Browsing "Older Posts"

Nasib...nasib...!!
Namaku Priyo, diusia ku yang sudah 22 ini, kakekku menikah lagi dengan perawan desa yang di kenalnya dari kepala desa (sebut saja desa x).
Di kampung ini kakek ku memang terkenal sebagai seorang saudagar, jumlah kebun yang hektaran membuatnya tak tergoyahkan. Tapi entah mengapa dia tiba-tiba minta kawin lagi, padahal semenjak nenek meninggal tak pernah ada obrolan atau wacana tentang rencana si kakek mau kawin lagi.
Maklum saja diusianya yang sudah 64 itu membuatnya dalam keterbatasan.
Jangankan untuk memberi nafkah ranjang, berjalan saja kakekku terkadang harus menggunakan tongkat.
Tapi itu semua harus kusyukuri karena akulah cucu yang kelak akan mewarisi kenikmatan bersama nenekku itu.



35 hari sebelum pernikahan.

"Pri...pri....!" Teriak kakekku dari dalam kamar. Aku yang sedang asik memandikan burung peliharaan ku berlari ke kamar.
"Yah kek.." jawabku.
"Tolong bantu kakek berdiri, kakek mau ke kamar mandi" perintahnya sambil kupegang tangannya untuk bisa menuntunnya menuju kamar mandi.
Memang pada saat itu sakit encok kakek sedang kumat, dan aku sudah terbiasa dengan hal ini.

"Susah nih... Maafin kakek jadi ngerepotin kamu terus"dia berkata sambil terus berjalan ke kamar mandi.

Kutunggu dia didepan pintu kamar mandi dan tak lama dia kembali. Kutuntun dia kembali ke kasurnya tapi,
"Kakek mau keruang tengah saja! Bosan rasanya kalau harus dikamar terus" perintahnya padaku.
Aku langsung membantu dan mendudukkan di kursi malas yang biasa dia pakai untuk menghabiskan waktu disisa hidupnya.

Ketika selesai dengan tugas itu, kakek memintaku mengambilkan hp jadulnya.
"Tolong ambilkan hp kakek di kamar!"
Aku berlari kecil dan mengambil hp kakek.
"Ini kek..!"
"Sekalian tolong telpon info pak kades"
Kubuka hp nya dan memilih kontak "Pak Gilang Kades" dan call.
Aku berikan hp kerangan kakek dan kutinggalian dia disana.
Jarak antara aku dan kakek tak jauh, karena ruangan bersantai kakek pintunya langsung menuju akses ke halaman samping rumah dan disanalah aku memandikan burung-burung ku.
Ada sedikit yang aneh dalam obrolan kakek kali ini.
Dia terlihat serius.. sepintas percakapan mereka seperti ini.
"Pak apakah si Siti masih ada?"
...
"Saya kira dia jadi berangkat menjadi TKW"
...
"Yasudah bawa saja kesini"
....
Setelah itu kakek menutup telp dan bersantai kembali sambil mendengarkan lagu klasik dari artis idolanya.
Begitulah dia, dengan gaya yang selebgram, cuek dan ceplas-ceplos ceplos.
Aku awalnya tak menaruh curiga dengan obrolannya, bahkan aku menyangka dia menelpon pak kades untuk membantunya mencari pembantu dirumah ini.
Karena kebetulan dirumah ini hanya ada aku, kakek dan bi Sarmi (orang yang selama ini mengurus rumah dan makan kami) kebetulan memang bisa Sarmi sudah tak selihai dulu, apalagi sekarang dia juga sering sakit apabila terlalu capek.
Ortuku, omku, dan bibiku yang sekaligus anak kandung kakek semua tinggal di kota. Dan mereka berprofesi sebagai pekerja kantoran, itu yang menyebabkan kakek tidak tinggal dengan anak-anak nya. Sedangkan aku tinggal disini karena sewaktu kecil, keluargaku bukan keluarga yang harmonis, bapak dan ibu sempat pisah selama 5 tahun, dan selama pisah itu aku tinggal sama kakek dan nenek, sekarang malah jadi keterusan ikut sama kakek, dan terlebih-lebih aku memang tak suka tinggal di kota.
Kebetulan juga disini kakek dan nenek butuh temen, butuh tenaga dan butuh bantuan pikiran.
Itu membuatku dekat dengannya dan bisa dibilang menjadi cucu kesayangannya.
Semua kemauanku dituruti dan tak satupun orang didesa ini tidak mengenal sosok kakekku.
Itu menyebabkan aku menjadi pria yang terkenal juga.

32 hari sebelum Pernikahan.

Jam 10 siang, ketika semua orang sedang sibuk bekerja, ada yang Kesawah ada yang ke ladang dan lain sebagainya.

"Ting..tong..." Bunyi Bell rumah.
"Assalamualaikum..!!" Teriak seorang pria dari luar pintu.
Dan langsung kujawab
"Waalaikumsalam!"

Kubuka pintu depan, kulihat saat itu pak kades datang dengan beberapa temennya yang kuhitung jumlahnya ada 6 orang.
Dan disanalah aku melihat gadis bernama Siti, "tapi yang lain ini siapa yah" tanyaku dalam hati.

Tak lama kakek keluar dengan berjalan sendiri karena encoknya sudah sembu.

"Ayo masuk-masuk!" Kata kakek sambil berjalan dan langsung duduk di ruang tamu.
Kuperhatikan semua tamu yang masuk itu hormat ke kakekku, hal itu terlihat saat mereka masuk, mereka langsung bersalaman dan mencium tangan kakek dan menyalami ku juga.
Yang menjadi aneh adalah biasanya ketika ada yang datang untuk menjadi pembantu dirumah ini tak butuh sambutan formal dari kakek, tapi kali ini berbeda. Kakek ikut menyambut kedatangan mereka.
Dan obrolan serius pun terjadi.
Aku kaget ketika salah seorang bapak (ortu Siti) menyerahkan anaknya untuk di pinang dengan kata lain di angkat menjadi istri.
Sempat aku berfikir, apakah aku yang akan dijodohkan dengan Siti, aku sih mau-mau saja. Apalagi dia gadis yang cantik dan kelihatanya alim.
Tapi ternyata itu cuma pemikiran ku, aku kaget bukan kepalang ketika ternyata kakek lah yang akan menikah lagi.
Setelah obrolan tuntas, ternyata ortu Siti sengaja menikahkan anak gadisnya ke kakek dengan harapan dapat merubah nasib ekonomi keluarga mereka yang tergolong tidak baik.
Sementara Siti gadis desa yang hanya bertamatan sekolah dasar, dan dia adalah gadis penurut dan yang tak berani membantah kemauan orang tuanya.
Dan akhirnya rampung sudah pembicaraan pagi itu. Dengan di saksikan langsung orang tua Siti, Siti langsung dinikahkan ke kakek secara sirih.
Dapat kulihat jelas kakek menikahi istri barunya padahal umur mereka jauh bedanya, bahkan Siti lebih pantas menjadi cucu daripada menjadi istrinya.
Siti dinikahi dengan mas kawin 10juta.

"Astaga.. dengan uang segitu kakek bisa dapat istri baru!" Kataku dalam hati.
Bahkan kakek tak pernah mengkonsultasikan keputusan yang diambilnya ini.
Aku sedikit menaruh curiga, sebenarnya apa yang sedang terjadi.

Nenek Geulis

By Lucy → Sunday, June 30, 2019
Malam ini sungguh akan menjadi malam yang tidak terlupakan, bagaimana tidak, gadis pujaan yang selama ini kucintai ternyata memutuskan untuk memutuskanku setelah 2 bulan berpacaran. Yah.. memang salahku juga, karena aku sering berusaha membuatnya melakukan hal yang aneh-aneh, misalnya menyuruhnya memakai pakaian seksi waktu jalan jalan, melakukan hubungan seks yang kasar, dan kadang memaksa melepaskan celana dalam sewaktu diluar, dan dia sangat tidak terbiasa dengan semua itu. Dia bukan tipe wanita seperti itu, dan memutuskan untuk berpisah untuk selamanya. Malam jam 10, aku dengan pikiran kesal, sedih dan galau menyetir mobilku dengan kecepatan sedang balik ke rumahku. Tapi rasanya sedang tidak ingin pulang kerumah dulu, jadi aku memutuskan untuk menyetir tanpa arah, kemana saja, dengan suara tape mobil yang berdentum keras, kecepatan mobil tanpa terasa bertambah kencang. 15 menit dalam lamunan bayangan wajah mantan pacar, tak terasa aku masuk ke jalan tol. Suara dentuman bas merubah moodku menjadi bersemangat kembali, toh masih banyak wanita lain yang bisa kudapat, untuk apa bersedih. Dan tanpa terasa, kecepatan mobil sudah di 120km/jam. Jalan lurus dan lampu tol yang tidak hidup semua, membuat sebagian jalan tol agak gelap. Sambil bernyanyi mengikuti irama musik, pedal gas semakin dalam kuinjak. Sekarang kecepatan mobil sudah masuk ke 140 km/jam, dan saat itulah, sebuah kilatan cahaya meyambar jalan didepan mobilku, cahaya berwarna biru muda, dengan kecepatan itu, aku mengerem tiba tiba, dan anehnya, mobilku tetap melaju, cahaya biru itu menyelimuti seluruh mobil dan tubuhku berubah bercahaya terang, terasa dingin yang menusuk tulang, kepalaku menjadi pusing dan semuanya berubah gelap... mungkin inilah akhir hidupku, walau pun aku tidak menyadari kalau ini adalah malam yang benar benar tidak akan kulupakan seumur hidup.



Mataku terbuka, pertama tama yang kurasakan adalah rasa sakit diseluruh tubuhku, rasanya badanku remuk semua, dan memang, 5 bagian tubuhku patah tulang, kaki kanan, lengan atas kiri, 3 tulang rusuk. Beruntung aku masih hidup setelah ditolong masyarakat yang tinggal di sekitar tol, mereka mendengar suara mobilku menabrak besi pembatas jalan. Mataku terasa berat, bibirku terasa kering, dan pusing dikepala akibat terbentur membuatku pingsan kembali.

Mataku kembali terbuka, kali ini rasa sakit terasa agak berkurang, walau kepala masih terasa pusing, tapi aku merasa aku akan hidup. Setelah beberapa saat, baru aku menyadari, seorang perawat sedang membersihkan badanku. Aku masih terlalu lemah untuk menyapanya. Aku pasrah membiarkannya membersihkan badanku. Seminggu berlalu, aku mulai merasa bersemangat kembali, bahkan aku sudah mulai mengetahui sedikit cerita tentang kecelakaanku melalui suster yang tiap hari merawatku. Sarah, itulah nama suster yang sudah sebulan merawatku, ya, sudah sebulan aku terbaring dikamar rumah sakit ini. Lewat Sarah aku mengetahui bagaimana mobilku hancur dan siapa yang membawaku ke rumah sakit ini, dalam hati aku berjanji akan mengunjungi bapak yang sudah membawaku kesini untuk berterimakasih. Bahkan suster Sarah sengaja menyimpan koran yang memberitakan tentang kecelakaanku, sebuah gambar mobil yang hancur remuk membuatku ngeri, bagaimana mungkin aku masih bisa hidup. Aku teringat cahaya biru itu, tapi aku tidak membaca ada saksi yang menyatakan ada cahaya biru yang kulihat dan kurasakan, jadi aku memutuskan itu hanya khayalanku saja, orang yang akan mati bisa saja berpikiran yang aneh aneh, itulah yang kupercayai dan itu yang paling masuk akal.

Siang hari, suster Sarah datang membawa baki makanan. Hari ini menurut dokter, aku sudah harus melepas infus dan mulai memakan makanan sendiri. Suster Sarah mulai menyuapiku, aku makan dengan semangat, dan berharap bisa cepat berjalan kembali.

Namaku Hendri, umur 28, pekerjaanku sederhana, agen apa saja, dan aku mengenal sangat banyak relasi, dan aku mempunyai banyak teman. Aku menjual apa saja yang bisa dijual, dan membeli apa saja yang menguntungkan, mau yang halal maupun haram, semua yang bisa menjadi uang pasti kulayani. Perawakanku biasa saja, tidak terlalu tinggi, tidak terlalu tampan, badanku fit karena waktu kerjaku tidak terikat, aku kadang menemui teman atau relasi sambil fitness atau tenis atau futsal, tergantung ajakan teman. Dan ekonomi ku yang lumayan membuatku tidak banyak pikiran. Aku enjoy enjoy saja dengan kehidupanku. Dan tidak ada keluargaku yang tinggal dekat denganku, dikota ini aku hidup sendiri. Itulah sedikit tentang diriku, tidak banyak yang bisa kuceritakan.

Sebulan kembali berlalu, aku sudah merasa sehat, hanya jalanku harus dibantu tongkat penyangga. Aku diharuskan berjalan mengelilingi taman rumah sakit atas perintah dokter, supaya otot ototku bisa terlatih. Seminggu kemudian, dokter menyatakan aku sudah boleh pulang kerumah, waktu yang kutunggu tunggu, Sarah membantuku membeli satu setel baju, karena selama ini aku memakai baju rumah sakit, dan karena ponselku hilang entah kemana, tidak ada orang yang bisa menghubungiku, dan aku juga tidak mau merepotkan mereka. Juga ada Sarah yang membantuku setiap hari. Setelah sekian lama, ini adalah pertama kalinya aku menggunakan telepon, aku harus meminta tolong abangku yang tinggal dikota lain untuk membereskan administrasi rumah sakit. Tentu abangku sangat terkejut karena tagihan RS nya lumayan besar, aku mengatakan akan menceritakan semua setelah sampai dirumah, tentu tidak lucu bercerita dengan telepon rumah sakit. Orang kedua yang kutelepon adalah teman baikku yang paling dekat, Reza. Tidak sampai 15 menit, Reza muncul di lobby rumah sakit. Setelah berpamitan dengan Sarah, aku keluar dari rumah sakit dengan mobil Reza.

Sampai dirumah, aku bingung, kunciku tidak ada, terpaksa kami mencari tukang kunci, untuk membuka pintu rumahku sendiri. Aku memang ditolong warga, tapi barang berhargaku juga ikut "ditolong" masuk ke inventory mereka. Tapi aku tetap bersyukur masih hidup. Hanya perlu 50 menit bagi tukang kunci untuk membuka 2 kunci pintu rumahku dan mengganti dengan kunci baru. Setelah membayar jasanya, kamipun masuk ke rumah. Sungguh ada perasaan yang nyaman masuk kembali ke rumah sendiri. Hal pertama yang kulakukan adalah merasakan nyamannya kasur empukku. Sungguh nyaman rasanya. Reza sedari tadi memberondongiku dengan segala macam pertanyaan, kujawab satu persatu sebisaku. Dan bagian cahaya biru itu tetap kulewati, karena tidak mau dicap berhalusinasi. Setelah merasa diriku sudah bisa ditinggal, Reza pun pamit pulang untuk melanjutkan aktifitasnya. Setelah berbaring sejenak, aku masuk ke kamar mandi dan menghidupkan shower, air hangat membuat badanku terasa ringan. Beberapa menit kubiarku pundakku disiram air hanga. Pikiranku kembali teringat pada Sarah dan penisku terlihat menegang. Sesuatu yang agak aneh karena tidak biasanya aku bisa terangsang hanya membayangkan wajah wanita. Mungkin karena sudah terlalu lama tidak bercinta, pikirku. Jam menunjukkan jam 1 siang. Masih sempat ke bank untuk mengurus atm dan kartu kreditku, pikirku. Setelah menelepon taksi, aku berjalan ke halaman rumah menunggu taksi yang kupesan. Tidak sampai 5 menit, taksi datang membawaku pergi ke bank. Setelah menyelesaikan segala administrasi, dan beruntung aku adalah nasabah yang sudah dikenal, tanpa kartu pengenal aku dibuatkan ATM baru, hanya bermodal buku tabungan. Setelah menarik uang cash seperlunya, aku kembali menyetop taksi dan mengunjungi toko teman yang menjual ponsel, dan tempat terakhir yang kukunjungi adalah showroom mobil yang juga masih relasi kerjaku. Karena hubungan kerja dan juga aku pernah menolongnya keluar dari masalah keuangan, sebuah sedan baru yang kebetulan ready langsung kuambil, setelah membayar sejumlah uang muka.

Aku merasa kembali ke kehidupan normalku. Hal pertama yang yang terpikir adalah kembali kerumah sakit untuk mengunjungi Sarah. Sebelumnya tidak lupa aku membeli satu setel baju yang kurasa sangat pas kalau di pakai Sarah, sebuah baju terusan warna biru muda. Dan tidak lupa setangkai bunga, sebagai ucapan terima kasihku karena sudah sebulan lebih merawatku. Setelah sampai di rumah sakit, aku naik kelantai 4 tempat aku dirawat, dan berharap bisa menemui Sarah. Aku duduk di kursi tunggu di koridor rumah sakit. Setelah menunggu hampir 1 jam, akhirnya Sarah melangkah keluar dari ruang pasien. Dengan senyum yang selalu menghiasi wajahnya, terlihat Sarah memang sangat mengabdi pada perkejaannya. Sarah tidak memperhatikanku, atau mungkin tidak terlintas pikiran bahwa pasien akan mencarinya, karena selama ini dia merasa hanya melaksanakan tugasnya sebagai perawat. Aku bangkit dari kursi dan buru buru mengikutinya dan sambil menepuk pundaknya.

"Sarah" panggilku. Sarah menoleh kebelakang.

"Ada masalah apa?" Sarah bertanya dengan wajah cemas, dikira ada yang tidak beres lagi dengan diriku.

"Tidak, aku cuma datang mengantar ini" jawabku, sambil menyodorkan setangkai bunga biru, aku tidak tau apa nama bunganya, tapi ntah

kenapa aku menjadi suka dengan biru.

"Wah.. terima kasih. Cantik sekali bunganya" jawab Sarah.

"Dan juga ini." aku menyerahkan sebuat tas yang berisi pakaian tadi.

"Apa ini?" tanyanya, agak ragu mau menerima.

