seperti sudah masuk dalam irama ciumanku di lehernya.

tante mita sayang diem ya, aku lagi pengen banget, cuman ada km disini yang bias bikin nafsu aku ilang…lagian di rmh skrg gak ada orang, aku tahu ko semalem tante main kuda kudaan juga sama ayah..aku denger ko erangan ayah tadi malam…tapi aku gak denger desahan tante…pasti gak puaskan tadi malem ngentotnya..” bisik ku pelan di telinganya sambal terus aku grepe toketnya dari belakang.

“ahh uuh please jangan kaya gini…” ujar tante mita sambal mengerang dan terus menolak grepean ku.

Aku terus saja mencumbu tante mita, aku tahu dia itu orangnya liar di ranjang, hanya saja dia belum nafsu skrg ini, hanya butuh waktu sebentar saja untuk membangkitkan nafsunya..

Kuciumi lehernya yang terkadang rambut panjangnya masuk ke mulutku sedikit, badannya yang semok membuatnya pas untuk dipeluk dari belakang. Setan dalam diriku terus menginginkan lebih dari sekedar grepe dan mencium lehernya. Aku secara naluri segera membuka dasternya dengan cara merobek dari belakang.

Dan terlihatlah langsung kulit putihnya, pantatnya yang tak memakai cd pun membuatnya menjadi semakin cantik dan membuat kontolku semakin keras.
Tak banyak lama, aku langsung memaksanya menungging, meskipun dia terus meronta, aku tak peduli, lagipula sudah tanggung untuk berhenti, meskipun aku sedikit iba padanya, bagaimana pun dia adalah calon mamaku.

Aku memasukan kontol dari belakang.

“aaaaaaaaaaaaaahhhh jangan ka…aku ibumu” jeritnya

“diam…kau belum jadi ibuku…” sambal ku genjot langsung dengan cepat, kupegang punggungnya agar terus berposisi seperti itu.

Aku merasa memeknya tante mita belum terlalu basah, nampaknya dia memang belum terangsang dengan segala usahaku membuatnya sange. Tak habis akal aku mencabut kontol, lalu kuposisikan badanku berjongkok di belakang pantatnya, langsung saja kujilat memeknya dari bawah.

“ahhhh ahhh km ngapain..” katanya dengan suara khas wanita sedang ke enakan.

Aku terus menjilat memeknya seperti seekor anjing yang kehausan. Mencium bau memeknya yang khas dan menjilat memeknya yang sudah tak rapat seperti perawan, aku bisa merasa bahwa dia sekarang sudah mulai sange, karna tak berontak lagi, malahan dia berpegangan ke kompor menahan jilatanku yang liar.

Akhirnya diapun dirasuki setan jahat.

Dia mendorong mukaku dengan pantatnya, dan menggoyangkan pantatnya kea rah mukaku, aku sangat mmenikmati apa yang dia lakukan, sesekali aku jilat bongkahan bulat pantatnya yang seksi.

“kalau kau memang mau menikmati dan membuatku puas nak, aku persilahkan, tapi tolong jaga rahasia ini, aku tetap sayang pada papamu, aku tak mau pernikahanku batal..aku tetap mau jadi ibumu..tapi tolong..hanya sekali ini saja seperti ini…” keluhnya

Diapun berbalik badan, aku berdiri di depannya, kutatap matanya dalam.

Tak kusangka, dia langsung menyosor mulutku, dia menciumku seolah tak ada hari esok…

Aku sangat menikmati itu…kubalas ciumannya sambal menggrepenya lagi..tak lama setelah itu aku mengentotnya.

Aku angkat badanya dan ku dudukan dia diatas meja makan.

“ahhh km gilaa nak, ahhh kontol km keras bgt…uuh beda sama papaaaahhhaahhhh enak sekali…” racaunya keenakan.

Aku terus genjot dia selama 5 menit hingga dia orgasme.

“Aku belum keluar” keluhku padanya..

Seperti pelacur dia langsung turun dari meja dan menjilati kontolku, tak kukira dia mahir sponge kontol. Dia menelan kontolku hingga akhir mulutnya (deep throat).

Dan aku pun crot di dalam tenggorokannya.

diapun akhirnya menikah dengan ayah, aku sangat senang sekali. hampir sebulan sekali aku selalu mengajaknya ngentot, dan diapun sangat mau karna katanya kontol ayah sudah tak sekeras kontolku.

Tante Mita

By Lucy →
Inilah keputusan yang harus ku buat. Setelah perjalanan panjang kami, aku yakin ini pilihan terbaik yang harus aku ambil. Usaha yang telah aku bangun telah mengalami beberapa masalah, aku mempercayakannya kepada Satorman, namun ini bukan salahnya. Kehidupan gelap hanya membawaku jatuh ke jurang yang lebih dalam. Teman baik ku, Tono, telah menemaniku sejak kecil, dan dia harus menghembutkan nafas terakhirnya, aku kehilangan dia karena ia bunuh diri. Toni malu dan tidak bisa menerima kalau dia divonis mengidap HIV.
Teman-teman yang lain juga telah meninggalkanku, Mamat dan Syamsul, masing-masing telah ada jalannya, kembali kepada-Nya, dan sudah berkeluarga. Teman masa sekolahku pun sudah mengambil jalan lain, memilih hidup normal. Kini aku hanya memikirkan satu hal, masa depan teman-teman ku yang masih berada di sampingku. Satorman telah setia menemaniku, menjalankan usahaku dengan baik. Wahyu, walaupun jarang di sini, namun dia adalah backingan yang cukup kuat. Ronald, temanku yang baru aku temui untuk menjaga kondisi kesehatan para pekerja di tempat usahaku. Dan beberapa gadis pekerja seperti Ayu dan kawan-kawan.
Malam ini ku kumpulkan mereka. Keputusan ini kuambil karena satu hal, kami tidak mau sesuatu yang lebih buruk terjadi. Setelah kami temukan Fenny ketakutan di halte karena ia diperkosa oleh segerombolan orang yang tidak ia kenal, kemudian kami pun menemukan Tante Yully yang telah lama hilang, ia diculik, dan yang jelas kami temukan dia dengan kondisi yang cukup buruk seperti halnya Fenny.