"Aku kan berutang baju padamu, jadi sekarang lunas ya?" jawabku sambil sedikit memaksa Sarah untuk menerima.

"Yah, sudah deh kalau emang begitu, tapi aku masih ada dijam kerja, jadi tidak bisa lama mengobrol" balas Sarah.

"Aku mengerti, boleh kujemput nanti pulang kerja, sekedar makan malam untuk membalas jasamu selama ini?"

"Tidak perlu, itu memang udah pekerjaanku" jawab Sarah sambil tersenyum.

"Ayolah, aku memaksa nih." rayuku lagi.

"Sudahlah, jam 7 aku selesai tugas." jawab Sarah, mungkin karena tidak mau dimarahi supervisor, supaya aku cepat melepaskannya,

lagian dalam sebulan ini Sarah sudah merasa dekat dengan ku, jadi tidak salah kalau makan malam berdua sebagai teman.

"Sip. terima kasih. Aku tunggu di lobby ya" jawabku dengan senyum lebar. Sarah berjalan menjauhiku sambil mengangguk kecil. Jam 7,

berarti masih 2 jam.

"Sarah!" aku teringat ada yang terlupa.

"Ya?" jawabnya sambil menoleh ke arahku.

"Boleh minta koran yang mengenai kecelakaanku? Maaf merepotkan terus." tanyaku. Aku mengikutinya sampai pintu ruang khusus perawat, beberapa saat kemudian, dia keluar dengan sebuah suratkabar, dan bunga dan tas sudah disimpan di ruang tersebut. Setelah berterima kasih aku meninggalkannya untuk melanjutkan tugasnya. Tempat kecelakaanku tidak terlalu jauh dari rumah sakit, aku berpikir, sempatlah 2 jam untuk melihat kesana dan kembali untuk menjemput Sarah. 20 menit kemudian, sampailah aku di lokasi, setelah bertanya sana sini, akhirnya aku mendapat alamat Pak Broto yang membawaku ke rumah sakit. Sampai di alamat tersebut, terlihat sebuah rumah sederhana, dengan beberapa ekor ayam mencari cacing di tanah di halaman rumahnya. Sebuah rumah kecil, tapi terlihat rapi, walau batu bata nya tidak diplester, tapi terlihat nyaman. Setelah mengetok pintu, seorang bapak, atau lebih cocok disebut kakek, kuperkirakan berumur 60an, membuka pintu.

"Pak Broto?" tanyaku.

"Iya, adek sapa?" tanyanya kembali.

"Saya Hendri,Pak. Pak Broto ingat waktu itu ada kecelakaan di depan rumah bapak?" tanyaku. Pak Broto ingat saat kecelakaan itu, dan tidak menyangka aku bakal mencarinya. Pak Broto mempersilahkanku masuk kedalam. Tidak banyak yang terdapat didalam rumah mungil itu, dan kita duduk di tikar, ada sebuah tv kecil di ruangan itu. Satu satunya hiburan yang kulihat di rumah itu. Ada 2 kamar yang pintunya hanya ditutupi kain. sebuah kamar mandi di ujung ruangan. Kecil, sederhana tapi tertata rapi. Sirkulasi udara yang baik membuat rumah itu terasa adem. Setelah bercerita hampir satu jam, aku pamit pulang, dan berjanji akan datang mengunjungi pak Broto kembali. Setelah bersalaman, aku kembali ke rumah sakit. Jam sudah menunjukkan 18.30, sambil menyetir, aku berpikir mau makan malam dimana dalam perjalanan ke RS, aku kembali mengingat waktu Sarah merawatku dengan telaten. Tanpa terasa penisku mulai berdiri.

"Ah. tidak boleh berpikiran begitu." batinku sambil memukul kepalaku untuk menyadarkan diriku sendiri. Ada yang lain dalam diriku. Dan dalam lamunan, tidak terasa aku sudah sampai ditujuan.

"Sarah" aku memanggilnya dari dalam mobil. Rupanya Sarah sudah selesai dan menungguku di depan pintu rumah sakit.

"Hai" Sarah menjawab. Aku mengisyaratkan supaya Sarah masuk kemobil. Sarah pun menurut saja. Yang membuatku senang adalah, pakaian yang kubeli tadi sudah melekat pas dibadan Sarah, tidak salah aku memilih baju ini, Sarah terlihat sangat feminim dengan baju dan warna biru. Sarah berumur 23, sudah menjadi perawat 2 tahun sejak tamat dari akademi perawat. Wajahnya biasa saja, terlihat wajah yang agak polos, badan juga tidak terlalu tinggi, 160 mungkin, tapi yang tidak kuperhatikan selama ini adalah ternyata buah dadanya lumayan besar, mungkin karena seragam suster yang dipakai menutupinya selama ini. Baju biru yang kubeli ini tidak seksi, tapi layaknya sebuah baju terusan, bagian dada lebih terlihat membusung, dan kaki yang selama ini terbungkus celana panjang terlihat indah, karena baju terusan itu hanya sebatas lutut. Kulit putihnya lebih terlihat, sungguh beda penampilan sebagai seorang suster dan yang sekarang. Tiba tiba penisku terasa sesak. Aku merasa bersalah karena ulah penisku.

"Cocok gak?" tanya Sarah membuka pembicaraan.

"Cantik banget. Siapa dulu yang milih." balasku sambil tertawa. Sambil mengobrol, aku menuju ke sebuah restoran yang tidak terlalu jauh dari rumah sakit. Sebuah restoran yang nyaman, dengan lampu remang, membuat suasana makin romantis. Waiter langsung menghampiri, dan setelah mengatakan namaku, langsung diantar ke tempat duduk di sudut ruang. Memang aku sudah memesan tempat tadi sebelum menuju kesini. Waktu yang cocok untuk mengetahui lebih dalam tentang diri Sarah. Aku sangat menikmati malam ini, setelah menikmati makanan, aku mengantar Sarah pulang. Sewaktu Sarah turun dari mobil, roknya terangkat agak keatas, sehingga pahanya terlihat lebih banyak dari sebelumnya, penisku langung mengeras. Aku heran, kenapa aku mudah terangsang, memang sejak keluar dari rumah sakit aku belum pernah bercinta, tapi, sepertinya ada yang aneh dalam diriku. Ingin rasanya aku memeluk dan mencium Sarah saat ini juga, tapi aku tidak mungkin melakukan hal seperti itu pada Sarah. Setelah berpamitan dan mengucapkan terima kasih padaku,

Sarah berjalan ke arah rumahnya. Aku menunggunya sampai dia sampai di pintu, setelah mengetuk pintu beberapa saat kemudian, ibuya membukakan pintu. Sarah memang masih tinggal bersama keluarganya. Aku memutuskan untuk kembali pulang kerumah, capek seharian mengunjungi berbagai tempat. Sampai dirumah, aku mandi dan berbaring di kasur. Rasanya moodku sangat bagus saat ini. Kembali bayangan Sarah memenuhi otakku, penisku pun segera naik, tak tahan tanganku turun untuk meraba penisku yang sudah mengeras, sambil mengocok pelan, aku membayangkan meremas dan mencium bibir Sarah, pikiranku terus menerus terfokus pada wajah Sarah, tiba tiba tanganku yang sedang mengocok penis hanya menggenggam udara, PENIS KU HILANG!!!

Aku tekejut setengah mati, dan yang lebih menakutkan lagi, sepasang buah dada muncul di dadaku. tanganku menjadi tangan wanita. Astaga, apa yang terjadi padaku, aku meraba wajahku sendiri, rasanya lain, terasa halus. Aku buru buru mencari cermin, dan setelah bercermin, aku tidak melihat bayangan diriku, aku melihat Sarah! Dengan buah dada yang menggantung indah, dan hanya memakai celana pendekku. Aku masih tidak percaya dengan apa yang kulihat. Jantungku berdebar kencang, bukan karena bisa melihat tubuh Sarah yang setengah telanjang, tapi mengapa ini bisa terjadi? Aku menarik nafas dalam, pikiranku buntu, aku tidak tau apa yang harus kulakukan saat ini. Aku masih berusaha untuk mencerna semua kejadian ini. Apakah Sarah masih ada? atau dia berubah menjadi aku saat ini. Untuk memastikan, aku berusaha untuk menelepon Sarah, sesaat kemudian, Sarah mengangkat telepon.

"Halo?" jawab Sarah.

"Sarah, ini aku, kamu baik baik saja?" tanyaku. Lupa kalau aku sekarang juga bersuara seperti Sarah.

"Ya aku baik baik saja, tapi ini siapa?" tanyanya kembali.

"Oh sudahlah, tidak apa apa." Aku memutuskan telepon. Sadar bahwa Sarah tidak mengenalinya. Sedikit lega kalau Sarah tidak apa apa. Sekarang aku kembali ke masalahku, berarti aku yang berubah menjadi Sarah. Terus, sampai kapan? Aku mulai panik, aku menyukai diriku yang dulu, lagian, bagaimana aku bisa keluar rumah menjadi Sarah? Aku berjalan tanpa arah mengelilingi rumah, berharap bisa mendapat penjelasan yang masuk akal, tapi aku yakin tidak ada yang masuk akal. Aku kembali ke kamar, duduk di tepi ranjang. Tanganku memegang kepala, tapi saat ini rambutku terasa lembut dan panjang, aku makin stress. Haruskan aku jadi wanita selamanya? apakah ini kutukan karena aku sering memperlakukan wanita seenaknya? Aku mulai berbaring, tapi tidak mungkin bisa tidur. Aku berusaha menutup mata, berusaha memikirkan jalan keluar. Semakin dipikir aku semakin putus asa, aku kembali membayangkan wajahku yang dulu, setelah beberapa saat, tiba tiba kurasakan ada yang berubah, aku meraba dadaku, buah dadaku hilang, aku langsung mencari penis kesayanganku, sudah kembali. Rasa lega luar biasa kurasakan saat ini. Aku cepat cepat bercermin, ya, aku sudah kembali.

Dengan perasaan lega, aku kembali berbaring, mencerna semua yang telah terjadi. Aku memikirkan kembali awal kejadiannya, tadi aku sedang berbaring memainkan penisku dan mebayangkan wajah Sarah, haruskah kucoba lagi? bisakah aku kembali menjadi diriku? Rasa penasaran tapi ragu, akhirnya aku memutuskan untuk mencoba lagi, lagian, sudah terbukti aku bisa kembali menjadi diriku lagi. Aku tidak tau caranya, tapi aku mencoba melakukan seperti tadi, aku membayangkan wajah Sarah, pikiranku menvisualisasikan aku menjadi Sarah, untuk memastikan prosesnya sama, aku juga meraba penisku, bedanya penisku sekarang mengkerut kecil, ikut stress bakal hilang lagi. Dan setelah beberapa saat, benar saja, tanganku kehilangan penisku, aku mencoba meraba bagian selangkanganku, ada celah disitu, aku mencoba dadaku, buah dada muncul kembali didadaku. aku cepat cepat mencari cermin, dan kembali melihat Sarah di pantulan cermin. Aku kembali mencoba fokus pada wajahku, perlahan, bayangan cermin memperlihatkan transformasi diriku menjadi aku kembali. Sekali lagi aku membayangkan wajah Sarah, dan benar saja, aku kembali menjadi Sarah, lalu mencoba kembali menjadi diriku. Dalam setiap percobaan, proses perubahan menjadi semakin cepat, rasanya aku sudah bisa mengatur kekuatan baruku ini. Aku ingin mengetahui seberapa cepat aku bisa berubah, hanya 2 detik, aku sudah berubah sempurna menjadi orang lain. Aku menjadi gembira mendapat kekuatan ini, tiba tiba aku kembali teringat pada cahaya biru sewaktu kecelakaan. Yah, itu satu satunya yang masuk akal. Kembali aku berpikir, apakah aku bisa berubah menjadi orang lain selain Sarah? Aku berusaha menentukan pikiran, harus orang yang baik, aku tidak mau nanti tidak bisa kembali dan harus menjadi orang yang kubayangkan itu selamanya. Aku teringat Reza, aku mencoba membayangkan wajah Reza, dan benar saja, aku melihat Reza di cermin. Lalu aku membayangkan wajah abangku, dan aku berubah menjadi dia, dan aku juga belajar kalau aku tidak perlu berubah menjadi diriku dulu sebelum berubah menjadi orang lain. Aku mencoba terus
beberapa orang yang kuingat, dan aku berubah terus, akhirnya aku berubah menjadi aku, dan saat itu jam sudah menunjukkan jam 3 pagi. Aku berbaring di ranjang, mataku kututup. Aku tidak mampu membayangkan apa saja yang bisa kulakukan dengan kekuatan ini. Akhirnya aku tertidur.

Pagi jam 10, aku terbangun oleh dering ponsel. Dengan malas kuangkat, ternyata Reza menanyakan kabarku. Setelah memastikan aku baik saja, Reza memutuskan panggilan. Aku bangun, dan langsung terpikir kejadian semalam, apakah hanya mimpi, halusinasi, ternyata kekuatan itu masih ada. Aku segera mandi, tidak sabar untuk melihat keluar untuk melihat apa yang bisa kulakukan dengan kekuatan ini. Segera aku mandi, sambil mandi, aku iseng berubah menjadi Sarah, sambil membersihkan buahdada, aku terangsang, segera kucari liang diselangkanganku, sentuhan diklitoris seakan menyengat diriku, ternyata seperti itu kalau klitoris di sentuh, rabaan iseng sekarang menjadi tak terkendali, gairahku meningkat, aku tidak sanggup untuk melepaskan jariku dari vaginaku yang baru. sambil disiram air shower yang hangat, jariku mulai mengocok liang vagina, tarasa agak sakit rupanya Sarah masih perawan. Aku kembali menggosok klitorisku, dan orgasme panjang memuaskan nafsuku. Setelah selesai, aku segera bersiap siap untuk keluar.

Sampai dikantor Reza, aku langsung masuk keruangannya, Reza adalah manager di sebuah perusahaan kontraktor. Reza seumuran denganku, 29, tinggi badannya yang agak mencolok, 180, dan sedikit janggut, tapi mukanya terkesan friendly. Memang Reza mudah beradaptasi dengan orang lain, itulah sebabnya dia bisa menjadi manager, disamping keahliannya memang lumayan. Aku duduk didepan mejanya, hari itu Reza lumayan sibuk, banyak telepon masuk mencarinya. Sinta, sekretarisnya juga terlihat sibuk keluar masuk. Dengan pakaian kantor, Sinta terlihat sangat cantik dan elegan. Tubuhnya langsing, padat berisi, dan tentunya Reza memilihnya karena buah dadanya yang lumayan besar, sangat menggoda. Walau sudah mempunyai satu anak, badannya masih terawat, rambutnya yang panjang terikat rapi, hak tinggi semakin membuatnya terlihat seksi. Dan memang seperti itulah yang disukai Reza, Reza juga sering membelikan baju, sepatu
dan segala yang bisa membuat Sinta terlihat lebih menarik. Sewaktu Sinta mencari berkas di laci bawah, pantatnya tercetak di rok ketatnya, langsung saja penisku menegang. Bulatan pantat yang indah membuat pikiranku berpikir untuk berjalan ke Sinta dan meremas habis pantatnya. Untung saja Sinta segera mendapat berkas yang dicari dan berjalan keluar ruangan, sambil berjalan, aku memperhatikan bibir tipis Sinta, ingin rasanya kucium dan kuremas buah dadanya yang menantang. Terus terang aku merasa aneh dengan diriku, ada yang lain, mudah sekali terangsang. Aku mulai berpikir apakah ada hubungan dengan kekuatan baruku. Pikiranku masih penuh dengan bayangan aku bercinta dengan Sinta. Apa yang di bicarakan Reza hanya kuiyakan saja. Aku mulai memikirkan ide jahat, berubah menjadi suami Sinta untuk menidurinya malam ini. Tapi pertama aku harus tau wajah suaminya dulu. Aku iseng membongkar berkas profile karyawan Reza, dia cuek saja, karena sudah biasa aku sesuka hatiku di ruang kerjanya. Aku mencari alamat Sinta. Setelah beberapa berkas, aku menemukan berkas Sinta. Kuingat alamatnya dan aku pun permisi dari tempat Reza, Reza juga acuh saja
karena sibuk menerima telepon.

Setelah berputar putar sejenak, akhirnya aku sampai di depan rumah Sinta, aku memikirkan Sinta sedetail detailnya, dan dalam sekejab, aku berubah menjadi Sinta, lengkap dengan pakaian kerjanya. Hemm, terasa seksi sewaktu berjalan ke pintu. Aku mengetuk pintu, berharap ada yang buka, segala macam alasan sudah kusiapkan. Ternyata pembantunya yang membukakan pintu, dengan alasan kunci tertinggal dikantor dan ada berkas penting yang tertinggal di kamar, aku masuk kedalam rumah, pembantunya cuek saja, karena aku kan Sinta pemilik rumah. Pembantu itu kembali sibuk di dapur memasak untuk makan malam. Aku bingung kamar mana yang menjadi kamar tidur Sinta, setelah membuka 2 pintu kamar, akhirnya aku yakin ini ruang tidur Sinta. Aku berusaha mencari foto keluarga, dan tidak susah, foto pernikahan besar tergantung di atas tempat tidur. Aku mencoba menjadi suami Sinta, dan kembali menjadi diriku. Tugas pertama selesai. Iseng aku membongkar lemari pakaian Sinta, lalu rak tempat penyimpanan BH dan CD Sinta, melihatnya dan memegang
GString Sinta saja penisku langsung berdiri. Aku tidak sabar menunggu malam ini, saat dimana aku bisa puas meniduri Sinta tanpa diketahui. Setelah puas menciumi CD dan BH Sinta, aku keluar dari kamar, setelah mempelajari sejenak rumahnya, aku pun pamit pada pembantu dan menuju rumah. Sampai dirumah, pikiranku menjadi tak menentu, tidak sabar ingin merasakan tubuh Sinta, bayangan Sinta terus muncul di kepalaku, tanganku kembali mengocok pelan penisku, aku membayangkan Sinta yang sedang mengocok dan mengulum penisku, akhirnya aku tidak tahan, dan muncratlah spermaku, aku tertidur. Beberapa jam kemudian, aku terbangun, kulihat jam, sudah pukul 18, tak kusangka, bayangan Sinta yang menggoda masih juga ada dipikiranku, penisku masih berdiri tegak, masih belum terpuaskan oleh tanganku tadi. Aku sudah yakin, gairahku ini ada pengaruhnya dengan kekuatan baruku ini. Tidak sabar rasanya menunggu sampai tengah malam, setengah jam sebelum jam 1 malam, aku tiba didepan rumah Sinta, keadaan sudah sepi, aku perlahan masuk kerumah dengan kunci serap yang kutemukan di kamar Sinta tadi siang. Aku berubah menjadi pembantu Sinta, jadi dengan mudah aku bisa beralasan misalnya nanti terlihat. Perlahan aku masuk kekamar utama, Sinta dan suaminya tampak terlelap,
perlahan aku menyemprotkan sejenis obat tidur dsekitar wajah suaminya, setelah penantian 5 menit, berubah dulu menjadi Sinta, mencoba menggoyang tubuh suaminya, kutarik pipinya, tidak ada reaksi, sepertinya obatnya sudah mulai bereaksi. Perlahan kuturunkan suami Sinta, dan kupindahkan kebawah ranjang, lalu aku berubah menjadi suaminya. Semuanya sudah siap, saatnya aku menikmati tubuh Sinta yang sudah kubayangkan dari tadi. Kutarik selimut yang menutupi tubuhnya, terlihat Sinta memakai baju tidur tipis, tidak ada BH maupun CD. Aku menikmati pemandangan didepanku, Sinta masih terlelap dengan memeluk guling, badannya menghadap kekanan, sehingga vaginanya terlihat sedikit. Aku berbaring disampingnya, dengan jari telunjuk, aku mulai menggosok sepanjang vaginanya, dengan bantuan sedikit ludah, jariku menjadi licin, dan mulai menusukkan jariku kedalam liang hangatnya. Masih kering, aku menambah ludahku lagi untuk memudahkan gerakan satu jariku di liangnya. Rupanya Sinta tidak mudah terbangun, dan menambah gairahku, aku memang suka jahil pada wanita yang sedang tidur. Semakin lama, semakin cepat tusukkan jariku, Sinta sedikit menggeliat, tapi posisi tidurnya tidak berubah, aku semakin bersemangat ketika mengetahui kalau vaginanya mulai bereaksi dengan gesekan jariku, aroma vagina tercium di jariku, aku tidak memerlukan ludah lagi, malahan kini vaginanya sudah sangat basah, kini aku mulai bermain dengan klitorisnya, kugosok jariku, membuatnya makin sering menggeliat, sepertinya sebentar lagi Sinta bakal terbangun. Dengan stabil aku menggosok klitorisnya yang kini sudah terasa membesar, cairan vaginanya mulai melelah disekitar pangkal pahanya, mungkin saat ini Sinta sedang mimpi bercinta. Tiba tiba Sinta bergerak, dan kini posisi tidurnya terlentang, gulingnya sudah tidak dipeluknya lagi, perlahan aku membuang gulingnya kelantai. Buah dadanya kini terlihat menantang dibalik gaun tidur tipisnya, aku mulai meraba dadanya, kuremas pelan susu kirinya, dengan jempol dan telunjuk, kupilin putingnya, perlahan putingnya mengeras.

Aku bangkit, bergeser makin dekat, aku mencoba mencium putingnya, kuhisap pelan, dan akhirnya Sinta tersentak kaget dan terbangun dengan perasaan bergairah, tangannya langsung merangkul aku, tanpa mengetahui kalau aku bukan suaminya. Aku yang sudah tidak tahan, langsung melumat habis bibirnya, lidahku menjilati seluruh rongga mulutnya, perlahan aku turun menciumi lehernya, gairah Sinta sudah memuncak karena sudah ku permainkan klitorisnya dari tadi. Kedua buah dadanya kuremas dan mulai
kujilati putingnya, Sinta mendesah kuat, vaginanya sudah tak sabar ingin dimasuki penis, Sinta berusaha menarik badanku untuk menindihnya dan memasukkan penisku. Aku tahu maksudnya, dan inilah saat yang kutunggu. berlutut didepan vagina Sinta, kakinya kubuka, kini vagina Sinta terbuka lebar menantang penisku, dengan wajah memelas, nafasnya membuat buah dadanya naik turun, perlahan kuarahkan penisku masuk kedalam vaginanya, terasa hangat sekali, dengan perlahan aku memasukkan penisku kedalam vaginanya, senti demi senti, Sinta mengerang menikmati proses masuknya penis ke vaginanya yang sudah berdenyut denyut, satu hal yang agak mengecewakan, penis suaminya sangat kecil, sehingga terasa kurang menjepit. Tapi supaya tidak curiga, aku tetap menggenjot vagina Sinta, lagian Sinta memang sudah terbiasa dengan penis suaminya. Perlahan aku mulai mempercepat gerakanku, buah dadanya terguncang indah, dengan gerakan stabil, kuremas dan kupilin putingnya, membuat Sinta makin mendesah tak karuan. Dan sampai satu titik, Sinta mengerang panjang, badannya bergetar, kepalanya mendongak kebelakang. Orgasme pertama Sinta membuatku makin bergairah.

Aku mengubah posisi, kini Sinta kubaringkan menyamping, penisku kusodokan tiba tiba membuatnya tersentak dan menjerit, kini aku mulai sedikit kasar, penisku kusodokkan dengan cepat dan kuat ke vaginanya, Sinta mengerang kuat tak mampu menahan serangan nikmat di vaginanya. Sambil menggesekkan penisku, kuatur tangan Sinta untuk meremas buah dadanya sendiri, sehingga menambah indah pemandangan didepanku. Puas dengan posisi ini, aku mulai mengatur Sinta untuk menungging, dan kini Sinta yang sudah kuimpikan sejak pagi akan kunikmati dengan doggy style, posisi yang paling kunikmati, karena wanita terlihat tidak berdaya, pantat terangkat memamerkan kedua lubang, seakan mengundang setiap penis untuk masuk kedalamnya. Untuk menikmati saat terindah ini, aku tidak sanggup lagi memakai penis kecil suaminya, dalam sedetik aku berubah menjadi diriku, Sinta tidak mungkin curiga akan diriku karena suasana kamar gelap, hanya
sedikit cahaya dari lampu jalan yang masuk kekamar ini. Aku nekad berubah menjadi aku yang asli, dengan penis yang lebih besar dari suaminya, walaupun misalnya Sinta terkejut dan barbalik, aku siap berubah menjadi suaminya kembali dalam sedetik. Sinta menungging menunggu penisku, kini penis yang besar sedang bersiap di bibir vaginanya, jantungku makin berdebar, kini aku yang benar benar akan menyetubuhi Sinta, dengan suaminya tepat dibawahnya. Gairahku makin memuncak, rasanya ingin mengoyak ngoyak vagina indah Sinta yang dihiasi bulu kemaluan yang terawat rapi.
Dengan perlahan, penisku mulai menyentuh bibir vagina Sinta, Sinta tidak sabar lagi, pantatnya dimundurkan untuk bisa cepat merasakan penis membelah vaginanya. Kepala penisku mulai masuk, Sinta sedikit kaget, pantatnya dimajukan menjauhi penisku. Untuk mengurangi rasa curiganya, aku kembali menjadi suami Sinta, dan aku berbaring dan menarik Sinta untuk mengoral penisku sebentar, Sinta mengira aku ingin beristirahat, melahap penisku jilatan lidah dan kuluman mulut Sinta menandakan Sinta sudah biasa mengoral penis, hangat mulutnya membuat diriku melayang. Setelah merasa Sinta yakin tidak ada yang berubah dari penisku, aku kembali menyuruhnya menungging, dan kembali aku berubah menjadi aku, dan kini penisku ketekan lebih cepat supaya tidak ada penolakan lagi dari Sinta, sejenak kubenamkan penisku supaya Sinta membiasakan diri dengan penisku, Sinta tentu tau kalau penis ini lain dari suaminya, tapi dengan birahi yang sedang tinggi, dan rasanya tidak masuk akal, Sinta tidak terlalu ambil pusing. Lagian Sinta baru saja mengoral penis sumainya, dan rasanya biasa saja. Perlahan aku mulai menggenjot Sinta, kini aku puas, vaginanya terasa ketat, seluruh dinding vaginanya tergesek oleh penisku, Sinta pun mendesah lain dari yang awal. Vaginanya serasa terbelah, setiap centi
dinding vaginanya mendapat kenikmatan. Semakin lama semakin kupercepat, baru beberapa genjotan, orgasme kedua Sinta menggetarkan seluruh tubuhnya, jeritan panjang tertahan oleh bantal. Aku membiarkan Sinta menikmati orgasmenya, setelah orgasmenya mereda, aku kembali menghujamkan penisku dengan kecepatan penuh. Desahan panjang memenuhi ruangan, seandainya saja suaminya mengetahui istrinya sedang kusetubuhi, pasti aku akan dibunuhnya. Orgasme demi orgasme datang, Sinta merasa tubuhnya lemas tak berdaya. Sudah satu jam aku menyetubuhi Sinta, sebagai penutup, aku menarik kaki Sinta, sehingga kini posisi menelungkup. aku duduk dipahanya, sejenak aku bermainan dengan bongkahan pantatnya, puas menikmati kenyal pantat Sinta, aku menindih tubuh Sinta, sambil menyibak rambutnya
kesamping, kuciumi lehernya, Sinta tidak lagi memperdulikan perbedaan, karena tidak menaruh curiga sedikitpun. Sinta menaikkan pantatnya untuk merasakan penisku, vaginanya masih gatal ingin dimasuki penis baru, walau badannya sudah lelah. Aku menggapai penisku, dan kuarahkan ke liang vaginanya, sekali hentak, masuklah seluruh penisku, sambil kucium leher Sinta, aku mulai menggerakkan penisku, kembali desahan Sinta terdengar pas di dekat telingaku. Aku mulai mempercepat gesekan penisku, Sinta meraung raung menahan nikmat. Seandainya dia tahu aku yang menyetubuhinya, dia mungkin tidak akan mendesah menikmati 'pemerkosaan' ini.

Akhirnya orgasme kembali menyerang tubuh Sinta, orgasme terakhir ini sungguh membuatnya lemas, dan aku pun menyelesaikan persetubuhan ini dengan menyemprotkan spermaku kedalam vaginanya. Selesailah sudah, imajinasiku dari tadi pagi. Aku puas. Sinta sudah terbaring lemas, tidak bergerak lagi. Aku mengangkat kembali suaminya ke tempat tidur, Sinta juga masih terlelap. Setelah kurasa semua sudah beres, aku segera keluar dari rumah Sinta dalam wujud suaminya untuk menghindari kecurigaan warga sekitar, dan mobilku pun melaju dalam kegelapan malam.

Aku kembali ke rumah, membayangkan kejadian barusan. Dan yang membuatku kaget, aku masih ingin bercinta setelah menikmati tubuh Sinta sejam lebih, sungguh kekuatan baru ini mempunyai efek samping yang buruk. Karena badanku juga letih, aku pun mencoba tidur, walau di otakku masih terbayang pantat Sinta sewaktu menungging. Sambil membayangkan bisa meniduri wanita mana saja yang aku inginkan, terutama istri istri orang lain, aku pun melamun dan akhirnya tertidur. Esok hari akan menjadi hari yang penuh kejutan.

Blue Lightning

By Lucy →
"Be lagi dimana?" Sapa seseorang di BBM ku pagi itu.

"Dirumah A." Jawabku.

"Horny aku bee." Balasnya

"Ya udah aa jalan-jalan ke taman jompo aja, sapa tau ada yang cocok. Ahahhahahaaa." Jawabku sambil bercanda.



"Ah kamu mah. :|" Balasnya.

"Minta fto lah, lagi sange ini. Temen aku juga sama lagi sange." Balasnya.

"Fto apaan? Hahahahhaaa..." Aku tertawa lepas sambil aku memberikan fto kedua pahaku yang besar dan berbulu tipis.

"Uwah, ayo lah ketemu. Temenku ini mau diajak 3some ma kamu. Yuk? Jam 11 aku sampe ditempat biasa."

"Oke a." Jawabku singkat. "Aku mandi dulu ya." Lanjutku.

Sebenarnya, pagi itu aku sedang tidak mood untuk bercinta, karna memang kondisi keadaanku yang sedang sedikit tidak baik. Tapi, aku ga mau membuat teman-teman yang aku segani itu kecewa.

Selesai bersih-bersih, mandi dan berpakaian, aku BBM temanku itu.

"A, aku mau ke ATM dulu ya. Aa beli air." Kataku.

Yah tadinya berhubung kondisi ku ga fit. Aku berharap, alkohol itu bisa membuat tubuhku sedikit segar untuk menerima serangan-serangan mereka nanti.

"Ia, nanti aa cari ya. Kalo ga ada gimana? Jawabnya.

"Beli air adem sari aja. Hahhahahahhahahaaa." Jawabku.

Entah kenapa, setiap berbincang dengan orang sekotaku, sesuku ku. Aku selalu saja senang membuat lelucon yang garing.

"Adem sari cingqu ya? Hahahahaha." Balas temanku.

Aku menuju ATM, mengambil benerapa lembar uang untuk persediaan ku dijalan. Lalu aku BBM temanku.

"A dimana?"

Tak ada jawaban karna ternyata BBM nya hanya ceklis.

"Ah..." drsahku, menandakan sedikit kekecewaan.

Aku membuka aplikasi Whatsapp ku.
Dan kutanya lagi hal yang serupa disana pada temanku itu. Tapi tetap saja hanya ceklis 1 garis, yang artinya tidak terkirim.

Aku telepon saja deh, fikirku.

Akhirnya aku meneleponnya.

"A dimana?" Tanyaku di telepon.

"Udah ditempat nih, di no 28. Tadi nyari air dulu tapi ga ketemu-ketemu. Maklum kayanya lagi ada rajia karna Persib mau main." Jawabnya panjang lebar.

"Oh, yaudah sms ya no ruangannya. Takut lupa." Kataku meningatkan nya.

Lalu kututup teleponnya.

Aku berjalan menuju angkot, memasuki angkot untuk menuju tempat tujuan.

Deeerrrrr... Getar HP ku terasa. Aku melihat dilayar HP ada 1 pesan whatsapp datang. Kubuka.

"Aku di no 28 ya." Isi pesan whatsapp itu.

"Ok. Tunggu a, bentar ko." Balasku.

Tak berapa lama, aku sampai ditempat tujuan. Aku masuk kedalam tempat yang ditandai gapura besar. Yah, halaman hotel langgananku. Hotel yang memang terkenal sangat aman untuk melakukan hal-hal yang nikmat walau dilarang agama.

Aku menghampiri salah 1 pegawai di hotel itu.
Dan bertanya soal ruangan no 28 tepatnya dimana. Dia hanya memberikan arahan jalan nya saja. Aku pun hanya manut berharap menemukan kamar itu.

Ku lewati pos penjaga, melihat ke arah salah 1 penjaga keamanan yang bertubuh tegap dan tinggi. Dia tersenyum penuh arti. Aku membalasnya dengan senyuman biasa. Ah, jangan dulu lah untuk kenalan-kenalan dengan yang seperti itu. Fikirku.

Lalu aku berjalan sedikit berkeliling, dan hah! Aku tersesat. Yup, hotel ini memang sangat luas, ditambah memang sedang ada renovasi besar-besaran.

Akhirnya aku melihat salah 1 pegawai lagi yang sedang istirahat didalam kamarnya. Aku menyapanya dan bertanya ruangan yang ingin aku datangi.

"Oh, disebelah sini teh." Katanya sambil mengantarku ke arah ruangan itu. Ditengah perjalanan, aku melihat ada seekor anjing golden. Aku tertarik dan malah bermain sejenak dengan nya.

Kami berjalan kembali.

"Namanya siapa a?" Tanyaku pada pegawai itu.

"Saya anton teh. Hehehe..." Kata pegawai itu sambil cengengesan.

"Bukan aa, tapi anjing tadi" Jawabku lurus.

"Oh, hehe... Itu Moli teh." Jawab nya. Terlihat dia menunduk seperti malu. Ini teh jalannya, itu ada nomber-nombernya." Lanjutnya memberi arahan.

"Oh, makasih ya a." Kataku.

Aku lalu melihat nomber-nomber di depan pintu setiap ruangan. Dan, deg! 28 di hadapanku, dengan pintu sedikit terbuka.
Hemmm, oke, persiapkan diri dulu.

Ku ketuk pintu nya. "Room service." Kataku bermaksud bercanda lagi.

Aku masuk kamar, lalu melihat 1 laki-laki sedang duduk di sebuah kursi, dan 1 lqgi sedang tiduan memainkan hp nya fiatas kasur. Aku lalu duduk diatas kasur. Senyum-senyum ga jelas.

"Aku benerkan? Ga salah kamar kan?" Tanyaku.

"Nih sidik-sidik aja. Sama ga wajahnya?" Kata salah 1 temanku yang duduk dikursi. "Tuh kenalin, namanya Titit (samaran)." Lanjutnya memperkenalkan temannya yang kata dia, si titit ini jago diranjang dan suka cwe bertubuh bongsor seperti ku.

"Hihihi." Hanya itu jawabanku.

Kami ngobrol basa basi terlebuh dahulu, Aa sedikit membully temannya itu. Katanya Titit daritadi ingin segera bertemu aku dan mencoba aku.

Lalu tanpa komando lagi, aku tiduran dikasur, Titit pindah duduk dikursi, dan aa menghampiriku, membuka celananya, meminta di BJ.

Tanpa ragu, aku segera memBJ nya. Membuka celana dia dengan cepat. Sperti biasa, aku ingin memberikan service BJ yang nikmat pada pasangan-pasangan sex ku.