***
Sabirin melaju mobilnya membawa tante Yully ke markas Solihin. Itu adalah neraka bagi tante Yully. Tempat di mana tante Yully disekap dan dipaksa bekerja sebagai pemuas nafsu sex. Kini tante Yully akan mengalami hal buruk lagi. Sabirin dan temannya membawa tante Yully menyusuri jalan masuk ke sana.
Hutan, jalan yang cukup jelek, gelap, penuh pepohonan kiri dan kanan. Namun di ujung sana terdapat lampu kedap-kedip tanda adanya kehidupan. Banyak motor dan mobil terparkir di luar gerbang. Beberapa pemuda berjaga-jaga. Sabirin masuk dengan mudah ke dalam sana ketika pemuda itu membukakan pintu gerbang. Sebuah gedung besar jauh di ujung. Tante Yully mengingatnya dengan jelas, gedung yang dianggap neraka itu membuatnya ketakutan, di belakang gedung itu adalah asrama di mana para pekerja seks komersial menginap. Sepanjang jalan ada meja dan kursi tempat muda mudi berkumpul dan berpesta, diterangi lampu remang-remang, mereka berpesta miras. Beberapa pria berjalan sana sini sambil menenteng senjata, mereka adalah anjing-anjing yang berjaga di tempat lokalisasi itu.
Sabirin menyeret tante Yully masuk ke gedung itu. Mereka langsung menuju ke ruangan Solihin, kakak kandung Sabirin. "Lihat bro, apa yang saya bawa...", kata Sabirin ketika membuka pintu ruangan sambil mendorong tante Yully jatuh ke lantai. Solihin terlihat kaget karena pintunya tiba-tiba dibuka tanpa ketuk pintu. Ia gelagapan menarik celananya naik, terlihat di sana seorang gadis muda pun berdiri seperti salah tingkah. Gadis itu cantik, mulutnya tertinggal sedikit cairan putih seperti sperma, sepertinya gadis itu orang baru di sini, sehingga diberikan sedikit pelajaran.
"Sial", gumam Solihin menutup resleting celananya. Tangannya melambai tanda mengusir gadis yang tadi menyepongnya untuk keluar dari ruangan. Solihin melihat ke arah Sabirin, lalu dengan sendirinya teman-teman Sabirin yang berdiri di belakang mundur perlahan dan menutup pintu kembali. Ruangan kini tersisa Solihin, Sabirin dan tante Yully. Suasana sepi, semua terdiam hingga Solihin berjalan ke arah Sabirin, ia tidak menghiraukan tante Yully yang terkapar di lantai. 'BUK!" suara hantaman keras terdengar. Tante Yully langsung memandang ke arah sana. Sabirin ternyata sedang dipukuli Solihin. "Dasar bocah tak tau aturan!", Solihin berteriak marah. "Sudah berapa kali gue peringatkan untuk ketuk pintu dulu!!!", ia berteriak melengking hingga nampak urat-urat di lehernya. "Maa... maaf bro", jawab Sabirin memegang pipinya yang terkena hantaman bogem mentah Solihin. Tanpa berani memandang ke arah Solihin, Sabirin pun mencoba menjelaskan, "Gue kira ini kejutan...", katanya.
Solihin lalu mundur dan melihat ke arah bawah, tepat tante Yully terduduk di sana. Solihin berjongkong dan mengangkat wajah tante Yully, "Hmm... Sepertinya tidak asing...", kata Solihin. Lalu ia berdiri dan kembali menatap Sabirin yang tidak berani melihatnya. "Dia Yu... yully bro...", kata Sabirin pelan. "Hahaha", Solihin tiba-tiba tertawa keras, lalu kembali mendekati Sabirin dan 'BUK!!!', Sabirin langsung tersungkur ke bawah. Solihin memukuli penuh kesal, Sabirin yang sudah jatuh pun terus ditendang sambil dimaki, "ANJINGG!!!", Solihin marah sekali, "KEPAARAAATTTT!!!", tante Yully tak berani memandang ke arahnya, luapan emosi Solihin sangat mengerikan.
"Ampun bro! Ampun!", teriak Sabirin sambil menangkis tendangan Solihin. Solihin lalu terdiam sejenak, ia mengerutkan keningnya lalu menjauh dari Sabirin. Solihin duduk di kursinya sambil menyalakan rokok, ia coba menenangkan diri. Sambil menarik panjang hisapan rokoknya ia pun berkata, "Selalu saja buat masalah". Sabirin terheran-heran dengan apa yang dimaksud Solihin, "Gue bawa primadona kita yang dulu", kata Sabirin. "Dia bukan punya kita lagi!", teriak Solihin. "Pulangkan dia segera!!!", perintah Solihin.
Tante Yully sangat senang mendengar itu, ternyata Solihin tidak mau lagi menerimanya di sini. "Ta... tapi...", kata Sabirin lalu terdiam ketika Solihin melototinya. Sabirin tidak berani bicara banyak lagi. Ia kemudian mengangkat tante Yully untuk berdiri, lalu menyeretnya keluar dari ruangan. "Syukurlah", pikir tante Yully dalam hati. Pintu ruangan Solihin ditutup, dua teman Solihin masih menunggu di depan pintu. "Sial", oceh Sabirin, "Gak mau uang kali dia tuh, kampret", sambil memegangi rahangnya yang sedikit sakit.
"Tolong lepasin gue...", tante Yully memohon karena Sabirin mencengkram tangannya dengan kuat. Lalu Sabirin memandanginya sambil berkata, "Lu pikir gue bakal rugi? Setelah semua ini terjadi, gue harus dapat uang!", katanya membentak tante Yully. Tante Yully menggeleng-geleng, tanpa bisa melawan, Sabirin membawanya ke gedung belakang, gedung di mana letak kamar istirahat Sabirin, "Sementara kamu di sini dulu", katanya. "Jagain dia!!", perintah Sabirin kepada kedua temannya lalu Sabirin pergi dari kamarnya.
Sabirin berkeliling di sepanjang markas, mencoba mencari pelanggan yang menginginkan tubuh tante Yully. Sabirin tidak mau apa yang ia lakukan sia-sia, paling tidak dia bisa mendapatkan sedikit uang dari sana. Beberapa pria ia temui, mencoba bernegosiasi. Sementara tante Yully duduk terdiam di sofa di dalam kamar Sabirin, ia gemetaran dan menangis. Dua teman Sabirin terus memandanginya, seperti mau menerkamnya, tidak puas mereka mengerjainya kemarin.
Lalu Sabirin kembali, bersama beberapa pria ia masuk ke kamar, tante Yully sangat kaget, ternyata Sabirin berhasil mendapatkan deal dari beberapa pria. "Hahaha, kamu masih laku di sini", ejek Sabirin lalu menarik tante Yully dan mendorongnya ke kasur, kasur di mana biasanya Sabirin beristirahat. "Kalian bersenang-senanglah, dua jam penuh dia milik kalian!", kata Sabirin lalu mengajak dua temannya keluar kamar. Mereka pun berjaga di luar pintu untuk pelayanan yang lebih baik.
Enam pria di sana berdiri menatap mesum ke arah tante Yully yang terbaring di kasur. Tante Yully ketakutan, ia mencoba menutupi tubuhnya dengan selimut yang ada. Ia sudah trauma dengan tempat ini, tempat dahulu ia menebus dosa-dosa suaminya.
Dahulu suaminya mengalami kebangkrutan sehingga utang pun bertumpuk, tante Yully dijual ke tempat prostitusi untuk menebus hutang-hutang suaminya. Fenny, anak gadis tante Yully terus dikejar untuk membantu membayar hutang. Untungnya Herman membantu semua masalah tante Yully ketika mereka bertemu dengan Fenny. Namun semua usaha itu buyar, tante Yully kembali jatuh ke tangan yang salah.
"Gue suka wanita sepertimu, cantik...", kata seorang pria di sana. Mereka mulai membuka pakaian mereka sambil mengejek-ngejek. "Biarpun sudah tua, tapi tubuhmu masih langsing ya...", beberapa pria itu berbincang sambil mendekati tante Yully, "Oriental sekali...", "Dia pandai merawat tubuh sepertinya", "Wajahnya cantik dan putih", Lalu satu pria naik ke kasur dan berkata, "Wah, harum...", yang lainpun membalas, "Gue suka gadis oriental...", mereka terus berkata seperti satu tim, "Dan gue suka gangbang...", mereka secara bersama-sama mendekati tante Yully.