"Hmmmmmm..." Aku menjilati kontolnya dari atas sampai bawah dengan posisi terlentang dan si aa bertumpu pada lututnya.

"Buru Tit, kita mainkan." Kata si aa ngajak si Titit.

Aku dan aa akhirnya merubah posisi.

Aku duduk dilantai, di aa tiduran dikasur dengan posisi kaki mengangkang lebar.
Hmmm, posisi yang sempurna. Terlihat semua kontol si aa.

Aku jilati kembali, ku jilati kepala kontol si aa. Aghhh enak banget. Aku benar-benar suka pekerjaan memblow job ini. Apalagi kontol si aa yang pas ukurannya. Aku lalu masukan kontol si aa kedalam mulutku, kukosok didalam mulutku, ku hisap, kumainkan lidahku pada kontolnya. Si aa mulai terasa menyukainya. Jilatanku lalu turun kebawah, ke bagian 2 buah zakqrnya. Kuciumi, kujilati.

"Aghh, Be geli hhahaa." Katanya, sedikit menjauhkan kepalaku dari buah zakarnya.

Tanpa memperdulikan protesnya, aku terus melanjutkan pekerjaanku itu. Makin sinih aku semakin menunduk. Ku buka pahanya lebih lebar lagi, aku menyusup diantara kedua belahan pantatnya, aku merubah posisiku menjadi jongkok. Aku keluarkan lidahku untuk menjilat anus si aa.

Sssrruuuppp... srruupppp... kujilat beberapa kali.

"Aaghhh, ya bee..." Terdengar si aa sedikit mendesah. "Terus be." Katanya.

Titit akhirnya mendekatiku, aku langsung menungging, kami ber tiga mengatur posisi. Aa masih tetap aku sepong kontolnya dengan posisi dia terlentang dikasur. Dan Titit akan akan melakukan penetrasi langsung kedalam memekku. Tanpa dibasahi terlebih dahulu.

"Wew, udah berdiri ajah tu kontol." Kata si aa ke Titit.

Kamipun tertawa sejenak.

Aku menungging lagi, si Titit memegang pantatku, lalu aku bilang kalaubaku ga suka dijimek, jadi langsung saja masukan kontolnya kedalam memekku. Terdengar titit tertawa pelan. Lalu Titit berusaha memasukkan kontolnya kedalam memekku tapi sedikit susah. Maklum, aku kan gendut, jadi pasti agak susah karna terhalang pantat dan pahaku.

Sambil nyepong, aku bantu kontol Titit untuk bisa masuk kedalam memekku. Tap.tetap susah.

"Basahi dulu be." Kata si Aa.

Titit tidak banyak bicara, dia hanya tersenyum tersenyum. Entah apa yang ada difikirannya terhadapku. Mungkin kecewa, ternyata mendapatkan lawan main yang tidak cantik sperti ku. Hahhahahhhaaa... Tapi, ah lupakan saja. Yang penting memekku sekarang sudah mulai ingin ada yang menggesekknya.

Aku terus membantunya memasukkan Kontolnya. Dan akhirnya, blessss masuk juga. Titit segera memompa kontolnya keluar masuk memekku.

Ughh, enak juga rasanya. Kayanya ampe mentok. Tak lama kemudian, aa minta ganti posisi. Kami akan melakukan DP, aliad double penetrasi. 2 kontol didalam 1 lubang memek.

Titit terlentang. Aku mengarahkan kontolnya kedalam memekku dengan posisi aku diatas nya. Dan blessss sangat gampang untuk masuk. Titit mwnggoyangkan pinggulnya.

"Ah, jangan goyang, biar aku yang goyang." Kataku. Yah, selalu aku ingin mendominasi permainan.

Aa lalu berdiri disampingku, menyodorkan kontolnya kearah mukaku. Aku kalu menjilatnya, mengulumnya didalam mulutku. Dengan keadaan sdikit tidak fit. Aku terus focus bergoyang, mengulek kontol Titit yg ada didalam memekku.

Ughhh sumpah enakkkkk.. Mentok gitu.

Lalu aa merubahbposisinya, dia berdiri dibelakangku lalu memeluk punggungku, dia berusaha memasukkan kontolnya kealam memekku yang sedang penuh oleh kontolnya titit.

Aghhh susah rasanya. Tapi kami tidak menyerah. Kami malah tertawa sejenak. Akhirnya masuklah kedua kontol itu didalam lubang memekku.

Aa menggenjot dengan semangat kontolnya, yang ternyata mengakibatkan aku dan Titit juga ikut bergoya tanpa harus bergerak sendiri-sendiri.

Tapi tiba-tiba...

"Udah, stop, stop." Kata titip. AKhirnya dia berbicara juga.

"Kenapa?" Tanyaku sambil menatapnya.

"Aku keluar." Jawabnya.

Ahahahahahahahhahahaaa... Kami tertawa kembali bersamaan.

Tapi tidak lama, si aa lalu terlentang. Aku mengelap memekku terlebih dahulu dengan handul yang ada disana.

"Bentar. Masih basah." Kataku.

Lalu aku menaiki tubuh si Aa. Kukangkangi kontolnya dengan memekku. Dan tanpa ada halangan. Itu kontol masuk bebas kedalam memekku.

"Aaghhhhh..." Desahku.

"Goyang Be, ke atasan dikit posisinya. Ya, ya gitu bener. Ughhh goyangnya maju mundur aja." Kata Aa memberikan intruksi padaku.

Aku mengikutinya. Si aa memainkan payidaraku yang masih terbungkus beha. Kayanya dia kesusahan untuk membukanya, tapi aku membiarkannya saja. Aku focus pada rasa enak pada memekku dibawah sana.

"Aaghhh, a... ehhh.." desahku.

"Ya bee gitu bee..."

Mungkis ada sekitar 5-8 menit aku menggoyangnya. Dengan tangan bertumpu pada pinggir dekat dadanya. Tiba-tiba saja si aa mengajak bareng untuk orgasme.
aku tidak membalasnya karna aku memang seang focus ingin menikmati dan mendapatkan orgasme pula.
Tapi kenyataannya.

"Aahhhh keluar Beee." Kata si aa sambil berusaha menghentikan goyanganku.

Hah? Apa? Keluar? Aghhhh TIDAAAKKKKK... Aku belum apa-apa. Fikirku.

Tapi, ya sudahlah. Mungkin mreka lelah.

"Aduh bee, kram ini dada nya, karna tadi kamu teken."

"Ah? Masa a? Maaf, td ga focus ke sana. Karna takut keduluan aa. Ahhahahahaaa.." Kataku.

"Iah tapi ini sakit." Katanya sambil memegang rusuk sebelah kanannya.

"Biarkan jangan dilawan nanti tambah sakit." Kataku.
Karna aku kasihan, aku lalu aku mengurutnya pelan.

"Aaghhh sakit bee." Jeritnya.

Akhirnya urutan ku berhasil membuat si aa terlepas dari kram nya.

Aku dan aa masih telanjang sambil mengobrol kesana kesini. Sedangkan Titit memainkan ponselnya terus dan memakai pakaiannya. Alasannya dingin. Padahal aslinya gerah abisssss...

Sekali lagi, entahlah apa yang ada difikiran lelaki itu.

Aku tatap lelaki itu lekat-lekat. Tampan juga, dengn postur tubuh atletis. Lalu aku mengobrol lagi dengan si aa.

Tak berapa lama. Kami memulai lagi pertempuran rounde ke 2.

Aa minta dispong dulu olehku. Alu sperti biasa berusaha mwmberikan service yang terbaik.

"Tehnik nyepong km udah hebat, kaya si tiiiiiittt (disensor karna menyebutkan nama seseorang yg jago nyepong katanya.) Ughhh bener-bener hebat." Kata aa.
Aa memang suka terdengar memuji gaya BJ ku. Dan aku menyukainya. Karna berarti aku benar-benar terpakai di hal yang aku sukai.

Aa lalu bilang, dia pingin dogy style. Dan Titit sekarang kebagian aku sepong.

Oke. Tak masalah, fikirku. Titit rebahan didepanku yang sedang menungging. Oh... Aku sedikit kaget. Aku baru sadar kalau kontol titit tipe kesukaan ku. Panjang dan kecil. Pantas daritadi terasa enak.

Aku lalu mulai menjilati kontolnya. Aahhh.. aku suka banget kontolnya. Ku hidap kepala kontolnya sambil ku kocok batang nya.

"Emmmmmm.. aahhh.."

Aku mulai menjilati kebawah menuju analnya. Aku jilat lubang anus nya. Aku cucuk pakai lidahku. Emmm enakkk... rasanya manis. Aneh. Hahahahahaaa...

Dan dibelakamg sana, ada Aa yang sedang berusaha memasukkan kontolnya kedalam memekku.

"Masih aja keset susah, padahal udah rounde ke dua."

Terdengar olehku sperti gerutu yang dikeluarkan oleh Aa. Aku cuexkan saja karna ingin focus memberi kenikmatan pada kontol nya Titit.

Dan terasa dimemekku ada sebuah benda tumpul masuk kedalam lubangnya.

"AAAGGHHHHH..." Teriakku terhentak.

Hentakan kontol aa sangat kuat. Dan ceoat sekali. Dia terus memasuk keliarkan kontolnya didalam memekku. Terdengar pula dia mendesah.

"Aghh tuh, kalo nungging aku suka lama." Kata si Aa.

Dengan keadaan disodok kencang. Aku jadi ga focus pada kontol nya Titit. Aku hanya mendesah-desah kenikmatan..

"Aaghhh, sumpah ini enaaakk..." Kataku dalam hati.

Bibirku terbuka sedikit. Dan itu tidak disia-siakan oleh Titit. Dia memasukka kontolnya kedalam mulutku. Sedikit menjambak rambutku dan menggoyangkan pinggulnya.
Aku yang tiba-tiba mendapat serangan seperti itu, hanya bosa pasrah dan menahan rasa mual ditenggorokan.

Ya, tenggorokanku ini pendek. Bahkan lidahku saja pendek. Sedangkan kontol dia termasuk panjang.
Titit asyik dengan mainan barunya. Ya, mulutku yang dimasukkan kontolnya. Dia berulang kali membuat aku melakukan deepthroat. Ditambah genjotan yang datang dari aa di memekku.

Benar-benar kenikmatan yang gakan aku lupakan. TApi, Aku akhirnya merasa tak sanggup lagi, lalu ku lepaskan sepongannya. Dan sedikit berbicara manja.

"Agghh udah, tititmu panjang ih. Susah." Kataku.

Aa melihat kejadian itu lalu menyudahi posisi itu.

Kami akhirnya berusaha melakukan posisi DP lagi. Tapi dengan bersusah payah. Maka karna susah, kami mengganti posisi. Aku terlentang, dan aa mengambil posisi disebelah kiri kepalaku sambil bertumpu pada lututnya. Dia memintaku menyepongnya.

Aku menggila, aku menyepong dia sperti biasa, sampai ke anus nya. Ahhhhhh.. ini benar- benar nikmat. Lwlu, Titit bergabung mendekati kepalaku. Dia brada diposisi sebelah kanan. Aku, wajahku dihadapkan oleh 2 kontol yang sedang mengocok. Aku jilat bergantian. Menunggu mereka mengeluarkan spermanya di mukaku.

"Tit, susunya satu-satu. Aku yang ini." Kata aa sambip meremas payudaraku yang sebelah kiri.

Lama mreka mrlakukan HJ sendiri tapi tidak berhasil klimak juga.

Akhirnya aa pindah mengangkangiku. Dia membuka pahaku lebar-lebar.
TItit pindah kesebelah kiri kepalaku. Aku spong dia. Dan sekali lagi, maaf kan aku Titit. Aku ga bisa mneyepong kontolmu dengan benar karna si Aa menggenjotku dengan cepat. Dan sumpah, itu enaakkk banget. Pahaku dibukanya lebar-lebar, lalu di satukan dan di senderkan di bahunya.

"Ah iya kan tit? Kataku juga apa?"

Aku mendengar Aa berbicara yang sedikit aku ga mengerti pada Titit.

Titit hanya terlihat tersenyum. Mreka seperti menggumam atau mengobrol dengan sdikit bisik-bisik yang aku ga mengerti artinya.

Tapi aku tak memperdulikannya. Karna ughhhhh saat itu, benar-benar nikmat. 10menit spertinya kami melakukan posisi itu.
Dan terdengar si aa mendesah desah.

"Aaghhh, aku mau kluar." Katanya. Sambil mempercepat goyangannya.

Anjrrrriiittttt... Itu enaakkk....

Dan "Aaghhhhhh" Aa akhirnya mengeluarkan sperma nya juga didalam memekku. Itu teraa nikmat walau akj belum mendapatkan klimak juga.

Kontolnya dikeluarkan dari memekku. Dan aku terduduk. Melap memekku lagi.

Aku minta titit untuk berbaring. Dia duduk setengah berbaring.
Ok. Kita mulai perjalanan yang enak ini. Fikirku.

Dan "Aghhhh, kontol panjang itu masuk ke dalam memekku."

Astagaaa, ini lebih nikmat. Aku menggoyangnya kedepan kebelakang tanpa mengangkat pantatku. Gesekan itil ku dengan batang kontolnya bikin aku benar-benar belingsatan.

Aaghhhh ini nikkmaaattttt...

Aku lalu tiba-tiba khawatir. Aku takut kenikmatan ini tidak membuahkan klimak untukku. Lalu akhirnya aku berusaha untuk kembali focus pada genjotanku.

Titit membantuku bergoyang juga.

Aku dengan gerakan gesekannku, dan Titit dengan gerakan menekankan pinggulnya keatas sampai mentok.

Oohhhh sumpaahhhh, aku benar-benar tidak ingin mengakhiri pertempuran itu.
Dan aku benar-benae merasakan setiap inco gesekan dari kontol Titit didalam memekku.

Ini benar-benar nikmat...

"Aaghhhhhh, aghhhhh, a enak." Kataku sedikit berbisik.

Dan tiba-tiba, titit menjadi liar, dia menggoyangkan pinggulnya dengan cepat.

Oh, ohhh tidaakkk, dia sepertinya akan klimak.

"Aahhh please jangan dulu Tiiiittt, tahaaannn." Teriakku dalam hati.

Aku tidak berani memgungkapkannya. Aku benar-benar merasa segan terhadap dia.

Tapi akhirnya, titit melepaskan juga pejuh-pejuhnya didalam memekku.

Aku terdiam. Lalu mengangkak tubuhku dari pangkuannya.
Melepaskan memekku dari kontolnya.

"Aghhh, aku belum." Kataku lemas tapi tetap berusaha tersenyum.

Spertinya pertarungan terakhir itu cukup lama juga. Mungkin 15menit kami melakukannya.

Titit tertawa kecil. "Ah keceplosan aku. Ga bisa nahan. Hehe." Katanya.

Aku teriam.

Titit turun dari kasur. Berdiri.

Aku turun dari kasur dan terjatuh karna lemas. Dadaku trasa sakit dan berdegup kencang. Juag mual sekali. Ingin muntah rasanya, tapi kutahan.

"Aagghhh tadi enakkk tapi aku kentang lagiiiiiii... " kataku sedikit teriak. Aku duduk dilantai sambil menyender pada kasur.

Titit yang sedang berdiri terlihat ingin muntah.
Dia mual juga seperti aku.

"Wahahahahahahahaaa, kalian sampai muntah." Kata Aa menertawakan. "Lemes, kaki gemeter. Apa bisa mengendarai motor?" Kata si Aa pada Titit.

"Aku juga lemes. Tapi bisalah." Jawabnya.

Akhirnya kami bersih-bersih dan berpakaian lagi. Kami pun akan pulang. Tapi sebelumnya, aku sempet memuji kontolnya titit.

"Tit. Sumpah, kontol kamu enak banget. Kapan-kapan boleh ya aku mencobanya lagi?" Kataku. Dan di balas senyuman oleh Titit.

"Dia memang idola para binor be." Kata Aa sambil tertawa.

Hhihihiii... Aku suka kontolnya titit. Bukan orangnya. Tapi tititnya.

Karna hampir lamanya pertarungan. Aku sama sekali ga berani menatap wajahnya. Entahlah. Aku ga berani membaca fikirannya. Padahal biasanya aku suka membaca fikiran orang yang ada didekatku.

Cuma yang kurasakan. Sepertinya, dia kurang menyukaiku. Atau mungkin hanya malu.. Biarlah.

Kentang ini, akan menjadi kentang terlucu buatku.

Aaaggghhh, Kentang

By Lucy →
Salah satu cara favoritku buat 'pameran' dan masih kujalani dengan pola yang hampir sama sampai sekarang adalah ke Panti Pijat (PP). Tetapi sebelumnya, jangan membayangkan seperti yang sering orang bilang, yaitu tempat terselubung buat begituan. Terus terang aku tidak perlu yang begituannya, walaupun ditawari. Aku juga tidak pernah cari yang di daerah Kota, terlalu vulgar/langsung (tahu sendirilah bagaimana di daerah Kota itu). Selalu yang kutuju itu daerah pinggiran seperti Pasar Minggu, Depok, Kebayoran Lama, Cempaka Putih, dan lain-lain. Umumnya yang pasang nama Urut Pengobatan Tradisional, tetap ada sih yang begitunya, tapi masih tidak terlalu to-the-point seperti di daerah Kota, sudah tidak seru lagi kalau begitu.



Enaknya, pemijatnya yang masih polos atau malu-malu. Kenapa aku senang ke panti pijat..? Selain badan jadi enak (karena dipijat betulan), juga terutama bebas berbugil ria tanpa khawatir resiko apa-apa. Ini dia intinya.

Salah satunya yang terbaik adalah waktu aku pijat di daerah Lenteng Agung. Aku datang sekitar jam 14.00. Suasananya sepi (memang sengaja). Terus aku ke meja pendaftaran tamunya, yang jaga ibu-ibu.
"Mau pijat Mas..?"
"Iya," jawabku singkat.
Dia langsung mengajak masuk ke dalam untuk menunjukkan kamar, dan aku disuruh menunggu sebentar. Dia memanggil pemijatnya.

Rupanya panti pijat ini lumayan sopan, tidak menunjukkan album yang berisi foto pemijatnya untuk dipilih. Kalaupun disuruh memilih foto dulu, aku akan pilih yang wajahnya masih polos/biasa-biasa saja, syukur-syukur kalau lumayan manis. Paling tidak mau deh yang wajahnya sexy/merangsang atau berpengalaman, yang body-nya aduhai. Biasanya yang model begini mijatnya asal-asalan, tidak karuan, maunya cepat saja ditawar, terus selesai. Apa-apaan nih, tidak seru. Bukan itu atau body yang kucari.

Tidak lama kemudian pemijatnya datang, cewek berumur sekitar 20 tahunan. Body dan wajahnya biasa-biasa saja tapi bolehlah, lumayan. Untung bukan model germo yang datang.
"Selamat siang, pijat ya Mas..?"
"Iya," jawabku lagi-lagi singkat.
"Bajunya belum dibuka.." katanya.
Aku segera membuka baju dan celana panjang, tinggal pakai celana dalam saja. Dan aku langsung rebahan telungkup. Dia mulai memijat dari telapak kaki terus ke paha. Enak juga mijatnya, cuma agak kekerasan. Waktu kubilang, dia mengurangi tekanannya. Selanjutnya dia menawari mau pakai cream atau tidak. Aku setuju (sesuai skenario sih). Setelah mengolesi cream, dia mengulang pijatan dari kaki, naik ke betis dan ke paha. Sampai tahap ini, kulancarkan manuver berikutnya.

"Wah, celananya ntar kena cream nggak Mbak..?"
"Oh, kalo gitu bisa dibuka aja, nggak apa-apa.."
Ternyata, tahap kedua berjalan mulus. Sambil tetap telungkup, kuturunkan celana dalam pelan-pelan, terus dia membantu menarik sampai lepas di kaki. Aku sengaja melakukannya dengan proses yang pelan-pelan, tidak langsung ditunjukkan secara frontal, belum saatnya. Sambil dia bantu menurunkan tadi, kuatur posisi anuku (si otong) mengarah ke bawah/belakang. Jadi kalau dilihat dari arah belakang (posisi telungkup dan kaki mengangkang), di pangkal paha akan kelihatan bijiku, terus ada yang menyembul sedikit di bawahnya (ya kepala/topi baja si otong!). Dengan posisi ini, pasti waktu dia mijat sekitar paha akan menyenggol-nyenggol (he.. he.. he.., canggih ya skenarionya).

Aduh, udah mulai ser-seran hatiku. Soalnya walaupun baru sedikit, dia sudah mulai melihat barangku. Benar juga, waktu dia pijat sekitar paha dalam, biji dan si otong tersentuh tangannya. Kontan si otong bangun terjaga dari lelapnya. Gimanaa gitu rasanya, apalagi membayangkan dia pasti lihat dari belakang si otong sudah bangun memanjang. Pijatan naik ke pantat. Pantatku dipijat pelan-pelan, diputar-putar, diremas-remas. Wah, si otong makin kaku saja. Agak-agak sakit sih karena posisinya ketindihan badan, tapi mantap.

Sewaktu pijatan naik lagi ke pinggang, punggung dan leher, rangsangan menurun, dan otomatis si otong mengendor. Tidak apa-apalah istirahat dulu buat ronde selanjutnya yang lebih menegangkan dan full action. Disini aku menikmati juga pijatan seriusnya.

"Balik Mas..!" katanya perlahan.
Nah, ini dia awal ronde kedua yang kutunggu-tunggu. Dengan semangat '45, aku berbalik. Jreeng.., aku telentang dan telanjang bulat di depan seorang cewek. Si otong melambai-lambai karena gerakan berbalik tadi. Meskipun sudah sering mengalami ini, aku tetap berdebar-debar. Badanku bergetar waktu merasa sekujur badanku terutama si otong disapu pandangan mata seorang cewek, istilah kerennya di-'scan'. Si otong terasa panas. Berbeda dengan posisi tengkurap dengan kaki mengangkang, waktu telentang kedua kakiku dirapatkan. Teorinya, kedua pahaku rapat mengapit biji dan si otong. So, waktu dia memijat paha, otomatis ya.., itu benar, menyentuh lagi, oke nggak tuh.

Dia mulai memijat dari arah kaki lagi. Aku pura-pura ketiduran, tapi mata tidak dimeramkan benar, masih dapat mengintip sedikit. Nikmat rasanya melihat doi yang menganggap aku ketiduran, sekali-sekali melirik si otong yang sedang terangguk-angguk. Bulu kemaluanku merinding rasanya. Pijatan naik ke lutut, terus ke paha. Rangsangan mulai terasa, si otong kena imbasnya, perlahan-lahan menggelembung. Waktu sampai di paha atas, bijiku kegeser-geser lembut tangannya (lagi-lagi sesuai 'GBHN').

Sampai disini si otong sementara tidak kesenggol, karena sudah menjulang dengan gagahnya seperti monas. Bedanya monas, yang atasnya emas, sedangkan si otong puncaknya topi baja. Apalagi waktu dia membuka kedua pahaku yang dikangkangkan untuk memijat pangkal paha terus naik memutari si otong di kiri-kanannya ke arah perut di bawah pusar. Buat cewek kalau tidak salah namanya daerah bukit Venus ya?

Gerakan memutar ini mengakibatkan si otong yang walaupun sudah berdiri bebas, tergeser tangannya. Alamak.., selanjutnya dia memijat-mijat, menekan-nekan di daerah bulu kemaluan ke arah pusar. Kemudian ditarik lagi ke bawah memutar ke selangkangan, terus ke bawah biji. Dipijat-pijat dan ditekan-tekan lagi disitu. Diperparah dengan tarikan ke atas ke kantong biji melalui tengah-tengah antara dua biji dan berakhir di pangkal si otong dan disitu ditekan seperti akupunktur.

Disini aku udah megap-megap, tidak dapat mengeluarkan suara, nafas saja susah. Kepalaku mau pecah rasanya kena rangsangan seperti ini. Si otong rasanya bergetar saking keras dan kakunya, seperti berubah jadi besi. Mungkin kalau disentil akan berbunyi tingg..

"Udah selesai Mas, ada yang masih kurang..?" katanya menarik kembaliku ke bumi dari suasana melayang-layang.
Nada dan ekspresi wajahnya biasa-biasa saja seperti tidak terjadi apa-apa, padahal aku sudah sedemikian heboh rasanya. Aku agak bengong sebentar karena proses mendarat belum sempurna.

"Eeh iya.. iya.." kataku tergagap karena kepala atas dan terutama yang bawah masih nyut-nyutan, "Mmm.., boleh minta tissue Mbak..?"
"Boleh.., nih..!" katanya manis, "Emangnya buat apa sih..?"
"Ngg.. anu.. kepala saya pusing banget, harus 'dikeluarin' dulu.." jawabku tidak kalah polosnya. Pembalasan.
"Dikeluarin? Oh.. Mas maksudnya mau 'main'..?" tanyanya, lagi-lagi dengan nada datar.
"Nggak, saya biasa dikeluarin sendiri."
"Memangnya bisa dikeluarin sendiri..? Caranya..?" disini dia mulai antusias.
Waduh, tidak mengerti ngocok/onani/masturbasi ini cewek.
"Ya bisalah, dikocok-kocok kayak gini, ntar juga keluar." jawabku sambil mulai melingkarkan jari-jari tangan kiri menggenggam si otong, kemudian membuat gerakan mengocok lembut ke atas ke kepala dan ke bawah ke pangkalnya.
"Emangnya enak..?" perhatiannya semakin meninggi, begitu juga spaning-ku karena dialog ini.
"Uenak buanget.. kalo nggak enak mana mau saya ngocok kayak makan obat tiga kali sehari, tiap hari." jawabku sejujurnya sambil mengatur nafas.

Terus obrolan kulanjutkan sambil terus mengocok perlahan-lahan menikmati tatapan matanya yang terfokus pada tanganku yang bergerak naik turun menyusuri batang si otong.
"Emangnya kamu nggak pernah? Cewek kan sama aja, bisa juga main sendiri."
"Ih, nggak pernah tuh, caranya juga nggak tau. Pernah denger sih, tapi nggak jelas," jawabnya tanpa melepaskan matanya dari si otong yang sedang kupijat dengan mesranya.

"Kalo soal caranya, macem-macem, biasanya pake tangan sendiri dielus-elus, terus jarinya dimasukin dikocok-kocok, ada juga yang pake alat dari plastik yang bentuknya kayak barang cowok, ini lebih nikmat. Atau yang paling gampang, enak dan murah pake timun, atau terong yang pas bener bentuknya."
Sudah kayak pakar seksologi saja nih aku. Dia hanya tertawa kecil sambil menutup mulutnya dengan tangan. Setelah itu dia diam, tapi berdiri semakin mendekat persis di sampingku dengan mata yang tidak berkedip.

Uuuh, luar biasa sensasinya. Bayangin, aku masturbasi dengan ditonton penuh perhatian oleh seorang cewek! Ini puncak atau level tertinggi kenikmatan bagi seorang exhibionist sepertiku. Kalau ketelanjangan kita dilihat orang itu sudah nikmat, apalagi masturbasi. Karena masturbasi adalah kegiatan paling rahasia dari seseorang. Dilihat lawan jenis dan penuh perhatian lagi. Sampai gemetar tanganku yang lagi mengocok si otong.

Tanpa saling bersuara, aku terus mengocok di bawah tatapan matanya. Tangan kananku mengusap-usap biji. Makin lama kocokan semakin kupercepat dan terus dipercepat. Nafasku semakin memburu. Matanya semakin membulat menatap gerakan tanganku, sementara kebalikannya aku menatap tanpa berkedip ke wajahnya menikmati ekspresinya yang antusias, heran, pengen tahu dan sebagainya campur aduk.

Akhirnya aku merasa puncakku hampir sampai, gunung berapi dalam genggamanku mau meletus memuntahkan kenikmatan. Aku memiringkan badan menyesuaikan posisi kepala si otong supaya muntah tepat di tissue yang kuletakkan di kasur.

"Udah mau keluar ya Mas..?" tanyanya, tapi aku sudah tidak dapat mengeluarkan suara.
Tanpa menunggu jawaban, eh.. dia malah berjongkok persis di samping tissue. Mungkin ingin melihat lebih dekat dan jelas saat-saat bersejarah baginya yang sebentar lagi akan terjadi. Melihat ini aku semakin parah rasanya. Tanpa tertahan lagi, dengan kocokan kecepatan supersonik dan pandangan sekitar yang mengabur karena mataku semakin terfokus hanya kepada wajah dan ekspresinya, si otong meledak sangat dahsyat memuntahkan kenikmatan yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya.

Sentakan ledakan yang terjadi membuat seluruh tulang-tulang serasa tercabut, jantung sudah tidak tahu masih ada apa sudah ikut meledak. Ledakkan pertama ini saja sudah memuntahkan cairan kenikmatan dalam jumlah banyak. Setelah itu masih diikuti ledakan-ledakan selanjutnya yang membuat cairan kenikmatanku tidak tertampung di tissue dan meluber ke kasur. Badanku masih mengejut-ngejut dan tersentak-sentak. Sepertinya aku kehilangan kesadaran sebentar karena kenikmatan yang belum pernah terasa sesempurna ini. Rupanya efek melayangnya cukup panjang, walaupun si otong sudah selesai dan kenyang memuntahkan kandungannya.

Perlahan-lahan kesadaranku mulai kembali, mata kubuka. Pertama-tama yang kulihat si cewek itu. Kelihatannya dia sedang mengelap lengannya dengan tissue.
"Ih, si Mas keluarnya sampe keciprat ke tangan saya."
Aku hanya dapat tersenyum, "Maapin deh, kan lagi nggak kontrol tadi." (Untung tidak ketembak mulutnya).
"Lagian keluarnya bisa banyak gitu, apa memang selalu segitu kalo keluar Mas?"
"Ya nggaklah, tergantung situasi aja." jawabku lemas sekali, mau menggerakkan tangan saja berat rasanya.

Selanjutnya dia dengan hati-hati mengangkat tissue basah kuyup dan luber cairan putih itu dari kasur dengan kantung plastik.
"Tuh kan si Mas, musti ganti kasur deh saya. Banyak banget sih keluarnya, orang yang begituan beneran aja nggak segitu banyaknya,"
Lagi-lagi aku hanya dapat tersenyum.

"Mau mandi atau dilap air anget aja Mas?" tanyanya.
"Dilap aja deh, udah nggak kuat berdiri nih.."
Sambil mengelap badan, dia mulai bicara lagi, "Ternyata bisa ya Mas dikeluarin sendiri.."
"Kan udah lihat sendiri buktinya. Eh kamu sendiri gimana, ada minat nyoba main sendiri, enak lho nggak tergantung orang lain."
"Au ah..," katanya sambil tertawa cekikikan, tidak jelas maksudnya.

Waktu sampai giliran si otong yang di lap, dia melingkarkan lap hangatnya membalut si otong sambil diremas-remas, "Hih, kamu ini muntahnya habis-habisan yah..!"
Karena dibungkus lap hangat dan diremas-remas, si otong mendadak bengkak dan memanjang lagi sampai menonjol keluar topi bajanya dari lipatan lap.

"Yah, bangun lagi sih.." katanya heran.
"Kamu juga sih ngajak ngobrol dia, ya dia nyautin.."
"Terus gimana nih..?"
"Apanya yang gimana?" aku balik bertanya.
"Iyaa, apa musti dikeluarin lagi?"
Mendengar ini semangatku bangkit lagi, lupa sama badan yang sudah segitu lemasnya tadi.

"Tergantung, kalo waktunya masih ada dan belum diusir" kujawab sambil berharap-harap cemas.
"Terserah deh, kalo mau dikeluarin lagi silakan. Tapi jangan di tissue lagi.. dimana ya..?" katanya sambil mencari-cari.
Tanpa membuang waktu, aku sudah mulai mengocok lagi, tapi sekarang posisinya duduk di pinggir tempat tidur. Lucu juga membayangkannya, aku telanjang bulat mengocok di pinggir tempat tidur, sementara ada seorang cewek berpakaian lengkap yang lagi sibuk cari tempat buat menampung cairan hasil kocokanku.

"Nah disini aja deh langsung..," katanya sambil mengambil tempat sampah dari kolong meja, dan meletakkan di lantai tepat di bawah si otong yang sedang kukocok.
Selanjutnya dia berdiri memperhatikan kegiatanku. Lagi-lagi caranya melihat dan memperhatikan membuatku merinding sampai ke ujung bulu kemaluanku dan terangsang hebat.
"Eh, nanti malah berceceran di lantai.." katanya sambil mengangkat tempat sampah itu dan memegangnya persis di depan mulut si otong yang lagi megap-megap karena kukocok secepat kilat.

Pemandangan dia menampung ini efeknya sangat fantastis buatku. Badanku tergetar hebat. Mendadak gelombang kenikmatan itu datang bergulung-gulung, turun dari otakku terus ke bawah, dan akhirnya meledak di mulut si otong. Sekilas aku mendengar suara cipratan yang berkecipak ketika cairan yang diledakkan dan meluncur dengan kecepatan tinggi dari mulut si otong mengenai dasar tempat sampah plastik yang dipegang cewek itu. Setelah itu si otong masih mengejut-ngejut beberapa kali melepaskan tembakan susulan, walaupun tidak sebanyak ejakulasi pertama.

Habis badanku rasanya. Cewek itu hanya geleng-geleng kepala sambil meletakkan tempat sampah kembali ke kolong meja.
"Gile bener..," hanya itu komentarnya.
Sambil menungguku pakai baju, cewek itu bertanya lagi, "Yang kedua ini keluarnya lebih cepet ya Mas..?"
"Yah soal itu sih susah ditentuinnya, nggak bisa dipasti-pastiin bener," jawabku sekenanya.
Padahal sebenarnya yang pertama itu harusnya lebih cepat, soalnya rangsangannya kan lebih besar. Tapi karena ingin pameran dan memberikan pertunjukan yang terbaik untuk penonton tunggal ini, ya kuatur-atur deh.

"Terus kalo main betulan sama cewek emangnya si Mas nggak suka atau gimana sih..?"
Waduh, pertanyaannya semakin berat, untung kamar sebelah tidak ada tamunya.
"Yah yang jelas sampai sekarang saya lebih suka ngocok sendiri. Buktinya saya nggak ngapa-ngapain kamu kan..? Biar kamu telanjang bulat, saya nggak akan bahaya buat kamu, paling-paling saya ngocok lagi, he.. he.. he.."
"Nggak pegel ngocok tiap hari..?"
Astaga, pertanyaannya membuatku jadi bingung juga.
"Lha enak kok.., nggak ngerepotin lagi.."

Setelah membereskan masalah administratif, aku keluar dan pergi. Sampai saat ini aku masih belum memutuskan, apakah akan kembali lagi ke tempat itu atau tidak. Soalnya dari pengalaman yang sudah-sudah, pertemuan yang kedua kalinya sudah tidak ada sensasinya lagi. Sensasi itu selalu timbul dari orang yang belum pernah dijumpai/baru. Kalau orangnya yang itu-itu juga, dia sudah tahu kebiasaan kita, mau ngapain selanjutnya dan lain-lain. Tidak seru.

Pameran Panti Pijat

By Lucy →
Saat itu umurku baru menginjak 17tahun. Tepatnya kelas 3SMA.
Aku sudah tidak perawan tentunya. Keperawananku di ambil pacarku. Tapi seminggu kemudian, aku putuskan hubunganku sama dia. Aku fikir, cwo macam dia gak patut dipertahankan. Dan aku gakan pernah cerita bagaimana aku kehilangan keperawanan. Itu bener-bener bikin aku makin muak dengan kejadian saat itu.



Setelah putus dengan pacarku, aku lalu pacaran dengan seseorang yang beda sekolah. Ah, ternyata dia bandel juga. Malah, dia pengedar narkoba. Karna aku udah ga perawan, aku udah ga takut lagi kalopun dia ngapa-ngapain aku. Jadi aku tetep jalanin hubunganku ama dia.