Di umurnya yang sudah hampir masuk ke kepala empat, tidak membuatnya terlihat tua, tidak ada keriput yang nampak jelas. Satu anak yang dia lahirkan, sehingga tubuhnya tidak kendor dan bisa terawat. Tidak heran dulunya ia di sini merupakan salah satu primadona andalan. Di sini tidak banyak gadis oriental yang bekerja sebagai PSK.
"Jangan... Saya mohonnnn...", tante Yully memelas. Namun enam pria itu sangat bringas. Mereka menarik selimut yang dipakai tante Yully, hingga tante Yully ketakutan. Mereka langsung menarik baju yang dipakai tante Yully, sangat kasar, hingga tante Yully berteriak kesakitan karena tarikan mereka. Pakain tante Yully dilucuti dengan paksa, hingga tanpa tersisa, termasuk bra dan celana dalamnya.
"Wah, putihhhh", kata salah satu pria. Mereka langsung meraba tubuh tante Yully, susunya diremas-remas pria itu. Ada yang menciumi bibirnya, dan ada yang meraba-raba selangkangannya. Tante Yully menangis mendapatkan perlakuan sekasar itu.
Beberapa menit Tante Yully digerayangi enam pria, hingga mereka sudah mulai tidak tahan, penis mereka sudah mengaceng. Tante Yully ditelungkupkan di atas seorang pria. Pria di bawah itu menusukkan penisnya ke vagina tante Yully sambil meremas-remas buah dadanya. Seorang pria lagi mengambil posisi di belakang, ia menusukkan penisnya tepat di lubang anusnya ke tante Yully hingga tante Yully mengerang kesakitan. Pria lainnya mengantri sambil memanfaatkan bagian tubuh tante Yully yang lain, ada yang minta di sepong oleh tante Yully, dan ada pula yang memegangi tangan tanhte Yully untuk membantunya mengocok penis mereka.
Beberapa saat, mereka tidak mau menyia-nyiakan dua jam yang mereka beli. Mereka saling bergantian mengambil posisi. Tante Yully kesakitan harus melayani enam pria sekaligus. Mulutnya terasa panas karena menyepong penis-penis pria itu. Vaginanya terasa seperti koyak, dan anusnya seperti terbakar kepanasan. Namun ia tidak tahu, apa yang sedang dialami Fenny jauh lebih buruk darinya.
Tante Yully menangisi penderitaanya, sekujur tubuhnya terasa sakit karena dipaksa enam pria itu. Hingga dua jam full ia diperkosa bersama-sama.
"Bagus perek lu, lain kali gue pake lagi", kata satu pria setelah membuka pintu dan keluar dari kamar Sabirin. "Sudah gue bilang, ini barang bagus, lain kali susah ketemu", kata Sabirin sambil melihat ke enam pria itu pergi menjauh.
"Kalian kalau mau, pakai saja dulu, sebelum gue balikin", kata Sabirin menawari kedua temannya yang dari dua jam lalu berjaga-jaga. "Asyik", kata temannya itu lalu segera masuk ke kamar. Sabirin hanya menunggu di luar, ia menyalakan rokoknya, ia tidak sangka apa yang ia terima, ia terus memegangi rahang dan perutnya yang sakit karena pukulan Solihin.
"Wah, payah", kata dua teman Sabirin ketika mendapatkan tante Yully tergeletak tak sadarkan diri di kasur. Badannya penuh dengan memar, dan bau sperma di mana-mana. Namun konak sudah menjangkiti dua pria itu. Dengan keadaan seperti itu, mereka pun membuka pakaian mereka, memanfaatkan kesempatan yang diberikan Sabirin, mereka pun mulai memperkosa tante Yully yang tidak sadarkan diri itu.
Tante Yully sudah tidak mampu bangun, ia terlelap dalam pingsannya, seperti boneka yang hanya dimainkan dua pria tersebut. Dari vagina hingga lubang anus terus mereka genjot. Sabirin sudah tiga puluh menit menunggu di luar pintu, ia terus berpikir lagi, apa yang harus ia lakukan lagi, mengembalikan tante Yully atau menjualnya lagi. Satu sisi ia takut dengan kemarahan abangnya, Solihin, tentu saja ia tidak mau berurusan lebih panjang, namun satu sisi ia butuh uang, tante Yully bisa dijadikan pekerja di sini baginya.
Kemudian dua pria teman Sabirin itu keluar kamar, sepertinya mereka sudah puas menyetubuhi tante Yully. "Legit...", kata kawannya itu. Sabirin kemudian berbisik kepada kedua pria itu, "Mandikan dia, lalu ikat di kasur, jangan biarkan dia kabur", kata Sabirin, "Biarkan malam ini jadi milik kita, kalian jaga, gue cari pelanggan lain", katanya. "Oke bro", jawab kedua temannya itu lalu kembali ke kamar.
Sabirin menjauh dari kamar dan coba mencari pelanggan lagi, sambil jalan, sambil sms teman-temannya yang lain lagi, siapa tau ada yang berminat. Sedangkan dua temannya sudah menyeret tante Yully ke kamar mandi yang terletak di dalam kamar Sabirin. Tak sadarkan diri, tante Yully dibopong masuk dan dimandikan di sana. Mereka mencelupkan tubuh tante Yully di bath tube sana. Namun pekerjaan mereka membuat mereka konak, sekali lagi mereka menggauli tante Yully di kamar mandi. Di dalam bath tube dan di bawah guyuran shower, tante Yully kembali menjadi bulan-bulanan dua pria itu.
Susunya diremas-remas dan dikenyot-kenyot. Antara sadar dan tidak sadar, tante Yully hanya sesekali menarik nafas panjang. Satu pria membopong dengan mengangkat kaki tante Yully hingga selangkangannya terbuka, sedangkan satu pria lagi mulai menusukkan penisnya ke vagina tante Yully.
Cukup lama Sabirin mencari pelanggan, hingga ia merasa cukup, uang yang ia dapat juga sudah lumayan banyak. Ia pun kembali ke kamar sambir membawa pelanggannya. Ada sekitar belasan pria ikut di belakangnya menuju kamar Sabirin. Pintu dibuka, dan Sabirin tersenyum lebar melihat tante Yully sudah dimandikan, bersih dan harum, ia terikat dikasur tanpa daya. "Pakai sepuasnya sampai pagi", kata Sabirin sambil mempersilahkan belasan orang itu masuk ke kamarnya. Sedangkan dua temannya yang tadi memandikan tante Yully keluar kamar dan berjaga lagi di depan pintu.
"Kalian jaga di sini ya, nanti ada lima konsumen lagi yang ke sini, mereka lagi OTW, kasih masuk saja", kata Sabirin sambil berjalan pergi. Dua temannya mematuhinya dan mereka berjaga. Entah kemana Sabirin, yang jelas ia mengendarai mobilnya dan meninggalkan tempat laknat itu.
Sedangkan tante Yully sedang digilir belasan pria dengan keadaan terikat, bahkan disusul beberapa teman Sabirin yang baru saja sampai. Mereka berpesta hingga pagi. Dua teman Sabirin sudah tertidur di depan pintu. Satu per satu pria yang sudah puas menggagahi tante Yully pun keluar kamar.
Tante Yully pingsan di dalam sana. Hingga pemeriksaan mendadak oleh keamanan di sana. Tante Yully dilepaskan ikatannya dari kasur Sabirin, ia kembali diseret ke ruangan Solihin oleh penjaga. Dua teman Sabirin telah diusir oleh Solihin, mereka dilarang lagi untuk kembali. Solihin menyesali apa yang telah dilakukan adiknya itu, suatu saat ia akan memberi pelajaran kepada Sabirin. Solihin meminta anak buahnya membersihkan tante Yully dan merawatnya, sambil mencari keberadaan Herman, Solihin ingin menghubungi Herman dan mengembalikan tante Yully.
Namun kepercayaannya diabaikan anak buahnya, dia tidak tahu bahwa tante Yully kembali diperkosa ketika ia dimandikan. Beberapa anak buahnya sudah sangat kangen dengan kembalinya tante Yully. Tanpa sepengetahuan Solihin, mereka pun memperkosa tante Yully hingga puas.