Kami lalui hari-hari pacaran kami seperti layaknya suami istri. Aku yang jarang pulang ke rumah. Malah sering tidur dirumahnya. Aku pulang kalau kehabisan uang. Dan tentu saja. Kedua orang tuaku marah. Sampai pernah aku dijemput didepan sekolah karna seminggu tidak pulang.

Suatu hari, -1 dari hari Idul Fitri. Aku bermain dengan pacarku, rencananya mau buka puasa bareng. Eh jangan salah, meski mesum berjalan, ibadahpun tetep terjaga. Pacarku, sebut saja Edi, ngajak aku jalan-jalan "ngabuburit". Kami naik motor gak tentu arah. Sampai waktunya buka puasa, kami makan di RM terdekat dijalan yang kami lewati. Pukul 7 malam, takbir menggema dimana-mana. Kamo tetap saja asyik jalan-jalan gak tentu arah. Sampai pacarku tiba-tiba mengeluarkan beberapa linting "bako" dari saku celananya. Kami berhenti didepan sebuah kebun singkong yang rimbun.

"Yank, mau?" Edi menawarkan "bako" itu padaku. Dia menyulut salah 1 ujung lintingan.
"Maaauuuuuu... Hihihi" Jawabku bersemangat sambil cengengesan gak jelas.
"Aku tembakin yah?" Katanya.
"Iyah, iyah, iyah." Balasku sambil mengangguk-anggukkan kepala dan sepertinya mataku ikut membulat saat ituh saking senangnya.

Edi menyodorkan satu sisi dari lintingan itu ke arah hidungku. Lalu terasa ada asap tebal masuk kedalam hidungku. Dengan lahap, hidungku menyedot asap itu dalam-dalam. Bergiliran kanan kiri.

"Aaaghhhh, segerrrr yaaankkkk..." Kataku setengah teriak.
"Hahahhhhaaa, enak ya sayank?" Tanyanya.
Aku hanya menganggukkan kepala.

Detik dan menit terus melaju. Menambah setiap hisapan makin larut ke otak.

"Yank, yank, sangeeeeeeee..." Aku merajuk ke cwo ku.
"Sama sayank. Pulang yuk?" Kita hajar-hajaran di rumah." Kata Edi.
"Ogaaahhh, pingin disini." Jawabku sambil gelendotan ke tangannya, manja.
"Hiiiiyyy ini mah kwbun singkong ama jagung atuh sayank." Kata Edi sedikit histeris dengan kemauanku.

Aku terus merajuk dan merayu nya.
Aghh aku hampir tidak bisa berfikir yang masuk akal, kenapa sampai aku mau melakukan ditempat begitu.

"Ya udah yuk." Kata cwo ku sambil menuntun aku memasuki kebun singkong dan jagung itu.
Aku hanya cengar-cengir saja sambil merasakan nikmatnya efek dari "bako" itu.

"Ayo buka celananya. Setengah ajah, aku puasin kamu." Kata Edi.
"Siap boossss." Kataku sambil bersikap hormat seperti hormat pada bendera di saat upacara senin pagi.
Edi menghempaskan tanganku yang masih tegak hormat.

"Hahhhhhahahaaa..." Tawaku sedikit meledak. Disela-sela takbir menggema.
"Eh, malah ketawa, tar ada orang lewat trus meriksa kwsini baru tau lho." Kata Edi sedikit membentak.
"Upsss,, ffefff ffeeeffff feeffff..." Aku menghentikan tawaku dan menahan nya. "Uughhh." Lenguhku saat Edi menutup mulutku dengan tangannya.
"Dibilang berhenti bukan ditahan-tahan." Katanya. "Cepetan buka celananya." Lanjutnya.

Tanpa basa basi lagi, aku buka celanaku, ku pelorotkan sampai mata kaki. Aku tertidur di atas tanah tanpa alas apapun. Ku angkat kakiku tinggi-tinggi.
Edi lalu memegang kedua kakiku, dia taruh kakiku di pundaknya. Dan dibawah sana, tepat di memekku, ada benda tumpul yang sedang berusaha melesat masuk kedalam lubangnya.

"Ughhh, masuk sayank.. Aw! Iya udah masukkkkkkk..." Kataku sedikit mendesah. Memberi tahu pada Edi kalau kontolnya sudah berhasil masuk.
Edi segera menyodokkan kontolnya makin dalam. Aaghhhh rasanya bener-bener nikmat. Kepala nikmat, memekpun ikut nikmat. Ditambah bisa melihat bintang-bintang dilangit.
Dan suara takbir tidak menghalangi kami terus untuk menuju puncak orgasme.

Kalau difikir-fikir. Kelakuanku memang bejat banget kayaknya. Tapi entah kenapa, aku sangat menikmati kehidupan bebas itu.

Genjotan edi makin keras dan cepat. Bikin desahan ku makin menjadi-jadi.

"Aaghhhh,, yankk, memekknyyaaa, yankkk, geliiiiii, aghhh yaaankkkkk... terussss ohhh terus sayaaangggg..." Desahku.

Aku hanya bisa pasrah saat itu. Ga bisa ikut bergoyang karna posisi kakai ku yang memang terkunci dipundak cwo ku.

"Yank, memeknya keenakan ya?" Kata Edi.

"Wakakakakkakakaaa..." Pertanyaan tolol yang keluar dari mulut Edi membuat aku tertawa.

"Ia..laahh sayyy..ankkk.. Enak banggeettt..." Kataku sambil senyum-senyum. "Makanya teruuusss genjot ahh ya ihhhh yankkk..." Lanjutku.

"Ayyaaa..nkkk.. Aku udah mau crottt niihhh..." Edi mempercepat kocokannya tiba-tiba.

"Nantilaahh saayyy... Aku belum pinngiinnn.. Aghh, aghh... Aww oughh..Ih, ihhhh..." Balasku makin mendesah karna sodokan Edi yang makin cepat.
Memekku benar-benar geli saat itu. Rasanya benar-benar beda.

Kreseekkkk, sret srett sreekkkk... Tiba-tiba suara seorang pejalan kaki terdengar.

"Woyyyy lagi ngapain kalian di kebun malem-malem?" Teriak seseorang laki-laki yang tiba-tiba saja ada di sebelah kami.

Edi bangun dan menaikkan celananya.
Aku terduduk sambil menarik celana dalamku, memakainya. Tapi belum bisa memakai celanaku.

"Ini tuh malam Idul Fitri. Lagi takbiran. Kalian malah berzinah, dikebun lagi." Bentak laki-laki itu. Mau pergi dari sini atau saya laporkan ke RT setempat?" Lanjutnya lagi.

Ah, mau ga mau aku harus berdiri dan menaikkan celanaku. Memakainya.

"Ia pak, maaf, abis gak tahan sih." Kataku.

Edi sudah menghampiri motornya. Menyalakannya. Dan aku masih didepan laki-laki itu. Menunduk, agar laki-laki itu tidak bisa melihat wajahku.

"Cepet pergi sonoh." Kata laki-laki itu lagi. "Pantes ajah ada motor yang terparkir tapi ga ada orangnya." Lanjutnya.

Aku beres mengancingi celanaku. Lalu berlalu dengan santai.
"Ialah pa, aku bakal pergi. Daripada bapa minta jatah juga. Ahahahahhahhaaa..." Kataku setengah berteriak saat mengucapkan kalimat terakhir.
Aku berlari menuju motor Edi yang sudah standby dari tadi untuk segera berangkat dari situ.

"Sialan kamu neeengggg..." Teriak laki-laki itu. Sedikit mengejar.

"Ahahahahahahahahahahahhahaaaaaa..." Aku dan Edi tertawa bersama, terbahak-bahak sepanjang perjalanan pulang.

"Kamu sihhh, maunya maen ditempat gituan. Kentang nih jadinya. Sakit taukkk!" Kata Edi sambil terus melajukan motornya dengan lumayan kencang.

"Hahhhhhhahahahaaa..." Kubalas dengan tawa.

"Mau kerumahku atau pulang kerumah kamu?" Tanya Edi saat kami sudah berada di jalan raya.

"Pulang ah. Besok kan lebaran." Kataku. "Tapi "bako" nya minta yak. Buat dirumah." Lanjutku.

Edi hanya mengangguk.

Malam itu, dikamar aku menikmati 2 linting "bako" sendirian. Benar-benar surga dunia.

Aku masih dengan rasa sangeku, akhirnya masturbasi.
Kubuka baju dan celanaku. Aku telanjang bulat. Kumainkain itilku dengan jariku. Ughhhh nikkmaaatttt, aku benar-benar kenikmatan. Terus ku gesek itilku sampai-sampai aku mendesah pelan. Rasanya kenikmatan itu ga mau aku akhiri. Sedikit kumasukan jari tengahku pada lubang memekku. Aghhh... ku kocok, keluar masukkan. Tapi rasanya gak seenak saat ku gesek itilku. Maka aku meneruskan masturbasiku hanya dengan menggesek itilku. Kenikmatan terus terasa di memek ku. Tubuhku ikut merasakan nikmatnya. Spertinya sudah 30menit lebih aku memainkan itilku. Nikmat yang terasa tidak bisa mengantarkan aku ke klimaknya perbuatanku itu. Aku merasa kelelahan dan kesal. Akhirnya tak terasa, aku tertidur juga dengan keadaan kentang.

Dan paginya.
Tok.. Tok.. Tok..
Suara pintu kamar diketuk.

"Tetehhh, udah subuhhhh. Mandi, shalat terus siap-siap shalat Ied ya Teh." Suara mamahku membangunkan tidur nyenyakku.

"Ya mah." Jawabku singkat. Karna masih mengantuk.

Aku terbangun dengan kepala masih merasakan ringan. Fikiranku masih terasa enak sekali. Tanpa beban dan melayang-layang. Juga mata mengantuk. Memekku rasanya basah. Basah sekali. Kupegang memekku. Mengambil sedikit lendirnya. Dan kumainkan dengan cara digesek-gesek diantara jari-jari tanganku, kumainkan seperti anak bayi baru menemukan mainan baru.

"Aghhh, kaga crot juga, tapi basah gini saking sange nya." Kataku pelan pada diri sendiri.

Aku bangun dan segera menuju kamar mandi. Mandi dan shalat subuh.
Rasanya sangat aneh. Ibadahku gak konsen sama sekali.

Pagi itu, tepat Idul Fitri. Aku sekeluarga bersama menuju masjid untuk shalat Ied.
Aku jalan dengan rasa kantuk dan masih menyisakan kenikmatan di kepala. Kadang tertawa sendiri bila tiba-tiba teringat kejadian semalam.

Tiba di masjid. Menyiapkan semuanya.
Takbir berhenti.
Shalat Ied pun dimulai.
Kepalaku benar-benar sangat ringan. Antara sadar dan tidak sadar.

Selesai shalat Ied. Ceramah pun dimulai. Aku mendengarkan dengan sedikit terkantuk-kantuk. Tetap, kepala masih merasakan ringan dan nikmat karna efek dari "bako" itu.

Astaga, aku ahalat Ied sambil mabuk. Kataku dalam hati.

Rasa kantuk terus mendera. Matahari mulai menyinari tubuhku yang sedang terduduk diam dengan kepala menunduk. Hingga tak terasa aku ternyata tertidur

"Teh! Teh! Bangun teh!" Suara seorang wanita masuk kedalam mimpiku.
Tergunjang-guncang tubuhku lalu kaget terbangun.

"Siap mah. Teteh udah bangun." Kataku sigap, spontan berdiri sambil tangan menghormat pada mamahku.

Mamah terlihat melongo didepanku. Adikku cekikikan disebelah kananku. Dan mulai terdengar tawa dari suara-suara wanita.
Dengan tangan masih menghormat, aku lirik kanan kiri.
Oh my ghost! Aku lupa, kalau sedang berada di antara kerumunan banyak orang.

"Ih itu turunin tangannya." Mamahku sedikit membentak.
Aku sadar lalu menurunkan tanganku dari sikap hormat.

Ibu-ibu disekelilingku segera berlalu dan saling bersalaman dengan masih meninggalkan senyum dibibir mereka karna tingkahku.

"Makanya, kalo dengerin ceramah jangan tidooorrrrr..." kata adikku tepat ditelinga kananku.

"Agh, sialan kau De." Balasku.

Aku menyalami mamahku. Meminta maaf padanya.

Gara-Gara Bako

By Lucy →
Sebulan sudah sejak kejadian mesum di Villa bersama pak Slamet (baca : Riri eksib di Villa). Hari-hariku berjalan normal kembali seperti biasanya. Hubunganku dengan Andi pacarku juga masih langgeng, sepertinya kejadian di Villa itu tidak terlalu mempengaruhinya. Sekarang aku lagi disibukkan oleh banyaknya tugas-tugas yang diberikan oleh dosen-dosenku, cukup membuat aku stress dan frustasi. Kadang timbul keinginanku untuk kembali ber exibisionis ria. Sebagai anak kuliahan, aku menghabiskan waktuku di rumah saja. Tidak seperti anak-anak gedongan Jakarta lain yang suka kelayapan dan hura-hura. Kedua orangtuaku sibuk bekerja, mereka baru pulang sore ataupun malam hari sehingga kalau siang hari hanya berdua saja dengan pembantuku mbok Surti.



Sehari-hari kalau di rumah aku hanya memakai celana pendek ketat dan kaos saja. Seperti hari ini, aku mengenakan kaos basket warna merah longgar tanpa lengan dengan belahan dada rendah. Bawahannya hanya mengenakan celana putih pendek yang panjangnya hanya beberapa senti dari pangkal selangkanganku. Hari ini juga aku sedang sibuk di kamar mengerjakan tugas-tugas kuliahku, bete banget karena gak selesai-selesai. Akupun istirahat sejenak keluar dari kamarku yang di lantai atas menuju dapur untuk mendapatkan sesuatu untuk dimakan atau diminum. Ketika sampai di dapur ku lihat ada seorang bocah yang umurnya kira-kira masih 14 tahun. Akupun heran dia datang darimana sehingga akupun bertanya padanya.

"Adek siapa yah? Kok ada disini?"tanyaku pada anak itu. Tapi belum sempat anak itu menjawab, tiba-tiba pembantuku mbok Surti datang.

"Itu ponakan mbok non dari kampung, mbok ajak kesini soalnya katanya mau rasain liburan di Jakarta" kata mbok Surti.

"Ohh, gitu ya mbok" aku mengerti. "Dek, anggap rumah sendiri yah, jangan sungkan-sungkan. Namanya siapa dek?" tanyaku padanya. Kemudian si mbokpun melanjutkan kerjaannya mencuci baju di kamar mandi belakang.

"Aris, kak. Nama kakak Riri kan? Kata mbok kakak orangnya baik, ramah dan tidak sombong" katanya padaku.

"Hihi, kamu ini" aku tertawa geli karena pujian anak kecil ini. "Kelas berapa sekarang Ris?" tanyaku lagi padanya.

"Kelas 1 kak, kemarin tinggal kelas, hehe" jawabnya malu garuk-garuk kepala.

"Makanya belajar yang rajin donk, masa sih sampai tinggal kelas, kamu ini pasti malas belajarnya" nasihatku padanya. Ketika aku ngomong aku sempat melihat matanya menelanjangi tubuhku, mungkin karena pakaian yang aku kenakan ini yang cukup menggoda nafsu, apalagi orang kampung yang tidak biasa melihat cewek putih mulus pakai pakaian minim menggoda begini, di kampung-kampung mana ada, hihihi. Aku membuka lemari es dan mencari-cari makanan yang mungkin bisa aku nikmati, posisiku saat itu membungkuk membelakangi anak itu, sehingga paha mulusku dan bulatnya pantatku yang dibalut celana pendek ketat ini menjadi santapan matanya. Aku pun memutuskan mengambil puding dan susu murni dari dalam lemari es.

"Ya sudah dek, kakak ke kamar dulu yah.." kataku padanya. Ku lihat dia gelagapan karena masih syok dengan apa yang baru dilihatnya, padahal "cuma" sepasang paha putih mulus dan bongkahan pantat yang bulat menggoda.

"i-iya k-kak," gagapnya. Hihi, mulai nafsu nih kayanya nih anak, aku tersenyum geli dalam hati melihat tingkahnya.

"Dek kalau mau main PS, tuh di kamar kakak ada PS, dari pada Cuma duduk-duduk saja disini, yukkk.." ajakku padanya. Walaupun Cuma PS2, tapi cukup lah.

"eh,eh, boleh kak? Gak papa?" tanyanya minta kepastian.

"iya dek, anggap aja rumah sendiri, gak usah canggung gitu, hihihi" jawabku meyakininya.

"yuk dek ke atas" ajakku kembali sambil berjalan menaiki tangga ke kamarku di lantai 2 dengan membawa makanan dan minuman yang baru kuambil dari dapur. Dia kemudian mengikutiku dari belakang. Kamipun sampai di dalam kamarku.

"Tuh dek PS-nya, pillih aja game yang mau dimainin. Kakak mau lanjutin bikin tugas dulu ya.. santai aja." Ujarku padanya. Diapun memilih-milih kaset yang yang ada dan memilih salah satu permainan. Aku sih sibuk ngerjain tugas diatas tempat tidur, sedangkan dia duduk di lantai asik main PS. Ketika asik main dia curi-curi padang ke arah tubuhku, hihi, ini bocah udah punya nafsu juga ternyata. Aku cuek saja, walaupun ku tahu dia asik memandang tubuhku.

"Lagi minum apa kak, enak banget kayanya, minta donk kak, hehe" tanyanya, mencoba ramah supaya tidak canggung.

"minum susu dek, mau? Ambil aja di kulkas sana" kataku. "Atau kejauhan yah? Ini minum susu kakak aja, masih banyak nih" tawarku padanya sambil tersenyum. Tentu saja maksudku susu murni dI gelas yang sedang ku minum ini, bukan susu di balik kaos ketat ku. Tapi sepertinya dia salah tanggap mengira aku menawarkan susu dibalik kaosku ini.

"Mau kak, susu kakak gede kak, gemesin, hehe" katanya polos tapi mesum. Aku pun akhirnya mengerti kalau dia salah paham.

"yee.. adek, kalau ini sih belum bisa ngeluarin air susu. Kalau ada air susunya pasti deh kakak kasih adek, hihihi" kataku mengikuti kepolosannya yang mesum.

"ohhh.. gitu ya kak, hehe" cengengesannya sambil garuk-garuk kepala. Diapun mengambil gelas berisi susu yang ku tawarkan itu dan meminumnya. "enak dek susunya?" tanyaku padanya.

"enyak kak, hehe" sambil asik minum susu dia menatap nanar pada buah dada yang menggantung dibalik kaos ku ini.

"ihhh.. adek, enak-enak, tapi liatnya malah ke susunya kakak, hihi dasar kamu nakal yah.." godaku padanya, dia hanya tertawa kecil saja, sambil menghabiskan susu digelas itu. Gila nih bocah, nafsu-nafsu tapi susu di gelas malah dihabiskan gini, padahal gue masih mau.

"Habis kak, hehe.." katanya.

"ah.. kamu, kok dihabisin sih dek susunya?" tanyaku pura-pura memasang wajah cemberut.

"Maaf kak, soalnya enak susunya" katanya tapi masih saja memandang susu di balik kaos ku.

" ya udah gak papa" balasku tersenyum. Kami pun melanjutkan kegiatan kami masing-masing, aku asik ngerjain tugas, dia asik main PS. Selang beberapa lama waktu berlalu dia berkata padaku mau pipis.

"Tuh dek, kamar mandinya disana, pipis deh, ntar malah ngompol di kamar kakak lagi" kataku menunjuk kamar mandi yang memang berada di dalam kamarku. Diapun berjalan ke kamar sambil mengapitkan kakinya menahan kencing, lucu juga ngelihatnya. Dia masuk kemar mandi dan menutup pintu.

"Kaaakk... ini siramnya gimana" teriaknya dari dalam kamar mandi tidak lama kemudian. Akupun mengikuti arah suaranya menuju kamar mandi.

"apaan sih dek? Teriak-teriak gitu?" tanyaku sambil masuk dan menutup pintu kamar mandi. Ya ampun nih bocah bukannya kencing di toilet malah kencing di bathtub gue yang sehari-hari gue pakai merendam tubuhku, dasar anak kampung yang gak tahu kamar mandi modern, gerutu ku dalam hati.

"Deeekkk, kok pipis disini sih, ini tempat rendamin badan bukan tempat buang pipis... ihhhh jorok kan jadinya kena pipis kamu" kataku sambil melihat genangan kencingnya di dalam bathtub ku.

"eh, eh, ma-maaf kak, aris gak tau" katanya minta maaf.

"ya udah nih kakak siram dulu, gini nih cara siramnya" kataku sambil membuka keran shower lalu menyiram kedalam bathtub yang digenangi air kencingnya. Terpaksa deh repot gini gara-gara kebodohan nih bocah. Karena sumbatan bathtub masih terpasang tentu saja makin menggenang air kencingnya yang telah bercampur air shower. Terpaksa aku menggunakan tanganku yang putih mulus menggapai dan membuka sumbatan bathtub di dalam genangan air tersebut. Jijik juga sebenarnya tapi biaralah, hihi.

"Nih kamu lanjutin siramnya, bersihin bathtub kakak sampai wangi lagi" suruhku padanya sambil memberikannya shower tersebut. Tapi memang dasar anak kampung, makai shower saja gak bisa dan malah mengarahkan ke badannya, sehingga air malah muncrat ke badannya sehingga pakaiannya jadi basah semua, airnya juga mengenai pakaianku walau cuma sedikit. Aku tertawa karena ulahnya.

"Hihihi... adek.. adek.. kamu ini gimana sih, tuh kan basah semua baju kamu, baju kakak juga kena nih" kataku mengusap-usap bajuku.

"duh kak, gimana nih, dimarahin si mbok ntar aris" katanya dengan wajah khawatir.

"kamu sih.. ya udah lepasin aja bajunya, keringkan dulu badannya, kakak ambilkan handuk dulu deh" kataku sambil keluar dari kamar mandi untuk mengambil handukku. Aku kembali ke kamar mandi, ku lihat dia sudah telanjang dengan pakaian basahnya tergeletak di lantai.

"Nih dek handuknya" kataku. Dia masih asik membersihkan bathtub membelakangiku.

"Iya kak makasih" katanya sambil berbalik badan menghadap kearahku, penisnya terpampang dihadapanku, masih belum tegang sih, hihi. Tapi karena melihat aku dengan pakaianku yang menggoda ini perlahan-lahan penisnya mulai menegang.

"ihhh.. dek, tuh anunya berdiri tuh nantangin kakak, emang kakak salah apaan?" kataku bercanda menggodanya.

"eh, eh, ma-maaf kak" katanya sambil berusaha menutup kemaluannya.

"hihi.. iya-iya gak papa, kamu masih kecil juga, buka aja tangannya, bebasin aja burungnya kalau pengen tegang, jangan ditahan-tahan" godaku tersenyum padanya. Dia pun membuka tangannya sehingga penisnya kembali mengacung kearahku, aku senyum-senyum saja. Aku mendekatinya dan melihat keadaan bathtub ku. Dia masih berdiri disampingku dengan penisnya yang juga berdiri. Sepertinya suasana mesum kembali terjadi, aku seorang gadis 19 tahun putih mulus anak orang kaya yang sedang memakai pakaian minim bersebelahan dengan bocah ingusan anak kampung umur 14 yang telanjang bulat di dalam kamar mandi.

"hmmm.. kayanya udah bersih bathtubnya, goodjob dek" kataku tersenyum padanya sambil mengelus rambut ikalnya yang masih basah.

"gujot? Apaan tuh kak?" tanyanya polos bego.

"goodjob dek... artinya kerja bagus adeknya"jawabku sambil tertawa.

"ohhh... iya kak, aris gitu loh, hehe" katanya sok hebat, padahal dia yang bikin kotor bathtub gue.

"ya udah, kamu mau lanjutin mandi aja gak? udah sore juga kan? Mandi aja disini" tawarku. Dianya balas senyum-senyum saja.

"iya deh kak, aris mandi disini aja" katanya lagi menunggu kesempatan mesum berikutnya.

"bisa kamu pakai showernya? Itu bisa diatur air hangatnya.. hmmm... biar kakak aja deh yang mandiin kamunya, nanti kamu mandinya sembarangan lagi" ajakku padanya. Soalnya dia polos-polos bego sih, nanti malah air toilet dipakenya kumur-kumur, hihi.

"hmm, boleh aja kak" katanya girang, sepertinya kepalanya sudah terisi pikiran-pikiran mesum. Aku mulai mengatur panas air shower sehingga terasa nyaman, kemudian mulai menyiramnya dengan shower. Tentu saja pakaianku juga ikut basah, tapi kubiarkan saja. Tingginya hanya sebatas leherku, sehingga matanya sejajar dengan dadaku. Sebuah kesempatan baginya menikmati menatap dadaku dengan pakaian ku yang telah basah, hal ini tentu membangkitkan birahinya. Penisnya tampak menegang dan berkedut-kedut, kadang penis tegangnya menyentuh pahaku yang putih mulus, menampar-nampar pahaku dengan penisnya yang tegang poll, ku cuekin aja sambil tetap menyirami tubuh bocah ini dengan air shower dari kepala hingga kaki seperti memandikan adik sendiri.

"Enak dek? Gimana? Segarkan airnya?" tanyaku sambil tersenyum manis padanya.

"iya kak, enak.. segar" jawabnya. Aku lalu mengambil sabun dove cair milikku, menumpahkannya ke tangan , lalu mengusapkan ke badan bocah ini. Aku lumuri badannya dengan busa sabun mulai dari leher, tangan, perut, punggung. Kemudian aku berjongkok dihadapannya untuk membersihkan bagian bawah tubuhnya, yang mana membuat wajahku kini sejajar dengan penis tegang menantangnya. Aku mulai dari kakinya, naik kepaha kemudian keselangkanngannya. Akupun mulai memegang penisnya dan mengusapnya lembut dengan tangan putih mulusku.

"Ohhh uhhh... enak kak, geli..hehe" katanya keenakan.

"enak dek? Gak sakit kan burungnya kakak kocokin gini?" tanyaku menggodanya. Aku masih mengelus penisnya maju mundur dengan tanganku yang berlumuran sabun.

"enggak kak, malah enak, aris biasanya kalau ginian cuma pake pake tangan aris sendiri terus pake sabun batangan" katanya, membuat aku tertawa mendengarnya.

"Kamu sering ngocok dek? Ckck.. kecil-kecil udah sering ginian kamunya" kataku padanya.

"hehe, iya kak, biasa kak laki-laki" jawabnya asal. Maklum saja umur segitu pasti birahi sedang tinggi-tingginya, mulai tertarik dan penasaran dengan lawan jenis. Aku masih melanjutkan mengocok penisnya, dia sepertinya keenakan sehingga membuatku tak tega melepaskannya dari tanganku.

"Udah dek? Kakak bilas dulu yah badannya.. " kataku padanya. Tentu saja dia tampak kecewa, tapi biarin saja. Aku mengambil shower dan membilas badannya. Ku lihat penisnya masih tegang saja, kasihan juga liat nafsunya gak kesampaian.

"masih tegang ya dek burungnya?" tanyaku menggodanya.

"iya nih kak... " jawabnya dengan wajah mengiba.

"hmmm... ya udah, kakak mandi juga sekalian deh, liatin kakak mandi aja yah.. kamu bisa kan ngocok sendiri? Kamu ngocoknya sambil liat kakak mandi aja gimana? Mau kan?" tanyaku menggoda biarahinya. Tentu saja dia gak akan menolak, hihihi.

"i-iya kak" jawabnya gagap. Pasti jantungnya berdebar-debar kencang tuh apalagi mendengar omongan vulgarku barusan. Aku pun melepaskan pakaianku, mulai dari kaos kemudian celana pendekku. Matanya gak lepas-lepas dari tubuhku.

"ihhh... adek ngeliatin apaan tuh" tanyaku menggodanya."mata adek nakal yah.." sambungku.

"eh, a- anu kak.. badan kakak seksi sih, putih, mulus, terus montok banget kak" katanya berani tanpa sungkan. Aku tertawa saja mendengarnya. Ku lanjutkan membuka celana dalamku, dianya makin terangsang saja sepertinya.

"Adeekkk... kakak mau buka celana dalam nih, liatin yah puas-puas" kataku menggoda. Dia mempercepat kocokan penisnya mendengar apa yang kukatakan barusan. Ku selipkan jariku dikedua sisi celana dalamku, ku tarik kebawah sedikit. Kulihat wajahnya makin gak karuan sambil makin cepat mengocok penisnya sendiri. Ku lanjukan aksiku, celana dalamku kutarik makin ke bawah perlahan-lahan dihadapannya, se inci lagi maka akan mulai tampak permukaan vaginaku.

"gini aja yah dek... cukupkan? Gak perlu dilepasin kan celana dalamnya?" tanyaku menggoda.

"yaaaahhh... jangan dong kak, nanggung tuh" dia memelas. Dia betul-betul sudah gak tahan, penisnya menegang sejadi-jadinya.

"hihihi, kakak naikin lagi ya celana dalamnya? Udahkan?" tanyaku kembali menggodanya, tapi tentu saja tidak benar-benar akan kunaikkan, kasihan juga dia horny gitu.

"yaaahhh, kak...." Dia mengiba lagi.

"iya-iya deh, kakak buka nih, tuh penis kamu negang amat gitu, gak tahan yah.. hihi, nih,nih" kataku. Aku pun meloloskan celana dalamku hingga jatuh melewati kaki indahku dan jatuh kelantai.

"Gimana? Puas?" godaku lagi. Tampak dia makin kesetanan mengocok penisnya, kubiarkan saja dia asik sendiri, aku pun melanjutkan mandiku sesekali menatap dirinya yang masih asik mengocok sambil melihat tubuh putih mulusku hingga ku selesai mandi.

"kakak udah siap mandi nih, masa belum keluar juga dek pejunya? Kan kakak udah telanjang didepan kamu" kataku heran melihatnya dari tadi belum juga keluar.

"iya kak, gak tau nih, padahal aris nafsu banget loh liat kakak" katanya.

"ya udah keluar dulu yuk, kamu lanjutin ngocoknya di kamar kakak aja" kataku tersenyum. Aku pun keluar kamar mandi diikuti aris yang masih horny berat. Aku duduk ditepi ranjang, ku lihat aris juga duduk ditepi ranjangku.

"hmm dek, pegang-pegang aja badan kakak, biar kamu makin nafsu ke kakak, jadinya ntar cepat ngecrotnya" tawarku padanya.

"i-iya kak, adek juga gak nahan pengen gerepe-gerepe kakak dari tadi, hehe" katanya mesum.

"ya udah nih, puas puasain deh" kataku sambil memajukan badanku ke hadapannya. Dia yang gak sabaran langsung saja meraba-raba badanku yang masih lembab karena habis mandi. Dia sepertinya tidak sungkan-sungkan lagi, tanpa meminta izinku dia meraba buah dadaku dan memainkan putingnya. Tangannya menggerayangi tiap lekuk tubuhku, mukanya memerah diselimuti nafsu, nafsu pada diriku, anak gadis majikan mboknya. Tidak Cuma meraba-raba, dia mulai mencuim-cium bibirnya ke tubuh putihku. Aku cuma tertawa-tawa geli digerayangi anak tanggung begini.

"hihi.. aduh dek.. geli dek... aduh... hihi nafsu amat sih, gak tahan banget yah?" godaku yang sedang dihujani ciuman pada tubuh telanjangku dan tangannya yang semakin liar menggerayangi, aku masih membiarkannya melakukan perbuatan kurang ajar itu terhadapku. Setelah itu dia membaringkanku di atas ranjang, tubuhnya yang lebih kecil dariku menindihku dari atas, mencumbuiku seperti pasangan suami istri yang sedang bercinta. Aku nurut-nurut saja apa maunya, tertawa geli atas permainan lidahnya diputingku sambil tangan satunya meremas buah dadaku yang satunya.

"sini dek cium bibir kakak" ajakku menggodanya. Dia pun meaikkan posisinya sehingga kepala kami sejajar. Dia ciumi bibirku habis-habisan, menggesek-gesekkan bibirnya yang hitam ke bibirku, sungguh mesum. Dia jilat-jilat wajahku yang putih ini dengan lidahnya, bau juga nafasnya, entah apa yang dia makan tadi. Penisnya yang tegang juga menggesek-gesek diperutku, sepertinya dari penisnya sudah mengeluarkan cairan bening, meleleh diatas perut rataku, aku yang menyadari itu hanya tersenyum saja dalam hati. Aku membantunya dengan menggapai penisnya yang berada diatas perutku, mengocok penisnya sambil dia masih asik mencumbui wajahku.

Dia cuma ngeracau sendiri, entah apa yang dikatakannya. Aku senang-senang saja sih ditindih gini, asal penisnya gak dimasukin ke vaginaku. Cukup lama juga dia menindihku, ruangan ber-AC kamarku seperti tidak berarti apa-apa karena hawa mesum yang semakin panas. Tubuhku dan tubuh bocah ini sudah mulai berkeringat, terpaan sinar matahari sore yang masuk dari jendela kamarku membuat tubuhku dan tubuhnya terlihat mengkilap. Aku masih setia mengocok penisnya sehingga cairan beningnya juga meleleh melumuri tangan mulusku, setelah itu aku menyuruhnya bangkit sebentar.

"Dek, ganti posisi dong.. gak bosan apa?" tanyaku.

"i-iya kak, boleh juga tuh"jawabnya setuju. Kini aku yang membaringkannya diatas ranjangku, lalu aku mengambil posisi berbaring menyamping di sebelahnya. Ku dekatkan payudaraku ke mulutnya.

"sini dek, nyusu ke kakak.." tanpa menjawab dia segera mengenyot pucuk payudaraku, mengenyot-ngenyotnya seperti anak bayi. Kadang giginya terasa menggigit-gigit puting payudaraku, sedangkan tangannya yang satu lagi meremas payudaraku yang satunya, ku senyum-senyum saja membiarkan tingkah mesumnya. Penisnya yang tegak menjulang itu kugapai lagi dan kuremas-remas, buah zakarnya tak lupa juga kuremas. Dia melenguh keenakan sambil mulutnya masih mengenyot payudaraku.

"Enak dek?" tanyaku singkat kepadanya. Dia menjawabnya dengan hanya menggumam saja, betul-betul tidak ingin melepaskan bibir hitamnya dari payudaraku. Ku kocok terus penisnya, kadang kucium keningnya saat dia mengenyot payudaraku seperti itu.

"Susu kakak yang satu lagi dijilat juga dong dek, masa itu mulu dari tadi" pintaku, diapun melepaskan kulumannya dan meraih pucuk payudaraku yang satunya untuk dia kenyot lagi sepuasnya.

"hihi, kamu yah... keenakan gitu" kataku senyum-senyum padanya, sambil tanganku masih setia band mengocok penisnya. Sekian lama kami melakukan aksi mesum ini nafasnya mulai memburu, sepertinya dia mau keluar, kulumannya pada payudaraku makin menjadi-jadi, menggigit puting payudaraku makin keras dari sebelumnya. Aku cuma meringgis agak kesakitan tapi ku biarkan saja dia terus melakukannya. Kocokanku juga makin cepat di penisnya.

Crooot.. crooot.. Tak lama kemudian pejunya keluar juga, meleleh dan melumuri tanganku, cukup banyak juga pejunya, padahal masih bocah. Ku masih mengocok penisnya yang sedang nikmat berdenyut-denyut mengeluarkan lahar putihnya itu. Wajahnya memerah sambil tetap mengenyot payudaraku. Setelah itu dia melepaskan kulumannya.

"enak gila kak, hehe, makasih ya, gak pernah aris merasa se nikmat ini" katanya puas.