***

Aku menemukan tante Yully di rumah sakit, polisi mendapatkannya terlelap di tumpukan sampah. Solihin tidak menghubungiku sama sekali. Aku ingin sekali mencari Solihin namun aku gak mau masalag berlanjut lebih panjang. Aku hanya kasihan apa yang telah alami, ketika menjalankan bisnisku.
Bukan sampai di sana, ketika dibuang di tempat pembuangan sampah, di sana pun tante Yully masih mendapat penyiksaan. Beberapa pemulung memperkosanya di sana. Keadaan tante Yully kritis, sampai sekarang ia masih diopname di rumah sakit, ia hanya bisa berbicara sepatah dua patah kata. Fenny yang stress masih menahan diri untuk berusaha tenang menjaga ibunya.
Di sini, dihadapan teman-teman yang lain, aku pun mengambil sebuah keputusan yang tidak bisa diganggu gugat. Aku memutuskan bahwa usaha ini harus aku TUTUP.

via RedGIFs

Keputusan Terakhir

By Lucy →
Cerita ini adalah sebuah pengalaman saya yang terjadi sekitar 1 tahun yang lalu. Ini adalah pengalaman yang tidak akan pernah saya lupakan bersama Tante Erna. Umur saya sekarang adalah 23 tahun, saya (Reza) baru saja menyelesaikan kuliah saya di sebuah perguruan swasta yang terkenal di Kota M. Dulu ketika saya masih duduk di bangku SMA, saya mempunyai teman bermain yang cukup akrab, namanya Dewi. Dia adalah teman dekat saya sejak perkenalan pertama kali ketika masih duduk di bangku SMP. Karena hubungan kami sangat dekat, maka saya sering bermain ke rumahnya di kawasan X. Hampir tiap minggu pasti saya bermain kerumahnya, entah untuk mengajaknya pergi atau hanya bermain di rumahnya saja. Karena hubungan kami yang dekat, maka hubungan saya dengan keluarganya cukup dekat pula. Apalagi dengan Tante Erna, yang tidak lain adalah ibu kandung Dewi. Perlu anda ketahui, Tante Erna menikah di umur yang sangat muda dengan Om Edi. Tante Erna melahirkan Dewi ketika masih berumur 18 tahun. Selain Dewi, Tante Erna juga mempunyai anak lagi yaitu Deni yang baru berumur 2 tahun saat itu. Memang perbedaan umurnya dengan Dewi sangat jauh, apakah mungkin Tante Erna memang ingin mempunyai anak lagi ataukah...? Setiap hari Tante Erna hanya di rumah saja, sedangkan Om Edinya adalah seorang karyawan perusahaan asing yang cukup sukses. Pada akhirnya ketika baru menginjak SMA tahun ke-2 hubungan saya dan Dewi serta dengan keluarganya putus, ketika ternyata mereka sekeluarga harus pindah ke Kota J untuk mengikuti Om Edi yang mendapat pekerjaan di Kota J.


Namun kira–kira setahun yang lalu saya mendapat berita bahwa Dewi sedang liburan ke
Kota M. Tentu saja saya senang sekali karena bisa bertemu teman lama saya. Ketika sudah berada di Kota M, Dewi menelepon saya dan dia menyuruh saya datang ke Rumahnya di kawasan Elit. Dan akhirnya saya pun datang bertemu dengan dia di Rumahnya. Ketika datang saya sangat kaget, karena ternyata Tante Erna sudah tinggal kembali di Kota M. Tante Erna ternyata tidak terlalu betah dengan suasana di Kota J, kira–kira setelah 1 tahun di Kota J dia memutuskan bersama Deni untuk kembali ke Kota M. Sedangkan Om Edi dan Dewi tetap tinggal di sana. Deni sekarang sudah sekolah pada sebuah SD swasta terkenal di kawasan Perumahan elit. Ketika bertemu dengan Dewi maupun dengan anggota keluarganya yang lain, saya sangat senang sekali, karena sudah lama sekali saya tidak berjumpa dengan mereka semua. Namun setelah kira–kira 2 minggu berada di Kota M untuk liburan, akhirnya Dewi harus kembali ke Kota J untuk meneruskan studinya. Namun setelah 1 minggu Dewi balik ke Kota J, tiba–tiba saya mendapat telepon dari nomor HP yang biasa dipakai Dewi ketika dia berada di Kota M, dan ternyata setelah saya ingat nomor tersebut adalah nomor HP Tante Erna.

"Rez... Tante nih, kamu lagi dimana?" tanya si Tante.
"Saya baru saja habis makan siang tuh sama teman saya Tante, ada apa memangnya?" tanyaku kembali.
"Gini... ada yang aneh sama TV di rumah Tante, kamu bisa tolong kemari tidak?" tanyanya.
"Yah... bisa deh Tante, cuman kira-kira 2 jam lagi deh yah," jawab saya.

Akhirnya saya datang juga ke Rumahnya untuk membantunya. Setelah sampai di Rumahnya alangkah kagetnya saya, ternyata Tante Erna memakai baju yang sangat seksi. Yah, memang badannya cukup seksi bagiku, karena walaupun sudah mulai berumur, Tante Erna masih sempat menjaga tubuhnya dengan melakukan senam "BL" seminggu 3 kali. Tubuhnya yang ideal menurut saya mempunyai tinggi sekitar 168 cm, dan berat sekitar 48 kg, ditambah ukuran payudaranya kira–kira 36B. Ketika saya mengecek TV-nya ternyata memang ada yang rusak. Waktu saya sedang berusaha mengeceknya tiba–tiba Tante Erna menempel di belakang saya. Mula–mula saya tidak menaruh curiga sama sekali mungkin karena dia ingin tahu bagian mana yang rusak, namun lama–lama saya merasakan ada sesuatu yang menempel di punggung saya, yaitu payudaranya yang montok. Setelah TV berhasil saya benarkan, kami berdua akhirnya duduk di ruang keluarganya sambil menonton acara TV dan berbicara tentang kabar saya.

"Rez, kamu masih seperti yang dulu saja yah?" tanya Tante Erna.
"Agh... Tante bisa aja deh, emang nggak ada bedanya sama sekali apa?" jawabku.
"Iyah tuh... masih seperti yang dulu saja, cuman sekarang pastinya sudah dewasa dong..." tanyanya.