"iya-iya, dasar mesum sih kamunya, hihi" kataku sambil masih memegang dan masih mengocok penisnya yang sudah mulai melayu itu. Tanganku yang berlumuran pejunya ku biarkan saja disana. Sambil tetap mengocoknya perlahan aku mencium bibirnya, kamipun berciuman cukup lama.

"udahan ya dek.. bersihin dulu tuh badannya, tangan kakak juga penuh peju kamu nih.. hihi" pintaku.

"oke kak, makasih ya kak" katanya. Ku balas saja dengan senyum manisku. Setelah itu kami sekali lagi membersihkan diri di kamar mandi. Untung dia Cuma pegang-pegang doang, gak lebih. Kami berpakaian dan dia bersiap keluar dari kamarku.

"kapan-kapan lagi ya kak" pintanya. Dia pasti ketagihan nih.

"Gak janji yah..., sana kakak mau lanjutin bikin tugas, gara-gara kamu nih.." balasku.

Beberapa hari ini si Aris menginap di rumahku sampai liburan sekolahnya selesai. Kadang dia ikut mbok Surti ke Pasar atau swalayan sekedar jalan-jalan keliling jakarta, atau dia jalan-jalan sendiri keliling-keliling walau tidak terlalu jauh dari rumahku. Beberapa kali dia mencoba mencari kesempatan mengulangi perbuatan mesum waktu itu, tapi sepertinya belum ada waktu yang cocok.

Hari itu dia pulang siang hari bersama temannya, entah mereka bertemu dimana. Temannya itu tampak seperti anak jalanan yang suka malakin anak sd atau smp yang cupu-cupu. Dari tampangnya dia pasti sudah putus sekolah, umurnya kutaksir tidak jauh beda dengan si Aris.

"kak... kenalin kak teman aku wawan" katanya mengenalkan temannya itu padaku. Tentu saja temannya cukup terkejut melihat penampilanku yang selalu memakai baju apa adanya kalau di rumah. Mata si wawan ini langsung tertuju ke arah pahaku yang mulus, aku cuek saja.

"wawan" kata wawan sambil menjulurkan tangannya.

"Riri" kataku tersenyum manis padanya. Senyum manis yang pasti membuat lelaki manapun terpikat bahkan gemes atau nafsu kepadaku.

"Ris, suruh temannya masuk kedalam, kakak buatin minum dulu. Wan, anggap aja rumah sendiri yah.." kataku tersenyum manis lagi padanya. Mereka kemudian masuk kedalam dan duduk di ruang tv sedangkan aku ke dapur membuatkan mereka minuman. Seharusnya ini kerjaan si mbok, tapi dianya lagi ke pasar.

Dari ruang tv tersebut mereka dapat melihatku yang berada di dapur, mata mereka menjelajahi tubuhku selagi aku membuatkan mereka minuman, kurang ajar banget.

"nih minumannya"kataku memberikan mereka sirup dingin.

"makasih kak"kata mereka berdua. Kemudian aku kekamarku membiarkan mereka asik sendiri disana.

"tok tok" terdengar suara ketukan pintu di kamarku.

"iya.. masuk aja" teriakku dari dalam. Ternyata si Aris yang masuk ke kamarku, ku yakin pasti dia minta jatah mesumnya nih, hihi..

"kak... boleh gak aris gituan lagi bareng kakak" katanya, benar dugaanku.

"ihhh.. kamu nakal yah.. gak nahan ya? baru juga 2 hari" kataku menggoda.

"iya nih kak, gak tahan banget" katanya lagi.

"yaudah, si wawan udah pulang belum? Kalau udah kunci dulu tuh pinta depan" pintaku.

"hmm.. gimana ya kak ngomongnya.. hmmm" kata si aris agak bimbang.

"napa? Ngomong aj ke kakak.. ngapain malu-malu, ayo.. mau ngapain?" tanyaku lagi mencari tahu.

"wawan boleh ikut gak kak, dia mau juga katanya" katanya mengejutkanku. Gila apa aku harus melayani nafsu mesum kedua bocah ini. Cukup ragu juga aku memikirkannya.

"gimana kak? Gak boleh ya? Pliss kak.. kami berdua udah terangsang nih liat kakak dari tadi, kan cuma nambah satu orang aja kak.. gak papa kan kak? " pintanya memelas. Betul betul mesum. Aku belum sempat menjawab permintaanya namun aris sudah menyuruh wawan yang dari tadi menunggu di luar kamar ku untuk masuk.

"yuk wan.. masuk"suruh aris pada wawan. betul-betul seenaknya saja si aris ini.

"hehe.. halo kakak cantik" sapanya ketika masuk ke kamarku. Aku hanya membalasnya dengan senyumku.

"wah kamarnya bagus yah.. hehe"kata wawan lagi basa-basi. Aku masih duduk saja diatas ranjang.

"hmm... ris, pintu depan udah kamu kunci belum?"tanyaku pada aris.

"sudah kok kak" jawabnya.

"jadi kalian udah teransang yah? Dasar kalian kecil-kecil udah nakal giini"ujarku, mereka hanya senyum-senyum kecil.

"ya udah.. sini-sini buka baju sama celana kalian" suruhku pada mereka yang langsung mereka lakukan tanpa menunggu lagi. Kini terpampang "dua" penis tegang bocah tanggung yang meminta untuk dipuaskan seorang gadis kuliahan yang putih mulus.

"ihhh.. udah tegang gitu penis kalian" kataku.

"habisnya kakak nafsuin sih.. iya nggak wan?" kata aris meminta pendapat wawan.

"hehe, iya gue baru kali ini liat cewek kayak gini, putih, mulus cantik gini" katanya.

"emang kamu udah pernah lihat cewek telanjang wan?" tanyaku pada wawan.

"udah kak, hehe" jawabnya. Tidak heran, dia yang putus sekolah dan berpenampilan seperti preman ini, mungkin kehidupan jalanan yang membuat dia mengenalnya.

"ckckck... dasar kamu nakal" kataku. Aku mulai mendekati mereka dan berjongkok di hadapan mereka.

"kocokin kak"pinta mereka.

"iya-iya, ini juga mau dikocokin, gak tahan amat sih kalian" kataku mulai meraih kedua penis itu dan mulai mengocoknya. Badan wawan lebih hitam dan kumal dari aris, begitu juga penisnya. Wajar saja karena dia sehari-hari terbakar matahari, rambut wawan pun agak pirang karena seringnya terjemur matahari.

"enak gak? Gimana rasanya kocokan kakak wan" tanyaku pada wawan sambil mengocok penis mereka berdua.

"hehe, enek banget kak" jawabnya ku balas dengan senyuman.

"hihi.. dasar kalian bocah bocah mesum, baru 14 tahun juga" kataku genit. Aku dengan tanpa paksaan mengocok penis-penis tegang mereka. Dua macam aroma selangkangan yang tidak sedap berebut masuk ke hidungku. Kadang sambil mengocok penis mereka aku mengeluarkan lidahku, menjulurkan ke arah kepala penis mereka yang mengacung kepadaku. Hanya berjarak beberapa senti saja ujung lidah ku dari kepala penis tersebut. Sambil melakukan hal tersebut ku pandangi mata mereka, tentu saja mereka semakin nafsu saja pada diriku,hihihi. Mereka sepertinya berharap aku mejilati danmengulum penis mereka, tampak dari wajah mereka yang mupeng banget kepadaku.

"Masukin dong kak ke mulut kakak" pinta wawan mesum.

"hmm... masukin gak ya.. gak usah lah ya...hihi" godaku pada mereka yang membuat mereka makin mupeng saja.

"yaahh.. kakaaak" rengek mereka. Aku masiih belum mau memasukkan penis ke mulutku, ke pacarku aja gak pernah, jijik menurutku. Tapi mereka tetap merengek minta penisnya supaya masuk ke mulutku.

"kaaaaaak, plisss, masukin yahhh.. " pinta wawan lagi, sepertinya si wawan ini betul-betul gak tahan.

"hihihi.. pengen banget yah masukin penisnya kemulut kakak? Pengen ngentotin mulut kakak ya kaliannya.. dasar, bocah-bocah nakal" godaku pada mereka sambil tersenyum semanis mungkin, membangkitkan birahi mereka terhadapku :p

"emang kalau penisnya kalian kakak masukin ke mulut, terus kalian mau ngapain?" godaku lagi.

"iya deh.. tapi bentar yah, kakak buka baju kakak dulu supaya kalian lebih nafsu ntar" sambungku sambil melepas kocokanku dari penis mereka. Mereka tentu sudah makin mupeng dan gak sabaran. Aku mulai membuka kaos yang melekat pada tubuhku, kemudian celana pendek ketatku. Kulihat mereka tidak berkedip menatapku melepaskan pakaianku, hihi.

"celana dalamnya juga dong kak" pinta aris. Aku masih menyisakan celana dalam yang melekat di tubuhku.

"ihhh.. dasar kalian mesum, itu ntar aj deh" kataku. Sepertinya mereka mengerti. Sekarang aku cuma memakai celana dalam dihadapan mereka yang semakin mupeng dengan penis yang mengacung-ngacung kepadaku.

"ya udah sini, siapa dulu yang mau kakak jilatin" tanyaku pada mereka. Tentu saja mereka berebut dengan penis mengacung mendekati wajahku.

"awww... duuuhhh... kalian gantian dong, duuuhh.. aris, wawan..." pintaku pada mereka yang saling tidak mau mengalah ingin jadi yang pertama memperawani mulutku dengan penis. Penis-penis mereka menampar-nampar wajah cantik putih mulusku, berebut untuk menjejalkan batang penis mereka ke dalam mulutku. Akhirnya aris mengalah dan membiarkan wawan dahulu. Maka jadilah wawan yang pertama merasakan mulutku, seorang anak jalanan entah darimana yang bergaya preman dan putus sekolah, kulit hitam terbakar matahari, mendekati mulutku yang tipis menggoda.

"hihi.. wawan dulu yah.. yuk wan, sini kakak jilatin penis kamu. Aris kamu sambil nunggu biar kakak kocokin sini penis kamu" kataku pada mereka. Aku mulai menjilati penis bau wawan, lidahku menari-nari memberi rangsangan pada penisnya. Tangan kiriku memegang batangnya kadang meremas buah zakarnya, sedangkan tangan kanan ku mengocok penis Aris.

"oughhhh ohhhhh, enak kak" kata wawan keenakan. Ku lanjutkan aksiku dengan memasukkan penis wawan sepenuhnya ke mulutku, membiarkannya menjejali batang penisnya ke mulutku. Bahkan dia menggoyangkan pinggulnya seolah menyetubuhi mulutku dengan penis kumalnya.

"Ohhh... uhhhhh" erang si wawan kenikmatan. Sekitar 10 menit aku membiarkan wawan memainkan penisnya di mulutku dengan berbagai aksi-aksi mesumnya. Kini aku gantian mengulum penis Aris. Aris juga melakukan hal-hal mesum dengan penisnya pada mulutku seperti yang dilakukan wawan, seperti menggesek-gesekan kepala penis ataupun buah zakarnya ke mulutku ataupun menyetubuhi mulutku dalam-dalam sampai aku susah bernafas, tapi aku nikmati saja perlakuan mesum mereka ini. Mereka pasti beruntung banget dapat melakukan ini terhadapku.

Sepertinya kami melakukannya sampai lupa waktu, mbok Surti sudah pulang begitu juga dengan kedua orang tuaku!!! Karena tentu saja masing-masing mereka mempunyai duplikat kunci pintu depan.

"Ri... Ririi.." panggil mamaku sambil mengetok pintu kamarku, betapa terkejutnya aku. Kondisiku sekarang yang sedang hampir bugil sedang bergantian menyepong dan mengocok penis anak tanggung yang sedang bugil. Kedua bocah ini tentu juga terkejut bukan main.

"Ri... Riri... lagi ngapain sih? Buka pintunya dong.." teriak mamaku lagi. Aku melepaskan penis aris dari mulutku.

"Bentar mah, Riri sedang goluguluppuppppp" dengan kurang ajarnya Aris kembali menjejalkan penisnya ke dalam mulutku, padahal aku sedang bicara sama mamaku. Aku biarkan saja dulu penisnya memasuki rongga mulutku, menikmati menjejalkan penisnya itu.

"Riri... sedang apa sih? Kamu ini lagi ngapain???" tanya mamaku lagi. Akhirnya aris mau juga melepaskan penisnya. Akupun bangkit dari posisiku. Lalu aku meletakkan jari telunjukku di mulut sebagai isyarat agar mereka jangan berisik dan memberi kode pada mereka juga dengan telunjukku supaya mengikutiku. Aku berjalan mendekati pintu kamar, membuka pintu tapi hanya mengeluarkan kepalaku sehingga tubuh bugilku tidak kelihatan. Dibelakangku aris dan wawan berdiri membelakangi pintu dan tembok sehingga dari posisi ini mereka gak bakal kelihatan, tapi dasar mereka nakal. Tangan mereka asik menggerayangi badanku, meremas payudaraku padahal aku sedang bicara pada mamaku. Bahkan mereka menyelipkan tangannya ke sisi pinggir celana dalamku yang terbuat dari karet dan menariknya kemudian melepaskannya tiba-tiba sehingga terdengar bunyi "ctar" karena karet dalamanku itu mengenai kulitku, untung suara itu diabaikan oleh mamaku.

"lama amat sih kamu buka pintunya"tanya mamaku.

"i-iya mah, riri sedang tidur tadi" jawabku senatural mungkin agar mamaku tidak curiga. Padahal aku menahan geli dari remasan dan rabaan bocah-bocah nakal ini. Hanya pintu dan tembok yang memisahkan antara kami dan mamaku.

"abis tidur kok keringatan gitu sih? AC nya rusak ya?" tanya mamaku heran. Memang aksi mesum dengan bocah-bocah ini tadi betul-betul panas sehingga badan kamipun berpeluh.

"gak rusak kok mah, kalau abis bangun tidur siang gini emang suka keringatan sendiri walau ruangan ber-AC". Kemudian kami sedikit mengobrol tentang apa saja yang kami lakukan hari ini. Sedangkan aris dan wawan masih asik melakukan perbuatan mesum padaku dibalik pintu dan tembok ini. Sebuah keadaan yang mesum di depan orangtua, hihii.

Akhirnya kami selesai ngobrol dan mama beranjak pergi dari depan kamarku. Aku menutup pintu lalu aku, aris dan wawan tertawa-tawa tertahan. Betul-betul gila.

"terus gimana? Masih mau lanjutin lagi nih? udah mau malam nih.." kataku pada mereka.

"iya dong kak, lanjutin dong, kita kan pada belum keluar"kata mereka.

"apanya yang belum keluar?" kataku menggoda melirik mereka.

"pejunya kak, kami belum ngecrot nih kak, lanjutin yah kak, sampai kami nge crot" kata wawan vulgar.

"hihihi, iya-iya" kataku nurut-nurut saja apa mau mereka ini. "yuk ke ranjang kakak" ajakku pada mereka. Mereka mengikutiku ke ranjang.

"kak.. selipin penis kami di susu kakak ya.. tapi kakaknya baring aja" pinta aris nakal. Aku turuti kemauan bocah ini. Akupun berbaring di ranjang, Aris kemudian naik mengangkangi dadaku, sehingga penisnya sejajar dengan payudaraku.

"kalian.. nakal amat yah.." godaku. Aris kemudian menempelkan penisnya di antara dadaku, kemudian ku jepit penisnya yang tegang poll itu dengan payudaraku.

"ohhhh, nikmat susu kak" erang aris sambil menggoyangkan pinggulnya, menindihku yang berada dibawahnya. Wawan yang gak mau kalah mendekatkan penisnya ke mulutku, sehingga kini aku melayani penis-penis itu dengan mulut dan payudaraku. Mereka lakukan bergantian. Kini mereka berdua berbarengan menggesekkan penisnya di atas dadaku, aris sebelah kiri, wawan yang kanan. Kepala penisnya menyodok-nyodok putting payudaraku ini, bergesekan dengan putting payudaraku yang sensitif. Sepertinya mereka ingin mengeluarkan pejunya dengan posisi seperti itu, aku sih oke-oke saja. Setelah sekian lama menggesek akhirnya peju mereka tumpah dipayudaraku, tepat disekitaran putingku.

"puas? Udahan yah.. belepotan gini dada kakak.. kalian sih.. nakal" pintaku sambil ku lihat di cermin hampir semua bagian depan tubuhku kena peju mereka. Kemudian aku beranjak dari tempat tidurku dan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri diikuti mereka. Tapi dasar mereka mesum, di kamar mandi mereka minta jatah lagi sampai pejunya keluar, terpaksa ku gunakan lagi tangan, dada, dan mulutku untuk memuaskan penis mereka. Tidak cuma itu, mereka juga minta untuk menyelipkan penisnya di pahaku, betul-betul mereka tidak ada puasnya.

"Iya-iya deh, selipin deh penisnya di paha kakak, kalau kalian mau, boleh juga kok gesek-gesekin ke vagina kakak, tapi jangan dimasukkan yahh.." Kataku melepaskan celana dalamku dan menungging dilantai.

Kini mereka bergantian menggenjot diriku, menyelipkan penis tegang mereka di paha mulusku bergantian. Kadang saat yang satu asik menyelipkan dan menggesek penisnya di pahaku, yang satu lagi sibuk memaju-mundurkan penisnya di dalam mulutku. Dilihat dari cermin besar di kamar mandi aku seperti disetubuhi depan belakang oleh kedua bocah ingusan dekil ini di atas lantai kamar mandi yang dingin. Hingga akhirnya mereka menumpahkan pejunya lagi, kali ini ngecrot bergantian di atas bongkahan pantatku yang menungging, melumuri kulit pantatku yang mulus dan putih, bahkan melumuri permukaan anus dan vaginaku.

Akhirnya aktifitas mesum ini benar-benar selesai. Dengan diam-diam mereka keluar dari kamarku, aris kembali ke kamarnya, sedangkan wawan kembali pulang.

Eksib Dengan Ponakan Pembantu

By Lucy →