Lalu belum saya menjawab pertanyaannya yang satu itu, tiba–tiba tangan Tante Erna sudah memegang tangan saya duluan, dan tentu saja saya kaget setengah mati.

"Rez... mau kan tolongin Tante?" tanya si Tante dengan manja.
"Loh... tolongin apalagi nih Tante?" jawabku.
"Tolong memuaskan Tante, Tante kesepian nih..." jawab si Tante.

Astaga, betapa kagetnya saya mendengar kalimat itu keluar dari mulut Tante Erna yang memiliki rambut sebahu dengan warna rambut yang highlight, saya benar–benar tidak membayangkan kalau ibu teman dekatku sendiri yang meminta seperti itu. Memang tidak pernah ada keinginan untuk "bercinta" dengan Tante Erna ini, karena selama ini saya menganggap dia sebagai seorang ibu yang baik dan bertanggung jawab.

"Wah... saya harus memuaskan Tante dengan apa dong?" tanyaku sambil bercanda.
"Yah... kamu pikir sendiri dong, kan kamu sudah dewasa kan..." jawabnya.

Lalu akhirnya saya terbawa nafsu setan juga, dan mulailah memberanikan diri untuk memeluknya dan kami mulai berciuman di ruang keluarganya. Dimulai dengan mencium bibirnya yang tipis, dan tanganku mulai meremas–remas payudaranya yang masih montok itu. Tante Erna juga tidak mau kalah, ia langsung meremas–remas alat kelaminku dengan keras. Mungkin karena selama ini tidak ada pria yang dapat memuaskan nafsu seksnya yang ternyata sangat besar ini, apalagi setelah kepulangannya dari Kota J. Akhirnya setelah hampir selama setengah jam kami berdua bercumbu seperti di atas, Tante Erna menarik saya ke kamar tidurnya. Sesampainya di kamar tidurnya dia langsung melucuti semua baju saya, pertama–tama dia melepas kemeja saya kancing perkancing sambil menciumi dada saya. Bukan main nafsunya si Tante, pikirku. Dan akhirnya sampailah pada bagian celana. Betapa nafsunya dia ingin melepaskan celana Levi’s saya. Dan akhirnya dia dapat melihat betapa tegangnya batang kemaluan saya.

"Wah... Rez, gede juga nih punya kamu..." kata si Tante sambil bercanda.
"Masa sih Tante... perasaan biasa–biasa saja deh," jawabku.

Dalam keadaan saya berdiri dan Tante Erna yang sudah jongkok di depan saya, dia langsung menurunkan celana dalam saya dan dengan cepatnya dia memasukkan batang kemaluan saya ke dalam mulutnya. Aghhh, nikmat sekali rasanya. Karena baru pertama kali ini saya merasakan oral seks. Setelah dia puas melakukan oral dengan kemaluan saya, kemudian saya mulai memberanikan diri untuk bereaksi.

Sekarang gantian saya yang ingin memuaskan si Tante. Saya membuka bajunya dan kemudian saya melepaskan celana panjangnya. Setelah melihat keadaan si Tante dalam keadaan tanpa baju itu, tiba–tiba libido seks saya menjadi semakin besar. Saya langsung menciumi payudaranya sambil meremas–remas, sementara itu Tante Erna terlihat senangnya bukan main. Lalu saya membuka BH hitamnya, dan mulailah saya menggigit–gigit putingnya yang sudah mengeras.

"Oghh... saya merindukan suasana seperti ini Rez..." desahnya.
"Tante, saya belum pernah gituan loh, tolong ajarin saya yah?" kataku.

Karena saya sudah bernafsu sekali, akhirnya saya mendorong Tante jatuh ke ranjangnya. Dan kemudian saya membuka celana dalamnya yang berwarna hitam. Terlihat jelas klitorisnya sudah memerah dan liang kemaluannya sudah basah sekali di antara bulu–bulu halusnya. Lalu saya mulai menjilat–jilat kemaluan si Tante dengan pelan–pelan.

"Ogh... Rez, pintar sekali yah kamu merangsang Tante..." dengan suara yang mendesah.
"Wah... natural tuh Tante, padahal saya belum pernah sampai sejauh ini loh..." jawabku.

Tak terasa, tahu–tahu rambutku dijambaknya dan tiba–tiba tubuh tante mengejang dan aku merasakan ada cairan yang membanjiri kemaluannya, wah... ternyata dia orgasme! Memang berbau aneh sih, cuma berhubung sudah dilanda nafsu, bau seperti apapun tentunya sudah tidak menjadi masalah.
Setelah itu kami merubah posisi menjadi 69, posisi ini baru pertama kalinya saya rasakan, dan nikmatnya benar–benar luar biasa. Mulut Tante menjilati kemaluan saya yang sudah mulai basah dan begitupun mulut saya yang menjilat-jilat liang kemaluannya. Setelah kami puas melakukan oral seks, akhirnya Tante Erna sekarang meminta saya untuk memasukan batang kemaluan saya ke dalam lubang kemaluannya.

"Rez... ayoo dong, sekarang masukin yah, Tante sudah tidak tahan nih," minta si Tante.
"Wah... saya takut kalo Tante hamil gimana...?" tanyaku.
"Nggak usah takut deh, Tante minum obat kok, pokoknya kamu tenang–tenang aja deh," sambil berusaha meyakinkanku.

Benar–benar nafsu setan sudah mempengaruhi saya, dan akhirnya saya nekad memasukan kemaluan saya ke dalam lubang kemaluannya. Oghh, nikmatnya. Walaupun sakitnya juga lumayan. Setelah akhirnya masuk, saya melakukan gerakan maju-mundur dengan pelan, karena masih terasa sakit.

"Ahhh... dorong terus dong Rez..." minta si Tante dengan suara yang sudah mendesah sekali. Mendengar desahannya saya menjadi semakin nafsu, dan saya mulai mendorong dengan kencang dan cepat walaupun rasa sakit juga terasa. Akhirnya saya mulai terbiasa dan mulai mendorong dengan cepat. Sementara itu tangan saya asyik meremas–remas payudaranya, sampai tiba–tiba tubuh Tante Erna mengejang kembali. Astaga, ternyata dia orgasme yang kedua kalinya. Dan kemudian kami berganti posisi, saya di bawah dan dia di atas saya. Posisi ini adalah idaman saya kalau sedang bersenggama. Dan ternyata posisi pilihan saya ini memang tidak salah, benar–benar saya merasakan kenikmatan yang luar biasa dengan posisi ini. Sambil merasakan gerakan naik-turunnya pinggul si Tante, dan tangan saya tetap sibuk meremas payudaranya lagi.

"Oh... oh... nikmat sekali Rez...!" teriak si Tante.
"Tante... saya kayaknya sudah mau keluar nih..." kata saya.
"Sabar yah Rez... tunggu sebentar lagi dong, Tante juga udah mau keluar lagi nih..." jawab si Tante.

Akhirnya saya tidak kuat menahan lagi, dan keluarlah cairan mani saya di dalam liang kemaluan si Tante, begitu juga dengan si Tante.

"Arghhh...!" teriak si Tante Erna.

Tante Erna kemudian mencakar pundak saya sementara saya memeluk badannya dengan erat sekali. Sungguh luar biasa rasanya, otot–otot kemaluannya benar–benar meremas batang kemaluanku. Setelah itu kami berdua letih dan langsung tidur saja di atas ranjangnya. Tanpa disadari setelah 3 jam tertidur, saya akhirnya bangun. Saya memakai baju saya kembali dan menuju ke dapur. Ketika di dapur saya melihat Tante Erna dalam keadaan telanjang, mungkin dia sudah biasa seperti itu. Entah kenapa, tiba–tiba sekarang giliran saya yang nafsu melihat pinggulnya dari belakang. Tanpa bekata–kata, saya langsung memeluk Tante Erna dari belakang, dan mulai lagi meremas–remas payudaranya dan pantatnya yang bahenol serta menciumi lehernya. Tante pun membalasnya dengan penuh nafsu juga. Tante langsung menciumi bibir saya, dan memeluk saya dengan erat.

"Ih... kamu ternyata nafsuan juga yah anaknya?" kataya sambil tertawa kecil.
"Agh Tante bisa aja deh," jawabku sambil menciumi bibirnya kembali.

Saking nafsunya, saya mengajak untuk sekali lagi bersenggama dengan si Tante, dan si Tante setuju-setuju saja. Tanpa ada perintah dari Tante Erna kali ini saya langsung membuka celana dan baju saya kembali, sehingga kami dalam keadaan telanjang kembali di dapurnya. Karena keadaan tempat kurang nyaman, maka kami hanya melakukannya dengan gaya doggie style.

"Um... dorong lebih keras lagi dong Rez..." desahnya. Semakin nafsu saja

Aku mendengar desahannya yang menurut saya sangat seksi. Maka semakin keras juga sodokanku kepada si Tante, sementara itu tanganku menjamah semua bagian tubuhnya yang dapat saya jangkau.

"Rez... mandi yuk?" mintanya.
"Boleh deh Tante, berdua yah tapinya, terus Tante mandiin saya yah?" jawab saya.

Akhirnya kami berdua yang telanjang menuju ke kamar mandi. Di kamar mandi saya mendudukkan Tante Erna di atas wastafel, dan kemudian saya kembali menciumi kemaluannya yang mulai basah kembali. Dan Tante mulai terangsang kembali.

"Hm... nikmat sekali jilatanmu Rez... agghhh..." desahnya.
"Rez... kamu sering–sering ke sini dong..." katanya dengan nafas memburu.
"Tante, kalo tahu ada service begini mah saya tiap hari kalau bisa juga mau," jawabku sambil tersenyum.

Setelah puas menjilatinya, saya memasukkan batang kemaluan saya kembali ke lubang kemaluan Tante Erna. Kali ini, dorongan saya sudah semakin kuat, karena rasa sakit saya sudah mulai berkurang ataukah saya sudah mulai terbiasa yah? Bosan dengan gaya tersebut, saya duduk di atas kloset dan Tante Erna saya dudukkan di atas saya, dan batang kemaluan saya kembali dibimbingnya masuk ke dalam lubang kemaluannya. Kali ini saya sudah mulai tidak terlalu merasakan sakit sama sekali, namun rasa nikmat lebih banyak terasa. Goyangan si Tante yang naik-turun yang makin lama makin cepat membuat akhirnya saya "KO" kembali, saya mengeluarkan air mani ke dalam lubang kemaluannya. Tante Erna kemudian menjilati kemaluan saya yang sudah berlumuran dengan air mani, dihisapnya semua sampai bersih. Setelah itu kami mandi bersama. Setelah selesai mandi, Tante Erna memasakkan makan malam untuk kami berdua, dan setelah itu saya pamitan untuk balik ke rumah. Setelah kajadian itu saya baru tahu bahwa kesepian seorang Tante dapat membawa nikmat juga kadang–kadang. Sampai sekarang kami masih sering bertemu dan melakukan bersetubuhan. Kami biasanya melakukan di apartmetnya di kala anaknya Deni sedang sekolah atau les. Dan sering juga Tante membooking hotel berbintang dan kami bertemu di kamar.

Tante Erna, ibu kawan lamaku

By Lucy →
Usiaku sekarang sudah mendekati empat puluh tahun, kalau dipikir-pikir seharusnya aku sudah punya anak, karena aku sudah menikah hampir lima belas tahun lamanya. Walaupun aku tidak begitu ganteng, aku cukup beruntung karena mendapat isteri yang menurutku sangat cantik. Bahkan dapat dikatakan dia yang tercantik di lingkunganku, yang biasanya menimbulkan kecemburuan para tetanggaku.


Isteriku bernama Resty. Ada satu kebiasaanku yang mungkin jarang orang lain miliki, yaitu keinginan sex yang tinggi. Mungkin para pembaca tidak percaya, kadang-kadang pada siang hari selagi ada tamu pun sering saya mengajak isteri saya sebentar ke kamar untuk melakukan hal itu. Yang anehnya, ternyata isteriku pun sangat menikmatinya. Walaupun demikian saya tidak pernah berniat jajan untuk mengimbangi kegilaanku pada sex. Mungkin karena belum punya anak, isteriku pun selalu siap setiap saat.

Kegilaan ini dimulai saat hadirnya tetangga baruku, entah siapa yang mulai, kami sangat akrab. Atau mungkin karena isteriku yang supel, sehingga cepat akrab dengan mereka. Suaminya juga sangat baik, usianya kira-kira sebaya denganku. Hanya isterinya, woow busyet.., selain masih muda juga cantik dan yang membuatku gila adalah bodynya yang wah, juga kulitnya sangat putih mulus.

Mereka pun sama seperti kami, belum mempunyai anak. Mereka pindah ke sini karena tugas baru suaminya yang ditempatkan perusahaannya yang baru membuka cabang di kota tempatku. Aku dan isteriku biasa memanggil mereka Mas Agus dan Mbak Rini. Selebihnya saya tidak tahu latar belakang mereka. Boleh dibilang kami seperti saudara saja karena hampir setiap hari kami ngobrol, yang terkadang di teras rumahnya atau sebaliknya.

Pada suatu malam, saya seperti biasanya berkunjung ke rumahnya, setelah ngobrol panjang lebar, Agus menawariku nonton VCD blue yang katanya baru dipinjamnya dari temannya. Aku pun tidak menolak karena selain belum jauh malam kegiatan lainnya pun tidak ada. Seperti biasanya, film blue tentu ceritanya itu-itu saja. Yang membuatku kaget, tiba-tiba isteri Agus ikut nonton bersama kami.

“Waduh, gimana ini Gus..? Nggak enak nih..!”

“Nggak apa-apalah Mas, toh itu tontonan kok, nggak bisa dipegang. Kalau Mas nggak keberatan, Mbak Res diajak sekalian.” katanya menyebut isteriku.

Aku tersinggung juga waktu itu. Tapi setelah kupikir-pikir, apa salahnya? Akhirnya aku pamit sebentar untuk memanggil isteriku yang tinggal sendirian di rumah.

“Gila kamu..! Apa enaknya nonton gituan kok sama tetangga..?” kata isteriku ketika kuajak.

Akhirnya aku malu juga sama isteriku, kuputuskan untuk tidak kembali lagi ke rumah Agus. Mendingan langsung tidur saja supaya besok cepat bangun. Paginya aku tidak bertemu Agus, karena sudah lebih dahulu berangkat. Di teras rumahnya aku hanya melihat isterinya sedang minum teh. Ketika aku lewat, dia menanyaiku tentang yang tadi malam. Aku bilang Resty tidak mau kuajak sehingga aku langsung saja tidur.

Mataku jelalatan menatapinya. Busyet.., dasternya hampir transparan menampakkan lekuk tubuhnya yang sejak dulu menggodaku. Tapi ah.., mereka kan tetanggaku. Tapi dasar memang pikiranku sudah tidak beres, kutunda keberangkatanku ke kantor, aku kembali ke rumah menemui isteriku. Seperti biasanya kalau sudah begini aku langsung menarik isteriku ke tempat tidur. Mungkin karena sudah biasa Resty tidak banyak protes. Yang luar biasa adalah pagi ini aku benar-benar gila. Aku bergulat dengan isteriku seperti kesetanan. Kemaluan Resty kujilati sampai tuntas, bahkan kusedot sampai isteriku menjerit. Edan, kok aku sampai segila ini ya, padahal hari masih pagi. Tapi hal itu tidak terpikirkan olehku lagi.

Isteriku sampai terengah-engah menikmati apa yang kulakukan terhadapnya. Resty langsung memegang kemaluanku dan mengulumnya, entah kenikmatan apa yang kurasakan saat itu. Sungguh, tidak dapat kuceritakan.

“Mas.., sekarang Mas..!” pinta isteriku memelas.

Akhirnya aku mendekatkan kemaluanku ke lubang kemaluan Resty. Dan tempat tidur kami pun ikut bergoyang.

Setelah kami berdua sama-sama tergolek, tiba-tiba isteriku bertanya,

“Kok Mas tiba-tiba nafsu banget sih..?”

Aku diam saja karena malu mengatakan bahwa sebenarnya Rini lah yang menaikkan tensiku pagi ini.

Sorenya Agus datang ke rumahku,

“Sepertinya Mas punya kelainan sepertiku ya..?” tanyanya setelah kami berbasa-basi.

“Maksudmu apa Gus..?” tanyaku heran.

“Isteriku tadi cerita, katanya tadi pagi dia melihat Mas dan Mbak Resty bergulat setelah ngobrol dengannya.”

Loh, aku heran, dari mana Rini nampak kami melakukannya? Oh iya, baru kusadari ternyata jendela kamar kami saling berhadapan.

Agus langsung menambahkan,

“Nggak usah malu Mas, saya juga maniak Mas.” katanya tanpa malu-malu.

“Begini saja Mas,” tanpa harus memahami perasaanku, Agus langsung melanjutkan, “Aku punya ide, gimana kalau nanti malam kita bikin acara..?”

“Acara apa Gus..?” tanyaku penasaran.

“Nanti malam kita bikin pesta di rumahmu, gimana..?”

“Pesta apaan..? Gila kamu.”

“Pokoknya tenang aja Mas, kamu cuman nyediain makan dan musiknya aja Mas, nanti minumannya saya yang nyediain. Kita berempat aja, sekedar refresing ajalah Mas, kan Mas belum pernah mencobanya..?”

Malamnya, menjelang pukul 20.00, Agus bersama isterinya sudah ada di rumahku. Sambil makan dan minum, kami ngobrol tentang masa muda kami. Ternyata ada persamaan di antara kami, yaitu menyukai dan cenderung maniak pada sex. Diiringi musik yang disetel oleh isteriku, ada perasaan yang agak aneh kurasakan. Aku tidak dapat menjelaskan perasaan apa ini, mungkin pengaruh minuman yang dibawakan Agus dari rumahnya.

Tiba-tiba saja nafsuku bangkit, aku mendekati isteriku dan menariknya ke pangkuanku. Musik yang tidak begitu kencang terasa seperti menyelimuti pendengaranku. Kulihat Agus juga menarik isterinya dan menciumi bibirnya. Aku semakin terangsang, Resty juga semakin bergairah. Aku belum pernah merasakan perasaan seperti ini. Tidak berapa lama Resty sudah telanjang bulat, entah kapan aku menelanjanginya. Sesaat aku merasa bersalah, kenapa aku melakukan hal ini di depan orang lain, tetapi kemudian hal itu tidak terpikirkan olehku lagi. Seolah-olah nafsuku sudah menggelegak mengalahkan pikiran normalku.

Kuperhatikan Agus perlahan-lahan mendudukkan Rini di meja yang ada di depan kami, mengangkat rok yang dikenakan isterinya, kemudian membukanya dengan cara mengangkatnya ke atas. Aku semakin tidak karuan memikirkan kenapa hal ini dapat terjadi di dalam rumahku. Tetapi itu hanya sepintas, berikutnya aku sudah menikmati permainan itu. Rini juga tinggal hanya mengenakan BH dan celana dalamnya saja, dan masih duduk di atas meja dengan lutut tertekuk dan terbuka menantang.

Perlahan-lahan Agus membuka BH Rini, tampak dua bukit putih mulus menantang menyembul setelah penutupnya terbuka.

“Kegilaan apa lagi ini..?” batinku.

Seolah-olah Agus mengerti, karena selalu saya perhatikan menawarkan bergantian denganku. Kulihat isteriku yang masih terbaring di sofa dengan mulut terbuka menantang dengan nafas tersengal menahan nafsu yang menggelora, seolah-olah tidak keberatan bila posisiku digantikan oleh Agus.

Kemudian kudekati Rini yang kini tinggal hanya mengenakan celana dalam. Dengan badan yang sedikit gemetar karena memang ini pengalaman pertamaku melakukannya dengan orang lain, kuraba pahanya yang putih mulus dengan lembut. Sementara Agus kulihat semakin beringas menciumi sekujur tubuh Resty yang biasanya aku lah yang melakukannya.

Perlahan-lahan jari-jemariku mendekati daerah kemaluan Rini. Kuelus bagian itu, walau masih tertutup celana dalam, tetapi aroma khas kemaluan wanita sudah terasa, dan bagian tersebut sudah mulai basah. Perlahan-lahan kulepas celana dalamnya dengan hati-hati sambil merebahkan badannya di atas meja. Nampak bulu-bulu yang belum begitu panjang menghiasi bagian yang berada di antara kedua paha Rini ini.

“Peluklah aku Mas, tolonglah Mas..!” erang Rini seolah sudah siap untuk melakukannya.

Tetapi aku tidak melakukannya. Aku ingin memberikan kenikmatan yang betul-betul kenikmatan kepadanya malam ini. Kutatapi seluruh bagian tubuh Rini yang memang betul-betul sempurna. Biasanya aku hanya dapat melihatnya dari kejauhan, itu pun dengan terhalang pakaian. Berbeda kini bukan hanya melihat, tapi dapat menikmati. Sungguh, ini suatu yang tidak pernah terduga olehku. Seperti ingin melahapnya saja.

Kemudian kujilati seluruhnya tanpa sisa, sementara tangan kiriku meraba kemaluannya yang ditumbuhi bulu hitam halus yang tidak begitu tebal. Bagian ini terasa sangat lembut sekali, mulut kemaluannya sudah mulai basah. Perlahan kumasukkan jari telunjukku ke dalam.

“Sshh.., akh..!” Rini menggelinjang nikmat.

Kuteruskan melakukannya, kini lebih dalam dan menggunakan dua jari, Rini mendesis.

Kini mulutku menuju dua bukit menonjol di dada Rini, kuhisap bagian putingnya, tubuh Rini bergetar panas. Tiba-tiba tangannya meraih kemaluanku, menggenggam dengan kedua telapaknya seolah takut lepas. Posisi Rini sekarang berbaring miring, sementara aku berlutut, sehingga kemaluanku tepat ke mulutnya. Perlahan dia mulai menjilati kemaluanku. Gantian badanku sekarang yang bergetar hebat.

Rini memasukkan kemaluanku ke dalam mulutnya. Ya ampun, hampir aku tidak sanggup menikmatinya. Luar biasa enaknya, sungguh..! Belum pernah kurasakan seperti ini. Sementara di atas sofa Agus dan isteriku seperti membentuk angka 69. Resty ada di bawah sambil mengulum kemaluan Agus, sementara Agus menjilati kemaluan Resty. Napas kami berempat saling berkejaran, seolah-olah melakukan perjalanan panjang yang melelahkan. Bunyi Music yang entah sudah beberapa lagu seolah menambah semangat kami.

Kini tiga jari kumasukkan ke dalam kemaluan Rini, dia melenguh hebat hingga kemaluanku terlepas dari mulutnya. Gantian aku sekarang yang menciumi kemaluannya. Kepalaku seperti terjepit di antara kedua belah pahanya yang mulus. Kujulurkan lidahku sepanjang-panjangnya dan kumasukkan ke dalam kemaluannya sambil kupermainkan di dalamnya. Aroma dan rasanya semakin memuncakkan nafsuku. Sekarang Rini terengah-engah dan kemudian menjerit tertahan meminta supaya aku segera memasukkan kemaluanku ke lubangnya.

Cepat-cepat kurengkuh kedua pahanya dan menariknya ke bibir meja, kutekuk lututnya dan kubuka pahanya lebar-lebar supaya aku dapat memasukkan kemaluanku sambil berjongkok. Perlahan-lahan kuarahkan senjataku menuju lubang milik Rini.

Ketika kepala kemaluanku memasuki lubang itu, Rini mendesis,

“Ssshh.., aahhk.., aduh enaknya..! Terus Mas, masukkan lagi akhh..!”

Dengan pasti kumasukkan lebih dalam sambil sesekali menarik sedikit dan mendorongnya lagi. Ada kenikmatan luar biasa yang kurasakan ketika aku melakukannya. Mungkin karena selama ini aku hanya melakukannya dengan isteriku, kali ini ada sesuatu yang tidak pernah kurasakan sebelumnya.

Tanganku sekarang sudah meremas payudara Rini dengan lembut sambil mengusapnya. Mulut Rini pun seperti megap-megap kenikmatan, segera kulumat bibir itu hingga Rini nyaris tidak dapat bernapas, kutindih dan kudekap sekuat-kuatnya hingga Rini berontak. Pelukanku semakin kuperketat, seolah-olah tidak akan lepas lagi. Keringat sudah membasahi seluruh tubuh kami. Agus dan isteriku tidak kuperhatikan lagi. Yang kurasakan sekarang adalah sebuah petualangan yang belum pernah kulalui sebelumnya. Pantatku masih naik turun di antara kedua paha Rini.

Luar biasa kemaluan Rini ini, seperti ada penyedot saja di dalamnya. Kemaluanku seolah tertarik ke dalam. Dinding-dindingnya seperti lingkaran magnet saja. Mata Rini merem melek menikmati permainan ini. Erangannya tidak pernah putus, sementara helaan napasnya memburu terengah-engah. Posisi sekarang berubah, Rini sekarang membungkuk menghadap meja sambil memegang kedua sisi meja yang tadi tempat dia berbaring, sementara saya dari belakangnya dengan berdiri memasukkan kemaluanku. Hal ini cukup sulit, karena selain ukuran kemaluanku lumayan besar, lubang kemaluan Rini juga semakin ketat karena membungkuk.

Kukangkangkan kaki Rini dengan cara melebarkan jarak antara kedua kakinya. Perlahan kucoba memasukkan senjataku. Kali ini berhasil, tapi Rini melenguh nyaring, perlahan-lahan kudorong kemaluanku sambil sesekali menariknya. Lubangnya terasa sempit sekali. Beberapa saat, tiba-tiba ada cairan milik Rini membasahi lubang dan kemaluanku hingga terasa nikmat sekarang. Kembali kudorong senjataku dan kutarik sedikit. Goyanganku semakin lincah, pantatku maju mundur beraturan. Sepertinya Rini pun menikmati gaya ini.

Buah dada Rini bergoyang-goyang juga maju-mundur mengikuti irama yang berasal dari pantatku. Kuremas buah dada itu, kulihat Rini sudah tidak kuasa menahan sesuatu yang tidak kumengerti apa itu. Erangannya semakin panjang. Kecepatan pun kutambah, goyangan pinggul Rini semakin kuat. Tubuhku terasa semakin panas. Ada sesuatu yang terdorong dari dalam yang tidak kuasa aku menahannya. Sepertinya menjalar menuju kemaluanku. Aku masih berusaha menahannya.

Segera aku mencabut kemaluanku dan membopong tubuh Rini ke tempat yang lebih luas dan menyuruh Rini telentang di bentangan karpet. Secepatnya aku menindihnya sambil menekuk kedua kakinya sampai kedua ujung lututnya menempel ke perut, sehingga kini tampak kemaluan Rini menyembul mendongak ke atas menantangku. Segera kumasukkan senjataku kembali ke dalam lubang kemaluan Rini.

Pantatku kembali naik turun berirama, tapi kali ini lebih kencang seperti akan mencapai finis saja. Suara yang terdengar dari mulut Rini semakin tidak karuan, seolah menikmati setiap sesuatu yang kulakukan padanya. Tiba-tiba Rini memelukku sekuat-kuatnya. Goyanganku pun semakin menjadi. Aku pun berteriak sejadinya, terasa ada sesuatu keluar dari kemaluanku. Rini menggigit leherku sekuat-kuatnya, segera kurebut bibirnya dan menggigitnya sekuatnya, Rini menjerit kesakitan sambil bergetar hebat.

Mulutku terasa asin, ternyata bibir Rini berdarah, tapi seolah kami tidak memperdulikannya, kami seolah terikat kuat dan berguling-guling di lantai. Di atas sofa Agus dan isteriku ternyata juga sudah mencapai puncaknya. Kulihat Resty tersenyum puas. Sementara Rini tidak mau melepaskan kemaluanku dari dalam kemaluannya, kedua ujung tumit kakinya masih menekan kedua pantatku. Tidak kusadari seluruh cairan yang keluar dari kemaluanku masuk ke liang milik Rini. Kulihat Rini tidak memperdulikannya.

Perlahan-lahan otot-ototku mengendur, dan akhirnya kemaluanku terlepas dari kemaluan Rini. Rini tersenyum puas, walau kelelahan aku pun merasakan kenikmatan tiada tara. Resty juga tersenyum, hanya nampak malu-malu. Kemudian memunguti pakaiannya dan menuju kamar mandi.

Tukar Guling dengan Tetangga Sebelah

By Lucy →